Tanaman Naungan dan Tumpangsari

B. Analisis Usahatani

Usahatani merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya pada lahan untuk mendapatkan balas jasa dari pemanfaatan lahan tersebut. Analisis usahatani dilakukan untuk melihat penggunaan input dalam usahatani dan menilai apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak. Usahatani kopi adalah usahatani yang bersifat tahunan, sehingga pendapatan yang diterima petani juga bersifat tahunan. Pendapatan yang di peroleh petani berasal dari pendapatan kopi, pendapatan tanaman tumpangsari dan pendapatan tanaman naungan. Pendapatan yang diperoleh petani erat kaitannya dengan biaya yang digunakan dalam usahatani kopi. Biaya dalam usahatani kopi terbagi menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi biaya bibit, pupuk, pestisida dan herbisida, tenaga kerja, biaya panen dan pasca panen, iuran kelompok, pajak dan sewa lahan tunai. Biaya diperhitungkan meliputi biaya sewa lahan dan biaya input seperti bibit dan pupuk kandang. Pada penelitian ini awalnya manfaat ekonomi yang akan dihitung yaitu produktivitas, pendapatan dan efisiensi biaya selama dua tahun terakhir yaitu tahun 2013 dan 2014, namun karena pada dua tahun tersebut produksi kopi di Lampung Barat khususnya Kecamatan Air Hitam mengalami penurunan akibat cuaca ekstrim maka produktivitas, efisiensi biaya dan pendapatan dihitung selama tiga tahun terakhir yaitu tahun 2012, 2013 dan 2014 dengan asumsi penggunaan input pada tahun 2012 sama dengan penggunaan input pada tahun 2013.

1. Penggunaan Input Produksi dan Biaya Usahatani

Penggunaan input dalam usahatani sangat penting karena mempengaruhi besarnya output yang dihasilkan. Pada penelitian ini input usahatani kopi yang dihitung hanya input yang dikeluarkan selama satu tahun masa panen. Penggunaan input dalam usahatani kopi meliputi pupuk, pestisida dan herbisida serta tenaga kerja. Sedangkan untuk biaya usahatani kopi meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan petani yaitu biaya tunai dan diperhitungkan dalam usahatani kopi.

a. Penggunaan Bibit Penyulaman dan Pupuk

Tanaman kopi merupakan tanaman yang bersifat jangka panjang. Pemeliharaan yang baik akan mempengaruhi masa produktif kopi. Petani kopi melakukan upaya penyambungan batang dan penyulaman tanaman kopi untuk meregenerasi tanaman kopi yang sudah tua atau tidak produktif lagi. Petani kopi melakukan penyulaman dan penyambungan batang agar produktivitas tanaman kopi tetap tinggi meski umur tanaman kopi sudah tua. Pemeliharaan tanaman kopi yang baik juga ditunjang dengan penggunaan input seperti pupuk. Pemberian pupuk bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan hasil produksi kopi. Pemupukan pada usahatani kopi dilakukan dua kali dalam setahun yaitu saat awal musim hujan dan akhir musim hujan. Pupuk yang digunakan petani yaitu pupuk kimia dan pupuk organik pupuk kandang. Rata-rata penggunaan bibit penyulaman, pupuk kandang dan pupuk kimia oleh petani kopi dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel. 18. Rata-rata penggunaan bibit, pupuk kandang dan pupuk kimia pada usahatani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 Input Petani sertifikasi Petani Nonsertifikasi Per 1,04 ha Per 1 ha Per 1,01 ha Per 1 ha Jumlah unit Jumlah unit Bibit sulaman 38,34 36,87 46,17 45,72 Pupuk Kandang 1378,11 1325,11 242,78 240,37 Sekam Padi 2,00 1,92 0,00 0,00 Petroganik 13,37 12,85 0,00 0,00 Urea 81,11 77,99 253,89 251,38 Phonska 27,22 26,18 78,89 78,11 SP36 13,33 12,82 6,67 6,60 Mutiara 0,00 0,00 3,00 2,97 TSP 0,00 0,00 1,67 1,65 ZA 0,00 0,00 1,67 1,65 Jumlah 1553,49 1493,74 634,73 628,45 Hasil penelitian pada Tabel 18 menunjukkan bahwa penggunaan bibit kopi untuk penyulaman pada satu hektar lahan oleh petani sertifikasi lebih sedikit dibandingkan petani nonsertifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit kopi untuk penyulaman petani sertifikasi lebih efisien dibanding petani nonsertifikasi. Petani nonsertifikasi lebih banyak menggunakan pupuk kimia, karena pupuk kimia dinilai lebih cepat dan praktis dalam meningkatkan produksi kopi. Usahatani kopi yang dibudidayakan secara organik tidak boleh menggunakan pupuk kimia, sehingga petani sertifikasi tidak diperbolehkan menggunakan pupuk kimia. Berdasarkan hasil penelitian petani sertifikasi menggunakan pupuk kandang sebagai pengganti pupuk kimia, namun sebesar 46,67 persen petani sertifikasi masih menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Penggunaan pupuk kimia dikombinasikan dengan pupuk kandang sebagai penyubur, namun penggunaan pupuk kimia oleh petani sertifikasi hanya dalam jumlah kecil. Petani