Manfaat Ekonomi Sertifikasi INOFICE Pada Tahun 2012-2014

Hal ini menandakan bahwa pada tahun pertama dan kedua petani sertifikasi sudah menerima manfaat sertifikasi INOFICE berupa harga kopi yang lebih tinggi, efisiensi biaya kopi dan efisiensi biaya lahan. Adapun penyebab petani tidak merasakan manfaat sertifikasi di Tahun 2014 dikarenakan gagal panen akibat cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim menyebabkan petani mengalami kerugian karena rendahnya produksi kopi sedangkan biaya yang dikeluarkan cukup besar. Pada tahun 2014 produksi kopi di Kecamatan Air Hitam mengalami penurunan yang disebabkan kegagalan pembungaan. Intensitas hujan yang lebih tinggi menyebabkan bunga-bunga kopi rontok sehingga pembentukan buah kopi menurun. Penurunan produksi kopi ini mengakibatkan penurunan produktivitas kopi, produktivitas lahan serta pendapatan yang diterima petani sertifikasi dan nonsertifikasi. 1 Produktivitas Penerapan usahatani kopi secara organik menyebabkan penurunan produksi kopi bagi petani sertifikasi. Penggunaan pupuk organik membutuhkan jangka waktu yang lama untuk meningkatkan produksi berbeda dengan pupuk kimia yang mempunyai efek yang cepat dalam meningkatkan produksi kopi. Selain itu, rata- rata petani sertifikasi mulai beralih ke usahatani kopi secara organik pada tahun 2010, sehingga perubahan dari usahatani kopi konvensional ke organik pada mulanya akan menurunkan produksi dan produksi akan kembali naik secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang cukup lama. Produktivitas kopi juga sangat dipengaruhi oleh umur tanaman kopi. Produktivitas kopi semakin menurun sejalan dengan menuanya tanaman kopi. Rata-rata umur tanaman kopi petani sertifikasi dan nonsertifikasi yaitu 20-30 tahun. Menurut Puslitkoka ICCRI produksi kopi optimal pada umur 20-30 tahun adalah 900 kgha. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 24, petani sertifikasi belum mampu mencapai produksi optimal kopi pada tanaman kopi berumur 20-30 tahun, sedangkan petani nonsertifikasi sudah mampu mencapai produktivitas optimal tersebut. Upaya yang dilakukan petani kopi untuk meningkatkan produksi kopi yaitu meregenerasi tanaman kopi dengan melakukan penyambungan batang kopi dan penyulaman. Hal ini didukung penelitian Saragih 2013 mengenai dimensi sosial ekonomi dan lingkungan dalam produksi kopi arabika di Sumatera Utara yang menunjukkan bahwa produktivitas kopi arabika sertifikasi 8 lebih rendah dibandingkan kopi konvensional. Namun harga kopi bersertifikasi yang diterima petani sedikit lebih tinggi 3,57 dari harga kopi konvensional, hal ini berarti petani sertifikasi di Sumatera utara sudah merasakan manfaat berupa perbedaan harga kopi sertifikasi dengan kopi konvensional. Produktivitas lahan dipengaruhi oleh produktivitas kopi, tanaman tumpangsari dan tanaman naungan. Meskipun rata-rata produksi dan jumlah tanaman tumpangsari dan tanaman naungan petani sertifikasi lebih baik dibandingkan petani nonsertifikasi namun hal ini belum mampu untuk meningkatkan produktivitas lahan. Hal ini menandakan bahwa peningkatan penerimaan dari tanaman tumpangsari dan tanaman naungan belum mampu menutupi peningkatan biaya usahatani pada lahan. 2 Harga Kopi Harga suatu komoditas merupakan stimulus bagi petani dalam melakukan usahatani, jika harga suatu komoditas menjanjikan maka petani akan tertarik untuk membudidayakan komoditas tersebut. Berdasarkan Tabel 28 rata-rata harga jual yang diterima petani sertifikasi Tahun 2012 yaitu Rp 14.567kg sedangkan petani nonsertifikasi sebesar Rp 14.067kg. Hasil uji beda menunjukkan bahwa harga kopi yang diterima petani sertifikasi pada Tahun 2012 signifikan lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Hal ini membuktikan bahwa pada tahun pertama sertifikasi INOFICE sudah memberikan manfaat berupa harga jual kopi yang lebih tinggi dari kopi anorganik. Namun, pada tahun kedua dan ketiga program sertifikasi belum memberikan manfaat harga premium, rata-rata harga yang diterima petani sertifikasi dan nonsertifikasi pada tahun kedua dan ketiga tidak berbeda. Hal ini didukung dengan hasil statistik uji beda t yang menunjukkan bahwa petani sertifikasi dan nonsertifikasi menerima harga jual yang sama. Pada tahun kedua dan ketiga berjalannya sertifikasi INOFICE belum memberikan perubahan yang berarti bagi petani sertifikasi. Harga premium atau premium price masih belum dapat dirasakan semua petani sertifikasi. Bahkan pada tahun kedua dan ketiga keuntungan yang diterima baik petani sertifikasi dan nonsertifikasi menurun karena penurunan produksi akibat cuaca ekstrim. Harga jual kopi yang tidak berbeda disebabkan 70 persen petani sertifikasi menjual kopi kepada tengkulak sama seperti petani nonsertifikasi dengan harga yang sama dengan harga kopi biasa. Petani yang menjual kopi kepada tengkulak tidak mendapatkan harga berbeda atas usaha mereka melakukan usahatani kopi yang ramah lingkungan. Petani sertifikasi yang menjual kopi kepada gapoktan memperoleh selisih harga lebih tinggi sebesar Rp 2000,00kg dari harga kopi yang berlaku di daerah tersebut. Selisih harga sebesar Rp 2000,00 merupakan bentuk premium fee yang diberikan atas usaha petani memelihara kopi secara organik sehingga turut menjaga kelestarian lingkungan. Namun karena keterbatasan modal gapoktan tidak dapat menampung seluruh hasil panen kopi petani sertifikasi, sehingga premium fee ini belum bisa dirasakan semua petani sertifikasi. Gapoktan hanya dapat menampung kurang lebih 10 ton biji kopi dari keseluruhan panen kopi petani sertifikasi, sementara rata-rata jumlah panen kopi seluruh petani sertifikasi yaitu sebesar 29,20 ton. Sehingga petani sertifikasi menjual sisa panen kopi yang tidak dapat diserap gapoktan kepada tengkulak atau pengumpul dengan harga yang sama dengan kopi anorganik. Hal ini menandakan bahwa petani sertifikasi belum merasakan manfaat berupa peningkatan harga jual kopi dari adanya program sertifikasi. 3 Biaya Usahatani Perhitungan uji beda biaya usahatani dilakukan untuk melihat apakah biaya yang usahatani yang dikeluarkan petani sertifikasi berbeda dengan biaya usahatani yang dikeluarkan petani nonsertifikasi. Biaya usahatani petani sertifikasi dan nonsertifikasi secara statistik tidak berbeda nyata atau sama. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan usahatani kopi organik yang meminimumkan input dari luar belum mampu menurunkan biaya usahatani kopi, dengan kata lain sertifikasi INOFICE belum mampu memberikan manfaat berupa penurunan biaya produksi pada usahatani kopi. 4 Efisiensi Biaya Pengukuran efisiensi biaya dilakukan untuk melihat besarnya biaya dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram kopi. Semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram kopi maka semakin efisien. Berdasarkan Tabel 28 pada Tahun 2012 dan 2013 rata-rata biaya yang dikeluarkan petani sertifikasi untuk menghasilkan satu kilogram kopi lebih rendah dari petani nonsertifikasi. Artinya rata-rata biaya yang dikeluarkan petani sertifikasi untuk menghasilkan satu kilogram kopi lebih efisien dari biaya yang harus dikeluarkan petani nonsertifikasi. Hal ini juga dibuktikan secara statistik bahwa efisiensi biaya kopi dan efisiensi biaya lahan petani sertifikasi signifikan lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Hasil penelitian ini menandakan bahwa sertifikasi INOFICE pada tahun pertama dan kedua sudah memberikan manfaat berupa peningkatan efisiensi biaya produksi kopi dan efisiensi biaya produksi lahan. Pada tahun 2014 sertifikasi organik INOFICE belum memberikan manfaat berupa peningkatan efisiensi biaya kopi dan efisiensi biaya lahan disebabkan karena gagal panen yang dialami petani. Produksi kopi yang dihasilkan petani Tahun 2014 benar-benar turun drastis, hal ini menyebabkan tingginya biaya produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram kopi. 5 Pendapatan Kopi Rata-rata pendapatan kopi petani sertifikasi dan nonsertifikasi tidak berbeda nyata. Besarnya nilai pendapatan kopi dipengaruhi oleh produktivitas dan biaya usahatani, hasil uji beda pendapatan kopi sejalan dengan hasil uji beda produktivitas dan biaya usahatani kopi yang menunjukkan tidak adanya perbedaan antara petani sertifikasi dan nonsertifikasi. Hal ini menyebabkan pendapatan kopi yang diterima petani baik sertifikasi maupun nonsertifikasi relatif sama. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sertifikasi INOFICE belum dapat meningkatkan pendapatan usahatani kopi bagi petani sertifikasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barham dan Weber 2012 mengenai keberlanjutan ekonomi sertifikasi kopi di Meksiko dan Peru. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan usahatani kopi petani sertifikasi organik di Mexico Oaxaca dan Chiapas US 480.8 lebih rendah dibandingkan pendapatan petani sertifikasi RA US 601 di Peru Junin. 6 Pendapatan Lahan Pada tahun pertama sampai tahun ketiga sertifikasi INOFICE belum memberikan manfaat berupa peningkatan pendapatan lahan bagi petani sertifikasi. Hal ini dibuktikan secara statistik bahwa rata-rata pendapatan lahan petani sertifikasi dan nonsertifikasi pada Tahun 2012-2014 tidak berbeda nyata. Hasil uji beda pendapatan lahan petani sertifikasi dan nonsertifikasi ini sejalan dengan hasil uji beda produktivitas, biaya usahatani dan pendapatan kopi yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan. Penerapan usahatani kopi secara organik yang menggunakan bahan-bahan alami dan meminimumkan penggunaan input dari luar belum mampu meningkatkan pendapatan lahan bagi petani. Hal ini menunjukkan bahwa sertifikasi INOFICE belum memberikan manfaat berupa pendapatan usahatani yang lebih tinggi bagi petani sertifikasi. Secara keseluruhan sertifikasi INOFICE pada Tahun 2012-2014 belum memberikan manfaat ekonomi berupa peningkatan produktivitas, pendapatan dan penurunan biaya usahatani, namun sertifikasi INOFICE sudah memberikan manfaat berupa peningkatan harga kopi pada tahun pertama serta efisiensi biaya kopi dan lahan pada tahun pertama dan kedua. Efisiensi biaya kopi dan lahan petani sertifikasi signifikan lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Hal ini membuktikan bahwa pengeluaran biaya usahatani kopi untuk menghasilkan satu kilogram kopi secara organik lebih efisien dari usahatani kopi konvensional. Hasil uji beda secara statistik menunjukkan bahwa produktivitas, biaya usahatani dan pendapatan petani sertifikasi dan nonsertifikasi selama Tahun 2012-2014 tidak berbeda. Salah satu upaya yang dapat dilakukan petani untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan lahan adalah dengan menanam tanaman naungan dan tumpangsari yang memiliki harga yang menjanjikan seperti tanaman lada, pisang, jengkol, petai, durian, nangka dan lainnya. Penanaman tanaman naungan dan tumpangsari yang bernilai ekonomi tinggi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan lahan bagi petani kopi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fort dan Ruben 2009 dan Oktami 2014. Penelitian Fort dan Ruben 2009 yang meneliti 180 petani sertifikasi kopi fair trade di Peru menunjukkan bahwa 12 petani tidak mengetahui keberadaan harga premium fair trade dan 77 persen petani menyatakan belum menerima manfaat dari adanya premium tersebut. Petani yang belum merasakan manfaat dari adanya harga premium fair trade di daerah Ubriki sebanyak 98 persen dan di daerah La florida sebanyak 48 persen. Sedangkan hasil penelitian Oktami 2014 menunjukkan bahwa Sertifikasi Rainforest Alliance RA belum dapat meningkatkan produktivitas kopi, efisiensi biaya kopi dan pendapatan kopi petani sertifikasi, namun sertifikasi RA memberikan manfaat peningkatan produktivitas dan pendapatan lahan serta peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya usahatani kopi bagi petani sertifikasi.

b. Manfaat Ekonomi Sertifikasi INOFICE Rata-rata Selama Tahun

2012-2014 Perhitungan manfaat sertifikasi INOFICE selain dilakukan per tahun juga dilakukan secara rata-rata atau keseluruhan selama tiga tahun terakhir. Adapun hasil uji beda rata-rata produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya dan pendapatan disajikan dalam Tabel 29. Tabel 29. Hasil uji beda produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya dan pendapatan usahatani kopi Rata-rata selama Tahun 2012-2014 di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat Indikator Petani sertifikasi Petani Nonsertifikasi Uji beda t df=58 t hitung t tabel α=0,05 t tabel α=0,10 1. Produktivitas kgha a. Produktivitas kopi 884,27 915,62 0,090 1,671553 1,296319 b. Produktivitas lahan 1148,66 1112,45 0,969 2. Harga kopi Rpkg 17.155,56 16.716,67 1,554 3. Biaya Usahatani Rpha a. Biaya Usahatani kopi 9.025.464,68 10.195.171,84 0,764 b. Biaya usahatani lahan 9.605.814,57 10.765.930,91 0,713 4. Efisiensi Biaya Rpkg a. Efisiensi biaya kopi 12.171,69 15.326,50 1,396 b. Efisiensi biaya lahan 9.029,24 10.156,95 0,860 5. Pendapatan kopi Rpha

a. atas biaya total

6.561.607,97 5.730.570,74 0,504 b. atas biaya tunai 11.677.443,98 11.176.093,29 0,345 6. Pendapatan lahan Rpha

a. atas biaya total

10.498.533,72 8.481.681,85 0,850

b. atas biaya tunai

16.006.615,99 14.323.739,05 0,682 Keterangan: signifikan pada taraf kepercayaan 90 Berdasarkan Tabel 29 nilai t hitung efisiensi biaya kopi lebih besar dari t tabel α=0,10 sehingga keputusan yang diambil yaitu tolak Ho. Artinya efisiensi biaya kopi petani sertifikasi signifikan lebih tinggi dari petani nonsertifikasi, sedangkan produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya lahan dan pendapatan antara petani sertifikasi dan nonsertifikasi tidak berbeda nyata. Hal ini ditunjukkan dari nilai t hitung yang lebih kecil dari t tabel α=0,05 dan α=0,10 sehingga keputusan yang diambil yaitu terima Ho. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil uji beda manfaat ekonomi yang dilakukan per tahun yang menunjukkan bahwa efisiensi biaya kopi dan lahan petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Hal ini membuktikan bahwa secara keseluruhan sertifikasi INOFICE sudah memberikan manfaat berupa biaya produksi per kilogram kopi yang lebih efisien bagi petani sertifikasi. Berdasarkan hasil penelitian permasalahan utama pada pemasaran kopi organik yaitu harga kopi yang tidak berbeda dari kopi biasa. Premium price belum dapat dirasakan oleh semua petani sertifikasi. Aturan kepastian harga perlu ditegaskan dalam program sertifikasi sehingga petani dapat merasakan manfaat berupa harga yang lebih tinggi dari kopi biasa atas usahanya melakukan usahatani kopi yang berwawasan lingkungan. Oleh sebab itu diharapkan bagi pemerintah untuk segera merancang dan mengeluarkan aturan mengenai jaminan kepastian harga mengenai komoditas bersertifikat. Kebijakan ini ditujukan supaya petani yang sudah mendapat sertifikasi mendapatkan harga yang lebih baik dari harga kopi biasa. Selain itu, agar gapoktan dapat menampung seluruh panen kopi petani sertifikasi maka gapoktan perlu meningkatkan modal usaha. Rata-rata jumlah produksi kopi petani sertifikasi per tahun adalah ± 29,20 ton. Gapoktan membeli kopi dengan selisih harga Rp 2000,00 dari harga kopi di daerah penelitian. Upaya yang dapat dilakukan gapoktan untuk meningkatkan modal adalah dengan menjalin kemitraan dengan lembaga pemasaran kopi seperti eksportir agar dapat menyerap seluruh hasil produksi kopi petani sertifikasi. Peningkatan modal usaha bagi gapoktan juga dapat melalui kemitraan dengan lembaga perbankan. Adanya kemitraan dengan lembaga perbankan diharapkan dapat membantu memberikan akses kredit bagi gapoktan dan kepada pemerintah daerah diharapkan dapat membantu permasalahan modal bagi gapoktan untuk meningkatkan kapasitas gapoktan sebagai lembaga pemasaran dan agroindustri pengolahan.

c. Nilai Tambah value added

Kopi organik yang dihasilkan petani sertifikasi dijual kepada gapoktan dan pedagang pengumpul. 30 persen petani sertifikasi menjual kopi ke gapoktan dan sisanya 70 persen dijual kepada tengkulak. Kopi organik yang dijual ke gapoktan selanjutnya akan diolah menjadi kopi bubuk organik. Gapoktan hanya dapat mengolah 34,25 persen atau 10 ton biji kopi dari jumlah produksi petani sertifikasi yang mencapai 29,20 ton. Pengolahan biji kopi organik menjadi kopi organik ini ditujukan untuk meningkatkan harga jual kopi organik. Adanya pengolahan berupa perubahan bentuk dari biji kopi beras menjadi kopi bubuk akan memberikan nilai tambah yang pada akhirnya dapat memberikan keuntungan bagi petani. Keadaan ini berbeda dengan petani nonsertifikasi, kopi yang dihasilkan petani nonsertifikasi dijual kepada pedagang pengumpul dan tidak dilakukan pengolahan menjadi kopi bubuk seperti kopi organik. Pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk dikelola oleh Gapoktan Hulu Hilir yang sudah berdiri sejak tahun 2005 namun untuk pengolahan kopi bubuk organik baru