MANFAAT SERTIFIKASI INDONESIAN ORGANIC FARM CERTIFICATION (INOFICE) TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI ORGANIK DI KECAMATAN AIR HITAM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(1)

ABSTRACT

THE BENEFITS OF INDONESIAN ORGANIC FARM CERTIFICATION (INOFICE) TOWARD THE SUSTAINABILITY OF ORGANIC COFFEE

FARMING IN AIR HITAM SUB DISTRICT OF WEST LAMPUNG REGENCY

By

Meri Fatmalasari

Consumer’s awareness about high grade and eco-labeling product gave occasion to increasing demand of organic product that certified by certification organization. The purposes of this research were to analyze the benefits of INOFICE organic certification toward the sustainability of coffee farming on the economic, environmental and social dimension sides. The research was conducted in Air Hitam Sub District of West Lampung Regency. The research samples were 30 farmers of each certified and noncertified farmers that was chosen by census for certified farmers and purposive sampling for noncertified farmers. The Data was collected in April to May 2015. The economic benefits was analyzed by comparing the productivity, cost efficiency, income between the certified and noncertified farmers using t test. The added value was analyzed by Hayami method. The sustainability comparation of organic and inorganic coffee farming was valued by the practice of coffee cultivation and was analyzed by

Mann Whitney u test. The result showed that INOFICE organic certification in Air Hitam Sub district has been conducted since 2012. On economic side, there were no differences of productivity, coffee price, farming cost, and income between certified and noncertified farmers; however, the cost efficiency of certified farmers was higher than noncertified farmers. The added value of the processing of organic coffee powder was Rp22.116,67/kg. The practice of certified farmer coffee cultivation more sustainable in economic, environmental and social than noncertified farmers.


(2)

MANFAAT SERTIFIKASI INDONESIAN ORGANIC FARM CERTIFICATION (INOFICE) TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI ORGANIK DI KECAMATAN AIR HITAM

KABUPATEN LAMPUNG BARAT Oleh

Meri Fatmalasari

Kesadaran konsumen tentang produk yang bermutu dan ramah lingkungan menyebabkan meningkatnya permintaan produk organik yang dijamin oleh lembaga sertifikasi. Penelitian bertujuan untuk menganalisis manfaat sertifikasi organik INOFICE terhadap keberlanjutan usahatani kopi ditinjau dari dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial. Penelitian dilakukan di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat. Sampel penelitian ini terdiri dari masing-masing 30 petani sertifikasi dan nonsertifikasi yang diambil secara sensus untuk petani sertifikasi dan purposive sampling untuk petani nonsertifikasi. Pengambilan data dilakukan pada bulan April sampai Mei 2015. Manfaat ekonomi dianalisis dengan membandingkan produktivitas, efisiensi biaya dan pendapatan antara petani sertifikasi dan nonsertifikasi melalui uji beda t. Analisis nilai tambah dilakukan dengan Metode Hayami. Perbandingan keberlanjutan usahatani kopi organik dan anorganik dilihat dari praktik budidaya kopi yang dianalisis dengan uji Mann Whitney u test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertifikasi INOFICE di Kecamatan Air Hitam dilaksanakan sejak Tahun 2012 dan secara ekonomi tidak terdapat perbedaan produktivitas, harga jual kopi, biaya usahatani dan pendapatan petani sertifikasi dan nonsertifikasi, namun efisiensi biaya petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Nilai tambah pengolahan kopi bubuk organik adalah Rp22.116,67/kg. Praktik budidaya kopi yang dilakukan petani sertifikasi lebih berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan dan sosial dibandingkan dengan petani nonsertifikasi.


(3)

MANFAAT SERTIFIKASI INDONESIAN ORGANIC FARM CERTIFICATION (INOFICE) TERHADAP KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI ORGANIK DI KECAMATAN AIR HITAM

KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(Skripsi)

Oleh

Meri Fatmalasari

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 14

1. Usahatani Kopi ... 14

2. Pertanian Organik ... 16

a. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik ... 17

b. Pertanian Organik Sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan ... 18

3. Sertifikasi Organik ... 20

4. Standar Organik Menurut INOFICE ... 22

5. Pendapatan Usahatani ... 26

6. Efisiensi Biaya ... 26

7. Nilai Tambah (Value Added) ... 28

8. Penelitian Terdahulu ... 29

B. Kerangka Pemikiran ... 33

C. Hipotesis ... 35

III.METODELOGI PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 38

B.Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 38


(5)

D.Jenis Dan Metode Pengambilan Data ... 44

E. Metode Analisis Data ... 44

1. Metode Analisis Manfaat Ekonomi ... 44

2. Metode Analisis Manfaat Lingkungan ... 56

3. Metode Analisis Manfaat Sosial ... 58

4. Metode Analisis Manfaat Sertifikasi terhadap Keberlanjutan Usahatani Kopi ... 61

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat ... 63

B. Kecamatan Air Hitam ... 65

C. Sertifikasi INOFICE ... 68

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karateristik Responden ... 74

1. Umur ... 74

2. Pendidikan ... 75

3. Pengalaman Berusahatani ... 76

4. Pekerjaan Sampingan ... 76

5. Luas Lahan ... 77

6. Status Kepemilikan Lahan ... 78

7. Umur Tanaman Kopi ... 79

8. Tanaman Naungan dan Tanaman Tumpangsari ... 81

B. Analisis Usahatani ... 83

1. Penggunaan Input Produksi dan Biaya Usahatani ... 84

a. Penggunaan Bibit Penyulaman dan Pupuk ... 84

b. Penggunaan Pestisida dan Herbisida ... 87

c. Penggunaan Tenaga Kerja ... 89

2. Biaya usahatani kopi... 90

3. Produksi, Produktivitas dan Penerimaan ... 93

a. Produksi, Produktivitas dan Penerimaan Kopi ... 93

b. Produksi, Produktivitas dan Penerimaan Lahan ... 94

4. Analisis Pendapatan... 96

a. Analisis Pendapatan Kopi... 97

b. Analisis Pendapatan Lahan ... 99

C. Manfaat Sertifikasi INOFICE Terhadap Kerberlanjutan Usahatani Kopi organik ... 102

1. Manfaat Ekonomi ... 103

a. Manfaat Ekonomi Sertifikasi INOFICE Tahun 2012-2014 103 b. Manfaat Ekonomi Sertifikasi INOFICE (Rata-rata selama Tahun 2012-2014) ... 112


(6)

c. Nilai Tambah ... 114

d. Manfaat dalam Penerapan Usahatani Kopi yang Berkelanjutan Secara Ekonomi ... 120

2. Manfaat Lingkungan ... 123

3. Manfaat Sosial ... 129

4. Kerberlanjutan Usahatani Kopi Organik di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat ... 135

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 140

2. Saran ... 141

DAFTAR PUSTAKA... ... 142


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Volume dan nilai ekspor kopi Lampung tahun 2008-2013... 2 2. Perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas kopi

Kabupaten Lampung Barat tahun 2008-2013 ... 7 3. Luas areal, produksi dan produktivitas kopi per kecamatan

Kabupaten Lampung Barat Tahun 2013 ... 43 4. Analisis nilai tambah metode Hayami ... 51 5. Indikator penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan

secara ekonomi ... 52 6. Indikator penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan

secara lingkungan ... 56 7. Indikator penilaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan

secara sosial ... 59 8. Jumlah penduduk menurut kelompok umur per pekon di

Kecamatan Air Hitam tahun 2013 ... 66 9. Luas areal tanaman perkebunan (ha) per pekon di

Kecamatan Air Hitam tahun 2013 ... 67 10.Sebaran petani kopi menurut umur di Kecamatan

Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 74 11. Sebaran petani menurut tingkat pendidikan di Kecamatan

Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 75 12. Sebaran petani kopi menurut pengalaman berusahatani di

Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 76 13. Sebaran petani kopi menurut jenis pekerjaan sampingan di


(8)

14. Sebaran petani kopi menurut luas lahan di Kecamatan

Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 78 15. Sebaran petani kopi menurut status kepemilikan lahan di

Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 79 16. Sebaran petani kopi menurut umur tanaman kopi di

Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 80 17. Rata-rata jumlah tanaman naungan dan tumpang sari

petani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 81 18. Rata-rata penggunaan bibit, pupuk kandang dan pupuk kimia

usahatani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 . 85 19. Rata-rata penggunaan pestisida dan herbisida pada

usahatani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 87 20. Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahtani kopi di

Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 89 21. Rata-rata biaya tunai usahatani kopi di Kecamatan

Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 91 22. Rata-rata biaya diperhitungkan usahatani kopi di Kecamatan

Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 92 23. Rata-rata produksi, produktivitas dan penerimaan kopi di

Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 93 24. Rata-rata produksi, harga dan penerimaan tumpang sari dan

naungan petani kopi di Kecamatan Air Hitam

Lampung Barat 2015 ... 95 25. Rata-rata penerimaan dan produktivitas lahan di Kecamatan

Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 96 26. Rata-rata pendapatan kopi usahatani kopi di Kecamatan

Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 97 27. Rata-rata pendapatan lahan usahatani kopi di Kecamatan

Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 100 28. Hasil uji beda t produktivitas, harga kopi, biaya usahatani,

efisiensi biaya dan pendapatan usahatani kopi Tahun 2012-2014


(9)

29. Hasil uji beda t produktivitas, harga kopi, biaya usahatani, efisiensi biaya dan pendapatan usahatani kopi (rata-rata selama

Tahun 2012-2014) di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat ... 112 30. Penggunaan tenaga kerja dalam pengolahan kopi bubuk organik

per bulan ... 115 31.Penggunaan bahan baku penunjang produksi kopi

bubuk organik per bulan ... 116 32.Penyusutan mesin pengolah dalam produksi kopi

bubuk organik per bulan ... 117 33.Hasil analisis nilai tambah pengolahan kopi bubuk organik

dengan Metode Hayami (per bulan)... 117 34.Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator penilaian praktik

usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara ekonomi ... 121 35.Hasil uji Mann Whitney u test indikator penilaian praktik

usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara ekonomi ... 122 36.Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator penilaian praktik

usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara lingkungan ... 124 37.Hasil uji Mann Whitney u test indikator penilaian praktik

usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara lingkungan ... 127 38.Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator penilaian praktik

usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara sosial... 131 39.Hasil uji Mann Whitney u test indikator penilaian praktik

usahatani kopi organik yang berkelanjutan secara sosial... 132 40.Rata-rata nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi,

lingkungan dan sosial usahatani kopi di Kecamatan

Air Hitam Lampung Barat 2015 ... 136 41.Keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan lingkungan


(10)

(11)

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Fatjeri (Alm) dan Ibu Masripah. Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1993.

Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD Negeri 01 Gedung Sari Tahun 2004, tingkat SLTP di SMPN 01 Anak Ratu Aji pada Tahun 2007 dan tingkat SLTA di SMAN 03 Kotabumi Tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Jurusan Agribisnis Fakultas

Pertanian Unila pada Tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tunggul Pawenang Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu. Praktik umum penulis dilakukan di PT Huma Indah Mekar Tulang Bawang Barat. Semasa kuliah penulis pernah menjadi surveyor pada survei konsumen Bank Indonesia periode Oktober-Desember 2014 dan mahasiswa pendamping program UPSUS P2 Pajale selama dua periode di Kecamatan Abung Surakarta dan Abung Tengah Kabupaten Lampung Utara. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk beberapa mata kuliah antara lain Asisten Dasar-Dasar


(13)

genap Tahun 2014/2015, Asisten Dasar-Dasar Akutansi semester ganjil Tahun 2013/2014, Asisten Sosiologi Pertanian semester ganjil Tahun 2014/2015, Asisten Pengantar Ilmu Ekonomi semester ganjil dan genap Tahun 2014/2015, Asisten Ekonometrika semester ganjil 2014/2015 dan Asisten Ekonomi Sumber Daya Alam (ESDA) semester genap Tahun 2014/2015.

Penulis juga aktif dalam organisasi Himaseperta (Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian) sebagai anggota bidang I pengembangan akademik. Penulis juga pernah menjadi mentor dalam Forum Ilmiah Mahasiswa untuk mata kuliah fisika.


(14)

SANWACANA

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manfaat Indonesian Organic Farm Certification (INOFICE) Terhadap Keberlanjutan Usahatani Kopi Organik Di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat”. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah

memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun, yaitu:

1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M. S selaku pembimbing pertama dan ketua jurusan Agribisnis atas bimbingan, saran, arahan, nasihat dan waktu yang diberikan. Terima kasih atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Novi Rosanti, S.P, M.EP, selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan, saran, arahan, nasihat dan waktu yang diluangkan. Terima kasih atas kesabarannya dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S, selaku dosen pembahas sekaligus reviewer jurnal yang bersedia memberikan saran, arahan dan kritik guna penyempurnaan skripsi ini.


(15)

menyelesaikan skripsi ini.

5. Keluargaku Papi Fatjeri (Alm) dan Mami Masripah, serta adik-adikku Melisa Fintasari, Marina Frendinasari dan Jullia Fradian Sari, terima kasih atas

dukungan, semangat, motivasi dan do’a yang selalu kalian berikan. “Kalian selalu membuatku yakin bahwa aku bisa.”

6. Bapak Suparyoto dan Bapak Sumaryanto selaku pengurus Gapoktan Hulu Hilir yang telah memberikan tempat tinggal dan membantu penulis selama penelitian. 7. Mba Eci selaku PPL di Kecamatan Air Hitam, terima kasih atas bantuan dan

informasi yang diberikan kepada penulis.

8. Ir. Eka Kasymir selaku pembimbing akademik atas nasihat dan arahan yang diberikan pada penulis.

9. Prof.Dr.Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si, selaku dekan Fakultas Pertanian Universistas Lampung.

10.Om Burhan dan Umah Eli serta Pa’uda Herwanto dan Tanti Rotena, terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan pada penulis.

11.Seluruh dosen, karyawan dan staf jurusan Agribisnis.

12.Sahabat-sahabatku, Ari Nurjayanti, Ayu Vidyaningrum, Deti Destiani dan Ni Wayan Putriasih atas semangat, motivasi, do’a dan pengalaman berbagi ilmu yang kalian berikan. Terima kasih atas kebersamaan dan cerita yang tercipta bersama kalian.


(16)

13.Keluarga besar Agribisnis 2011, Aldino, Anna, Juwita, Mariyana, Faisal, Yuliandi, Moriska, Tunjung, Ica, Eni, Sartika, Aprilia, Elsa, Chira, Emalia, Adiguna G, Intan, Dian M, Zia, Sonya, Namira, Maya, Feby, Winda, Asih, Dian Ika, Mba Tri, Wulan dan seluruh teman-teman Agribisnis 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

14.Kakak tingkat 2010 dan adik tingkat 2012 atas pengalaman berbagi mengenai skripsi.

15.Almamater tercinta dan seluruh pihak yang membantu proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis,


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian berperan besar terhadap PDB Indonesia. Sumbangsih sektor pertanian pada tahun 2013 terhadap PDB Indonesia adalah 14,43% (Badan Pusat Statistik, 2014). Hal ini menandakan sektor pertanian cukup tinggi berkontribusi dalam peningkatan devisa negara, pembanguanan daerah dan penyediaan lapangan pekerjaan. Salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi besar terhadap PDB Indonesia adalah subsektor perkebunan. Ekspor komoditi pekebunan pada tahun 2013 sebesar 17,4% terhadap PDB pertanian. Pada triwulan III 2013 perolehan devisa hasil ekspor subsektor perkebunan mencapai 18,47 miliar dolar AS yang berasal dari komoditas sawit, karet, kakao dan kopi(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013a).

Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Negara Indonesia. Indonesia tercatat sebagai produsen kopi terbesar ke empat setelah Brazil, Vietnam dan Columbia dengan produksi mencapai 748.000 ton atau 6,6 % dari total produksi kopi dunia (International coffee organization, 2013). Menurut data Badan Pusat Statistik (2013) volume ekspor kopi nasional selama tahun 2013 mencapai 534.000 ton dengan nilai ekspor 1,17 miliar dolar Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut 65% volume ekspor kopi nasional berasal dari Lampung


(18)

dengan nilai eskpor sebesar 54,70% terhadap nilai ekspor kopi nasional. Volume dan nilai ekspor kopi Lampung disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Volume dan nilai ekspor Kopi Lampung tahun 2008-2013

Tahun Volume (kg) Perkembangan

(%) Nilai (US $)

Perkembangan (%) 2008 303.680.343 586.561.755

2009 342.313.502 0,127 475.360.872 -0,234 2010 261.969.874 -0,235 392.619.755 -0,211 2011 197.466.201 -0,246 417.007.101 0,058 2012 247.201.772 0,252 519.823.006 0,198 2013 378.261.119 0,530 709.194.757 0,267 Rata-rata 268.474.013 0,086 484.341.028 0,016

Sumber: BPD AEKI Lampung, 2014a

Pada tahun 2013 volume ekspor Kopi Lampung meningkat cukup tinggi dari tahun sebelumnya, hal ini disebabkan oleh peningkatan produktivitas kopi di daerah sentra-sentra penghasil kopi di Lampung dan daerah lain yang mengekspor kopi melalui Lampung seperti Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi.

Peningkatan volume ekspor ini juga diikuti dengan peningkatan nilai ekspor, namun sayangnya tidak diikuti dengan kenaikan harga ekspor kopi Lampung. Setelah mengalami kenaikan harga pada 2009-2011, harga ekspor dan harga petani kopi Lampung mengalami penurunan sampai tahun 2013. Pekembangan harga ekspor dan harga petani kopi lampung tersaji pada Gambar 1.

Perkembangan harga ekspor dan harga kopi di tingkat petani pada tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami penurunan, namun disisi lain konsumsi kopi dunia terus meningkat. Pada tahun 2012 perkembangan konsumsi kopi dunia


(19)

Peningkatan konsumsi kopi dunia merupakan peluang bagi petani kopi Lampung untuk meningkatkan produksi dan volume ekspor. Berdasarkan data Dirjen Perkebunan (2013b) Lampung merupakan peringkat kedua terbesar penghasil kopi di Indonesia, 22,63% dari total produksi kopi di Indonesia berasal dari Lampung.

Gambar 1. Perkembangan harga ekspor dan harga di tingkat petani kopi Lampung (USD/Kg) tahun 2008-2013

Sumber: BPD AEKI Lampung, 2014b

Provinsi Lampung sebagai salah satu sentra produksi kopi di Indonesia

mempunyai peluang yang sangat besar dalam perdagangan kopi dunia. Saat ini perdagangan kopi dunia perlahan-lahan telah bergeser kearah perdagangan kopi bersahabat lingkungan atau kopi spesialti (speciality coffee) misalnya kopi

organik, kopi konservasi atau kopi yang memiliki indikasi geografis. Peningkatan permintaan tersebut disebabkan oleh adanya perubahan pola atau gaya hidup konsumen kopi dunia yang lebih mengutamakan kesehatan dan kelestarian lingkungan. Pasar kopi Internasional menghendaki kopi yang dipasarkan memiliki jaminan keamanan pangan (food safety attributes), kandungan nutrisi

0 0,5 1 1,5 2 2,5

2008 2009 2010 2011 2012 2013

USD/k

g

Harga Ekspor Kopi Lampung (USD/kg) Harga Tingkat Petani (USD/kg)


(20)

tinggi (nutritional attributes) dan dibudidayakan dengan memperhatikan

lingkungan (eco-labelling attributes). Standar lingkungan dan sosial dalam proses budidaya kopi merupakan bagian dari standar mutu dalam perdagangan kopi.

Kopi merupakan salah satu produk yang distandarisasi. Perdagangan kopi harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh badan standarisasi pemerintah maupun buyers di pasar kopi internasional. Masing-masing negara konsumen kopi memiliki standar mutu yang berbeda. Pemenuhan standar mutu ini sangat penting karena bila tidak memenuhi standar mutu yang diinginkan oleh negara tujuan, maka kopi dapat ditolak atau reject. Sebagai contoh pada tahun 2012 Jepang menolak 10 kontainer yang berisi 200 ton kopi Indonesia karena dianggap melebihi batas maksimum residu. Kopi Indonesia dianggap mengandung unsur aktif pestisida isocarab dan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan. Jepang menemukan kopi Indonesia melebihi ambang batas residu herbisida antara 0,5-0,7, sedangkan standar negara Jepang untung batas residu carbary sebesar 0,1 % part per billion (Tempo, 18 September 2012). Penolakan ini merupakan pembelajaran bahwa untuk dapat bertahan dalam perdagangan kopi dunia maka petani dan seluruh pelaku dalam perdangan kopi harus memenuhi standar mutu negara tujuan ekspor kopi dengan menghasilkan kopi yang memenuhi standar keamanan pangan dan ramah lingkungan.

Pemenuhan standar mutu negara konsumen kopi ini diwujudkan dalam

pengembangan usahatani kopi yang berkelanjutan melalui pertanian kopi organik. Pertanian organik merupakan praktik budidaya tanaman tanpa menggunkan bahan kimia sintetis dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Menurut Mayrowani


(21)

(2012) kesadaran tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian menjadikan pertanian organik menarik perhatian baik di tingkat produsen maupun konsumen. Konsumen yang sadar akan dampak bahan kimia sintetis bagi kesehatan akan memilih bahan pangan yang aman bagi

kesehatan dan ramah lingkungan, sehingga mendorong meningkatnya permintaan produk organik. Pola hidup sehat yang akrab lingkungan telah menjadi trend baru dan telah melembaga secara internasional yang yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus aman dikonsumsi, sehat dan ramah lingkungan. Begitu pula dengan konsumen kopi dunia yang menaruh perhatian lebih pada kopi organik karena lebih sehat dan aman dikonsumsi. Dari aspek lingkungan,

pengembangan usahatani kopi secara organik memberi manfaat bagi kesehatan tanah dan organisme serta menjaga keseimbangan ekologis dengan menghindari penggunaan bahan-bahan kimia sintetis dalam proses produksi. Kopi yang dihasilkan secara organik lebih baik dibandingkan kopi anorganik. Kelebihan kopi organik yaitu lebih menyehatkan karena tidak mengandung pestisida dan bahan kimia sintetis yang berbahaya bagi tubuh dan kesehatan manusia. Kopi organik juga dipercaya memiliki rasa yang lebih lezat dibandingkan kopi biasa. Cita rasa yang dimiliki kopi organik lebih murni, sedap dan alami dan yang terpenting adalah kopi yang dihasilkan secara organik lebih ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan.

Sebagai bukti dan jaminan bahwa kopi yang dihasilkan telah menerapkan praktik-praktik pertanian berkelanjutan atau pertanian organik maka usahatani kopi harus mendapat sertifikasi dari lembaga sertifikasi internasional maupun nasional. Program sertifikasi kopi ditujukan untuk memberikan jaminan pada produsen dan


(22)

konsumen. Adanya program sertifikasi kopi bagi produsen diharapkan dapat memberikan jaminan untuk mempertahankan pasar, sedangkan dari sisi konsumen sertifikasi kopi memberikan jaminan bahwa kopi yang dihasilkan telah memenuhi standar sertifikasi dan dibudidayakan dengan memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Adapun macam-macam sertifikasi yang diberikan lembaga

internasional yaitu Sertifikasi Organik, Sertifikasi Rainforest Alliance, Sertifikasi

Fair Trade And Shadegrower, Bird Friendly, UTZ Kapeh, Starbuck CAFÉ dan

Sustainable Agriculture Information (SAI) Platform. Di Indonesia terdapat 7 (tujuh) lembaga sertifikasi organik antara lain LSPO Sucofindo, Mutu Agung Lestari, INOFICE, Biocert, LSPO Sumatera Barat, Lesos dan LSPO Persada. Salah satu lembaga sertifikasi organik yang digunakan oleh petani kopi di Lampung adalah INOFICE (Indonesian organic farm certification). INOFICE merupakan lembaga sertifikasi organik yang berada di bawah naungan Yayasan Peduli Organik Madani. Pelaksanaan sertifikasi organik INOFICE mengacu pada SNI 01-6729-2013 mengenai sistem pertanian organik.

Sertifikasi organik merupakan bentuk penjaminan bahwa suatu produk diproses dan diolah berdasarkan standar dan prinsip-prinsip pertanian organik yang

digunakan oleh lembaga sertifikasi. Untuk memperoleh sertifikasi organik pelaku usaha tidak hanya harus menjalankan proses budidaya dan pengolahan sesuai standar organik, tetapi dalam proses budidaya tersebut harus memperhatikan aspek lingkungan dan hak-hak sosial para pelaku organik. Sertifikasi kopi organik tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan seperti sertifikasi lainnya. Sertifikasi organik lebih menekankan pada pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan menerapkan praktik budidaya baik untuk


(23)

meningkatkan produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan. Pada prinsipnya sertifikasi kopi organik dilakukan dengan mengedepankan standar proses produksi mulai dari pembibitan, persiapan lahan, pemeliharaan kebun, pengolahan pasca panen, sampai dengan penyimpanan di gudang eksportir, importir dan pabrikan (Mawardi, 2009).

Petani kopi lampung yang telah mendapatkan sertifikasi kopi organik dari INOFICE yaitu petani kopi di daerah Kabupaten Lampung Barat. Kabupaten Lampung Barat merupakan sentra utama penghasil kopi di Provinsi Lampung. Luas areal perkebunan kopi di Lampung Barat pada tahun 2013 mencapai 53.560 ha dengan produktivitas sebesar 0,898 ton/ha. Produksi kopi di Lampung Barat cenderung berfluktuasi karena adanya pengaruh cuaca ekstrim pada saat

pembungaan kopi. Data perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas kopi Kabupaten Lampung Barat tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas kopi Kabupaten Lampung Barat tahun 2008-2013

Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2008 53.319 23.992 0,450

2009 53.355 42.182 0,791

2010 53.357 55.582 1,042

2011 53.375 24.901 0,467

2012 53.409 57.336 1,074

2013 53.560 48.099 0,898

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Barat 2014a

Saat ini pola budidaya kopi di Lampung Barat telah diarahkan menuju pertanian yang berwawasan lingkungan seperti pertanian kopi organik atau kopi lestari.


(24)

Sertifikasi kopi organik diharapkan dapat meningkatkan mutu kopi yang pada akhirnya dapat menaikkan daya saing kopi Lampung di pasar internasional serta mampu memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan bagi petani kopi organik di Kabupaten Lampung Barat.

B. Perumusan Masalah

Sertifikasi organik merupakan sertifikasi yang diberikan pada suatu produk yang diproduksi dengan menggunakan bahan-bahan alami dan menghindari bahan kimia sintetis serta memperhatikan isu kelestarian lingkungan. Sertifikasi kopi organik lebih menekankan pada lingkungan, produktivitas dan standar proses. Praktik budidaya kopi secara organik merupakan salah satu cara untuk

menerapkan konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) sehingga kelestarian lingkungan dapat terjaga.

Sertifikasi organik INOFICE mewajibkan petani untuk melakukan usahatani kopi secara organik sesuai standar SNI. Praktik budidaya kopi secara organik

dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan alami sebagai input produksi. Penggunaan bahan-bahan alami sebagai input produksi akan menekan biaya produksi kopi karena tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Minimisasi input produksi dari luar selain ditujukan untuk mencegah degradasi lahan dan lingkungan juga ditujukan untuk meningkatkan efisiensi biaya dalam usahatani kopi. Efisiensi biaya akan meningkatkan besarnya manfaat bersih yang diterima oleh petani kopi. Budidaya kopi secara organik juga diharapkan mampu

meningkatkan produktivitas kopi sehingga memberikan manfaat lebih besar bagi petani.


(25)

Harga kopi yang sudah tersertifikasi umumnya lebih tinggi dari kopi yang dihasikan petani nonsertifikasi. Perbedaan harga ini disebut sebagai premium

price (harga premium). Berdasarkan penelitian Mujiburraman (2011) harga kopi organik di Kabupaten Aceh Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan harga kopi anorganik. Adanya perbedaan harga dan peningkatan efisiensi biaya dan produksi akan meningkatkan pendapatan petani kopi.

Selain menjual kopi dalam bentuk biji kopi beras, petani kopi organik juga memasarkan kopi dalam bentuk kopi bubuk organik. Pengolahan biji kopi organik menjadi bubuk kopi organik merupakan salah satu tujuan untuk

meningkatkan nilai tambah suatu produk dipasaran. Dengan adanya pengolahan akan memberikan nilai yang lebih besar dari suatu produk jika dibandingkan dengan menjual kopi dalam bentuk biji kopi. Untuk melihat besarnya manfaat ekonomi yang diterima petani secara keseluruhan dari program sertifikasi perlu dilakukan penelitian apakah sertifikasi dapat memberikan manfaat ekonomi berupa peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan dan nilai tambah pengolahan kopi organik.

Penerapan sertifikasi organik INOFICE akan memberikan dampak bagi petani kopi baik secara sosial maupun lingkungan. Penilaian manfaat sosial dan

lingkungan ini melalui indikator-indikator dalam pertanian organik yang mengacu pada SNI 01-6729-2013. SNI 01-6729-2013 merupakan standar acuan tentang sistem pertanian organik yang memuat tentang tata cara budidaya, pemeliharaan, pengolahan dan penyimpanan, serta tata cara sertifikasi produk organik oleh lembaga sertifikasi organik. Prinsip-prinsip pertanian organik dalam SNI meliputi


(26)

tata cara produksi, penggunaan dan pembuatan input produksi, pengendalian hama, penyakit dan gulma serta pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan pelabelan. Tata cara budidaya meliputi persiapan lahan melalaui pengolahan tanah dengan tidak merusak lingkungan, penggunaan input produksi yang berasal dari bahan-bahan alami seperti pupuk hijau, penanaman tanaman naungan dan tanaman tumpang sari dan yang terpenting pelaksanaan pertanian organik harus bebas dari bahan kimia sintetis. Standar SNI sangat menekankan pada standar proses pertanian organik karena keorganikan suatu produk sangat ditentukan oleh bagaimana produk tersebut dihasilkan.

Praktik usahatani kopi yang dilakukan secara organik akan meningkatkan daya dukung lingkungan bila dibandingkan dengan usahatani kopi anorganik. Usahatani kopi anorganik atau biasa disebut usahatani kopi konvensional tidak mengedepankan aspek keberlanjutan secara lingkungan maupun sosial. Praktik usahatani kopi konvensional menggunakan bahan kimia sintetis untuk

meningkatkan produksi. Pada budidaya kopi intensif frekuensi pemupukan pupuk kimia cukup tinggi. Selama ini pola pikir petani telah terjebak dalam peningkatan produksi melalui pupuk kimia. Pengelolaan hama, penyakit dan gulma dilakukan dengan pestisida, herbisida dan bahan-bahan kimia lainnya. Proses pengeringan (penjemuran) pada usahatani kopi konvensional dilakukan di tanah tanpa alas, penjemuran kopi di tanah ini mempengaruhi mutu kopi karena aroma tanah yang menembus ke dalam kopi.

Usahatani kopi organik yang dilakukan oleh petani di Lampung Barat dilakukan dengan pemanfaatan sumberdaya organik sebagai input produksi. Pemupukan


(27)

yang dilakukan menggunakan sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang. Sistem pengendalian hama, gulma dan penyakit dilakukan dengan cara mekanik atau fisik dengan membersihkan lahan dan menggunakan bahan organik yang berasal dari tanaman atau organisme. Cara pengolahan kopi yang dihasilkan dilakukan dengan pengeringan pada lantai semen atau terpal untuk menjaga kebersihan dan mencegah masuknya aroma tanah dalam kopi. Kopi yang dihasilkan petani bebas dari bahan kimia sintetis sehingga lebih aman dan sehat jika dikonsumsi.

Pengolahan kopi organik menjadi kopi bubuk dilakukan dengan mesin dan tanpa bahan tambahan untuk menjaga kemurnian dan kualitas kopi organik.

Perbedaan praktik usahatani kopi secara organik maupun konvensional akan memberikan dampak terhadap lingkungan maupun kehidupan sosial petani. Sertifikasi organik dari INOFICE diharapkan mampu memberikan manfaat dalam mengembangkan budidaya kopi organik yang berkelanjutan di Kabupaten

Lampung Barat, sehingga penelitian mengenai manfaat sertifikasi organik dalam aspek sosial maupun lingkungan perlu dilakukan melalui penilaian praktik usahatani kopi secara organik berdasarkan indikator prinsip-prinsip pertanian organik dalam SNI 6729 2013. Adapun permasalahan yang timbul dari penjelasan di atas antara lain:

1) Apakah sertifikasi INOFICE dapat memberikan manfaat dari segi ekonomi ditinjau dari peningkatan produktivitas, efisiensi biaya produksi, pendapatan usahatani, nilai tambah pengolahan kopi serta praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara ekonomi?

2) Apakah sertifikasi INOFICE dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan praktik budidaya kopi yang memperhatikan lingkungan?


(28)

3) Apakah sertifikasi INOFICE dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan praktik budidaya kopi yang dapat diterima dari segi sosial?

4) Apakah sertifikasi organik INOFICE memberikan manfaat terhadap keberlanjutan usahatani kopi organik?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Menganalisis manfaat sertifikasi INOFICE dari segi ekonomi yang ditinjau dari peningkatan produktivitas, efisiensi biaya produksi, pendapatan, nilai tambah pengolahan kopi organik menjadi kopi bubuk serta praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara ekonomi.

2) Menganalisis manfaat sertifikasi INOFICE dalam mengembangkan praktik usahatani kopi yang memperhatikan lingkungan.

3) Menganalisis manfaat sertifikasi INOFICE dalam mengembangkan praktik usahatani kopi yang dapat diterima dari segi sosial.

4) Menganalisis manfaat sertifikasi INOFICE terhadap keberlanjutan usahatani kopi organik.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi :

1) Petani, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam melakukan praktik usahatani kopi organik.

2) Pemerintah, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan kopi organik.


(29)

3) Peneliti lain, sebagai informasi dan bahan referensi untuk melakukan penelitian sejenis.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Usahatani Kopi

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup banyak

dibudidayakan di Indonesia baik oleh rakyat maupun perkebunan besar. Tanaman kopi mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 1969. Menurut Karo (2009) produsen kopi umumnya berasal dari negara –negara tropis yang terletak di antara 20o LU dan 20o LS yang merupakan zona optimal pertumbuhan kopi. Wilayah Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk pengembangan tanaman kopi karena didukung oleh letak geografis Indonesia yang berada di antara 5o LU dan 10o LS.

Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang tidak menyukai sinar matahari secara langsung namun tanaman ini menghendaki sinar matahari secara teratur. Pengaturan penyinaran tanaman kopi biasanya dilakukan dengan penanaman tanaman penaung sebagai pelindung tanaman kopi. Budidaya tanaman kopi umumnya dilakukan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman semusim seperti sayuran dan buah-buahan. Tujuan penanaman tanaman tumpang sari dan tanaman penaung ini adalah untuk menambah pendapatan bagi petani kopi sementara menunggu tanaman kopi menghasilkan.


(31)

Menurut Najiyati dan Danarti (2004) tanaman kopi yang dirawat dengan baik biasanya mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Kopi robusta sudah mulai berproduksi pada umur 2,5 tahun dengan umur ekonomis dapat mencapai 15 tahun, sedangkan kopi arabika mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Tingkat produksi kopi sangat dipengaruhi oleh tingkat pemeliharaan, seperti pemupukan, pemberantasan hama penyakit dan pemilihan bibit.

Biaya dalam usahatani kopi terdiri dari biaya investasi dan operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani sebelum tanaman kopi menghasilkan. Biaya investasi meliputi biaya untuk mendapatkan lahan dan pembukaan lahan, biaya memperoleh peralatan dan input produksi (bibit tanaman kopi, naungan, dan pencampur, pupuk, pestisida dan tenaga kerja). Biaya

operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tanaman kopi setelah menghasilkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasmatiwi, Irham, Suryantini dan Jamhari (2010) menunjukkan bahwa petani mengeluarkan biaya usahatani kopi paling tinggi pada tahun pertama untuk biaya lahan dan peralatan. Pada tahun kedua biaya yang dikeluarkan petani merupakan yang terendah kemudian biaya yang dikeluarkan petani meningkat kembali pada tahun ketiga dan keempat. Pada tahun pertama dan kedua tanaman kopi belum memberikan manfaat karena belum berproduksi. Manfaat tanaman kopi mulai terasa pada tahun ke-3 saat tanaman kopi sudah menghasilkan. Besar kecilnya manfaat yang diperoleh petani dipengaruhi oleh produksi kopi yang dihasilkan. Tingkat produktivitas kopi bergantung pada pemeliharaan yang dilakukan petani dan perubahan cuaca.


(32)

2. Pertanian Organik

Perkembangan pertanian organik beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang positif, hal ini terlihat dari peningkatan pelaku pertanian organik dan permintaan pangan organik. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah (IFOAM, 2008). Menurut Sutanto (2002) pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan daur ulang hara secara hayati. Pertanian organik mengajak manusia untuk kembali ke alam namun tetap memperhatikan keberlanjutan produktivitas usahatani yang dilakukan melalui perbaikan kualitas tanah dengan bahan-bahan organik.

Pertanian organik merupakan bagian dari sistem pertanian berkelanjutan yang

menekankan pada konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture).

LEISA merupakan konsep pengembangan pertanian yang berusaha

meminimalkan input dari luar dalam kegiatan usahatani. Konsep LEISA berusaha mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada dengan

mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usahatani yaitu tanaman, ternak/hewan, tanah, air, iklim dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi. Tujuan utama dari konsep LEISA merupakan


(33)

a. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik

Berdasarkan IFOAM (2005) pertanian organik memiliki empat prinsip utama yaitu prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan dan prinsip

perlindungan. Prinsip pertanian organik ini menjadi acuan, standar dan norma dalam pelaksanaan pertanian organik.

1) Prinsip Kesehatan

Pertanian organik harus berkelanjutan dan mendorong kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan planet sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan

konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan.

2) Prinsip Ekologi

Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala lokal. Penggunaan bahan asupan dan input produksi dari luar dalam pertanian organik diusahakan seminimal mungkin dan penerapan prinsip daur ulang, serta penggunaan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam.


(34)

3) Prinsip Keadilan

Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Prinsip ini

menekankan bahwa semua yang terlibat dalam pertanian organik harus

membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan.

4) Prinsip Perlindungan

Penggunaan teknologi dan metode-metode dalam pertanian organik harus

dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab guna melindungi keberlanjutan lingkungan, kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang maupun yang akan datang.

b. Pertanian Organik Sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan

Pertanian organik tidak dapat dipisahkan dari pertanian berkelanjutan. Pertanian organik merupakan bagian integral dari pertanian berkelanjutan yang

berlandaskan pada keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial. Pertanian organik dikatakan berkelanjutan karena dilihat dari dimensi ekonomi, pertanian organik mampu memberikan hasil yang optimal, mencukupi kebutuhan dan memberikan keuntungan yang layak bagi petani. Pertanian organik mampu menjamin keberlanjutan lingkungan melalui praktik budidaya yang menghindari bahan-bahan kimia dan rendah input dari luar. Selain itu dari dimensi sosial,


(35)

pertanian organik dilakukan dengan memperhatikan kearifan dan budaya lokal serta kehidupan sosial petani dalam mengembangkan usahatani. Peran pertanian organik dalam mendukung dan meningkatkan keberlanjutan sumber daya baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan sangat besar, sehingga pertanian organik disebut sebagai sistem pertanian berkelanjutan.

1) Aspek Ekonomi

Pertanian organik menitikberatkan pada sumber daya alam yang bernilai

ekonomis sebagai modal dan aset dengan memanfaatkan sumber daya lingkungan secara bijaksana guna memperoleh hasil yang optimal. Keberlanjutan ekonomi dalam pertanian organik mengacu pada kemampuan pertanian organik dalam menjamin bahwa produksi pertanian organik dapat memberikan keuntungan yang layak bagi petani dalam jangka panjang. Proses budidaya dalam sistem pertanian organik selalu mempertimbangkan efisiensi terhadap penggunaan sumberdaya, efisiensi terhadap penggunaan bahan input eksternal, meminimalkan biaya pengobatan dan meningkatkan pendapatan serta nilai tambah (Dinas Pertanian

Provinsi Bali, 2014). Aspek ekonomi di bidang pertanian dapat dikatakan

berlanjut bila produksi pertanian mampu mencukupi kebutuhan pangan dan memberikan pendapatan yang layak serta menjamin kelangsungan hidup petani (Widiarta, 2011).

2) Aspek Lingkungan

Praktik pertanian organik memiliki kontribusi positif terhadap keberlanjutan ekologi. Manfaat pertanian organik terhadap keberlanjutan ekologi tidak perlu diragukan lagi. Pertanian organik terbukti mampu meningkatan kesuburan tanah,


(36)

menjaga keanekaragaman hayati, menghindari penggunaan bahan-bahan kimia, menjaga kebersihan dan kesehatan air. Hal ini menandakan pertanian organik mampu meningkatkan daya dukung dan kualitas lingkungan. Melalui Pertanian organik keseimbangan dan keberlanjutan ekologi dapat terjadi secara alami.

3) Aspek Sosial

Cara budidaya petani sangat berhubungan dengan kehidupan sosial petani. Aspek keberlanjutan secara sosial dalam pertanian organik merupakan pengembangan pertanian organik yang memperhatikan budaya lokal dan kehidupan sosial petani berupa kebebasan berkumpul, kesetaraan gender serta memperhatikan hak-hak tenaga kerja. Pertanian organik mengedepankan nilai-nilai sosial dan

kelembagaan dalam menjaga hubungan sosial dan keharmonisan antar petani di desa. Aspek sosial dapat dikatakatakan berkelanjutan bila mampu

mempertahankan nilai-nilai sosial, budaya dan kehidupan sosial petani dalam pengembangan pertanian organik.

3. Sertifikasi Organik

Sertifikasi kopi berkembang karena adanya tuntutan konsumen kopi dunia akan produk kopi khusus (specialty coffee) seperti kopi organik atau kopi lestari. Berkembangnya permintaan akan kopi spesialti dikarenakan adanya perubahan pola hidup konsumen kopi yang lebih memperhatikan keamanan, kesehatan dan isu lingkungan dalam budidaya kopi. Sertifikasi organik merupakan bentuk penjaminan suatu produk bahwa produk tersebut dibudidayakan dan diolah mengacu pada standar organik yang ditetapkan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi organik menekankan pada tiga elemen pokok yaitu lingkungan,


(37)

produktivitas dan standar proses. Keorganikan suatu produk sangat ditentukan oleh bagaimana produk tersebut diproses atau dihasilkan.

Pelaksanaan cara budidaya kopi harus mengacu pada standar yang digunakan lembaga sertifikasi. Proses budidaya kopi yang mengacu pada standar sertifikasi organik mengajarkan petani berbudidaya kopi secara organik dengan

memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Praktik usahatani kopi secara organik diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani berupa peningkatan kualitas kopi dan produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan yang diterima petani kopi. Selain memberikan manfaat dari segi ekonomi sertifikasi organik juga akan berdampak pada lingkungan dan kehidupan sosial petani. Proses budidaya organik yang ramah lingkungan dapat menjaga kesehatan lingkungan dalam jangka panjang serta menjaga keseimbangan ekologi. Manfaat dari dimensi sosial yang dapat diperoleh petani salah satunya adalah petani memiliki suatu wadah untuk berkumpul dan saling berbagi pengalaman dan informasi melalui kelompok tani, karena untuk memperoleh sertifikasi petani harus membentuk kelompok tani untuk mempermudah proses sertifikasi.

INOFICE (Indonesian organic farm certification) merupakan salah satu lembaga sertifikasi organik di Indonesia yang berada dalam naungan yayasan Peduli Organik Madani. Standar sertifikasi yang digunakan INOFICE mengacu pada SNI 6729-2013 tentang sistem pertanian organik. SNI Sistem Pangan Organik (SNI 6729-2013) ini merupakan standar yang digunakan untuk menetapkan persyaratan sistem produksi pangan organik yang meliputi persiapan lahan pertanian, penanganan, penyimpanan, pengangkutan, pelabelan, pemasaran,


(38)

sarana produksi, bahan tambahan pangan yang diperbolehkan serta keadilan sosial dalam pertanian organik. SNI 6729-2013 juga memuat prinsip-prinsip produksi pertanian organik yang meliputi proses budidaya, pengaturan input produksi, penanganan pasca panen/pengolahan produk sampai penyimpanan dan pengangkutan. Petani kopi yang mendapat sertifikasi organik dari INOFICE harus memenuhi standar sistem produksi organik menurut SNI 6729 2013. Proses budidaya kopi harus mengacu pada prinsip-prinsip pertanian organik dalam SNI.

4. Standar Organik Menurut INOFICE

Standar organik yang digunakan INOFICE mengacu pada SNI 6729 2013 tentang sistem pertanian organik. SNI 6729 2013 tentang sistem pertanian organik merupakan standar yang berisi persyaratan dalam sistem produksi pertanian organik di Indonesia. Persyaratan dalam pelaksanaan sistem pertanian organik meliputi penyiapan lahan pertanian, penanganan, penyimpanan, pengangkutan, pelabelan, sarana produksi dan bahan tambahan (input) serta bahan tambahan pangan yang diperbolehkan. Selain itu SNI ini memuat ketentuan mengenai sistem inspeksi dan sertifikasi oleh lembaga sertifikasi.

Sistem produksi pertanian organik didasarkan pada standar produksi yang ketat dengan tujuan menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan baik secara sosial, lingkungan serta ekonomi dan etika. Persyaratan untuk produk yang diproduksi secara organik berbeda dengan pertanian lain, prosedur produksi merupakan bagian yang paling penting dan tidak terpisahkan dari identifikasi, pelabelan dan pengakuan dari produk organik tersebut. Sistem pertanian organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan


(39)

mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Praktik-praktik pertanian organik

mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya lahan yang disesuaikan dengan kondisi setempat serta pengelolaan budidaya dengan metode biologi, mekanik dan penggunaan budaya setempat dalam pelaksanaanya (Badan Standarisasi Nasional, 2013).

Tata cara produksi, penggunaan input, pengolahan, penyimpanan dan pelabelan produk organik harus dilakukan sesuai prinsip-prinsip pertanian organik yang terdapat dalam SNI 6729 2013. Adapun prinsip-prinsip pertanian organik menurut SNI adalah sebagai berikut :

a) Tata cara Produksi (Tanaman dan Produk Tanaman)

Produk organik sangat ditentukan berdasarkan standar proses atau bagaimana produk tersebut dihasilkan. Tata cara produksi tanaman organik untuk tanaman tahunan harus melalui masa konversi selama 3 (tiga) tahun. Penyiapan lahan dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan dan tanpa pembakaran. Dalam standar produksi SNI kesuburan tanah harus dipelihara dan ditingkatkan dengan penggunaan bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuhan/hewan. Sistem pengendalian hama, penyakit dan gulma dengan cara mekanis/fisik dan biologi misalnya dengan pembabatan dan penggunaan herbisida alami yang berasal dari tumbuhan.

b) Penggunaan dan Pembuatan Input Produksi Pertanian Organik

Input dalam produksi pertanian organik berupa benih, pupuk, pestisida, bahan pembenah tanah dan bahan tambahan pangan yang dibutuhkan dalam produksi


(40)

pertanian organik. Benih atau bibit yang digunakan dalam pertanian organik adalah benih/bibit yang dibudidayakan dengan prinsip-prinsip pertanian organik. Persyaratan untuk input produksi dalam pertanian organik adalah input yang berasal dari tumbuhan, hewan, mikroba atau mineral yang diproses secara

fisik/mekanis dan enzimatis atau biologi. Penggunaan input produksi tidak boleh merusak keseimbangan ekosistem tanah, mutu air dan udara.

c) Penanganan, Pengangkutan, Penyimpanan, Pengolahan dan Pengemasan. Integritas produk organik harus tetap dijaga selama tahapan dipanen sampai pengemasan. Penanganan produk organik harus dilakukan bersih dan terpisah dari produk anorganik untuk mencegah kontaminasi. Dalam penyimpanan dan pengangkutan produk organik tidak boleh tercampur dengan produk anorganik atau bahan yang tidak diizinkan dalam sistem produksi. Pengolahan produk organik dilakukan secara mekanik, fisik atau biologis, pengolahan secara kimia tidak diperbolehkan. Dalam proses pengolahan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan penolong digunakan seminimum mungkin. Sistem pengendalian hama, penyakit dan gulma selama proses pengangkutan dan penyimpanan dilakukan dengan tindakan pencegahan atau tindakan secara mekanis, fisik dan biologi. Proses pengemasan produk organik menggunakan bahan daur ulang atau bahan yang dapat didaur ulang.

d) Produk organik dihasilkan dari sistem produksi pertanian yang menggunakan media tanah (soil-based system).Produk pertanian yang dapat dikatakan organik adalah produk yang dihasilkan pada budidaya media tanah.


(41)

e) Kepedulian Sosial

Produksi produk organik dilaksanakan dengan memperhatikan antara lain kesehatan dan kesejahteraan pekerja/petani, kesetaraan gender dan menghargai kearifan tradisional sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dinyatakan dalam panduan mutu.

Setiap prinsip diatas mengandung standar persyaratan untuk pelaksanaan pertanian organik. Dalam proses produksi pertanian organik terdapat tiga jenis bahan yaitu bahan yang diperbolehkan, bahan yang dibatasi dan bahan yang dilarang. Bahan yang diperbolehkan dalam proses produksi merupakan bahan atau input yang berasal dari tanaman atau organisme yang dibudidayakan secara organik. Bahan yang dibatasi sebagai input produksi adalah bahan yang berasal dari tanaman atau organisme yang dibudidayakan secara anorganik, serta unsur-unsur mineral (mikro dan makro) yang berasal dari bebatuan. Bahan yang dilarang sebagai input produksi adalah bahan kimia sintetis seperti pupuk kimia dan pestisida.

Sertifikasi organik diberikan jika petani telah menjalankan proses produksi sesuai dengan ketentuan SNI. Petani yang mendapat sertifikasi dari INOFICE harus memenuhi seluruh (100 %) prinsip-prinsip pertanian organik yang ada dalam standar SNI. Sertifikasi organik dari INOFICE berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal ditetapkannya. Untuk menjamin pelaku organik tetap menjalankan produksi sesuai standar SNI, maka dilakukan survailen terjadwal terhadap petani yang sudah tersertifikasi minimum 1 (satu) tahun sekali.


(42)

5. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Menurut Soekartawi (1990) penerimaan usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang dikonsumsi. Biaya usahatani adalah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani.

Analisis pendapatan bermanfaat untuk menggambarkan keadaan petani dimasa sekarang dan sebagai bahan perencanaan untuk usahatani yang akan datang. Analisis pendapatan juga berguna untuk melihat apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973). Penilaian untung tidaknya suatu usahatani dapat dilihat dari nilai R/C (return cost ratio), yang merupakan perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani. Usahatani dikatakan layak dan menguntungkan jika nilai R/C >1, namun jika nilai R/C < 1 maka usahatani tidak menguntungkan. Usahatani berada pada situasi impas atau tidak menguntugkan dan tidak merugikan jika nilai R/C = 1 atau biasa disebut Break event point.

6. Efisiensi Biaya

Efisiensi biaya merupakan perbandingan antara total biaya produksi terhadap output yang dihasilkan. Efisiensi digambarkan sebagai suatu kondisi penggunaan input terbaik untuk menghasilkan output. Efisien tidaknya biaya dalam usahatani dilihat dari besarnya biaya yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan output. Menurut Supriyono (2001) suatu usaha dikatan efisien jika :


(43)

a. Sumber atau biaya atau masukan yang digunakan lebih kecil untuk menghasilkan keluaran dalam jumlah yang sama.

b. Sumber atau biaya atau masukan yang digunakan adalah sama untuk menghasilkan keluaran dalam jumlah lebih besar.

Besar kecilnya efisiensi biaya dalam usahatani sangat berhubungan dengan skala usaha lahan dan produktivitas. Usahatani pada lahan yang luas cenderung lebih efisien dari usahatani yang dilakukan pada lahan yang sempit. Hal ini berkaitan dengan pengeluaran biaya tetap, semakin besar skala usaha maka biaya tetap cenderung akan menurun. Skala lahan yang lebih luas dalam usahatani akan meningkatkan produktivitas usahatani tersebut. Produktivitas usahatani merupakan gambaran dari kemampuan lahan dalam memberikan manfaat dari aktivitas usahatani yang dilakukan di lahan tersebut. Peningkatan produktivitas memiliki pengaruh positif terhadap efisiensi biaya, dimana semakin tinggi produksi maka efisiensi biaya yang dihasilkan semakin besar. Suatu usahatani dikatakan efisien jika mampu menghasilkan output dengan biaya rendah.

Peningkatan efisiensi biaya dapat dilakukan dengan pengendalian biaya input produksi dalam usahatani. Menurut Bambang dan Kartasapoetra (1998) tujuan dari pengendalian biaya (cost control) adalah pengendalian pengeluaran-pengeluaran, yang menjurus ke efisiensi pendayagunaan bahan baku (input), tenaga kerja dan alat-alat produksi (mesin-mesin). Peran efisiensi biaya sangat penting dalam menghasilkan produk (kuantitas dan kualitas) secara hemat sehingga mampu meningkatkan keuntungan bagi petani.


(44)

7. Nilai Tambah (Value Added)

Salah satu upaya petani dalam meningkatkan penerimaannya adalah mengolah produk pertanian yang dihasilkan. Pengolahan produk pertanian ini akan

memberikan manfaat yang lebih besar bagi petani karena adanya nilai tambah dari produk yang diolah. Selama proses penyaluran barang dari produsen ke

konsumen, produk pertanian sering mendapat perlakuan seperti pengemasan, pengolahan, pengawetan dan pemindahan tempat untuk memberikan nilai tambah. Perlakuan-perlakuan untuk meningkatkan nilai tambah tersebut bertujuan untuk meningkatkan manfaat dan keuntungan dari suatu produk.

Menurut Hayami dalam Maharani (2013) nilai tambah (value added) merupakan penambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang

diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk ( form utility ), pemindahan tempat ( place utility ), maupun penyimpanan ( time utility ). Penentuan nilai tambah menurut metode Hayami dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Metode nilai tambah Hayami merupakan metode yang memperkirakan besarnya perubahan nilai bahan setelah mendapat perlakuan.

Analisis nilai tambah bertujuan untuk mengukur besarnya balas jasa fakor produksi dalam proses pengolahan. Analisis nilai tambah ditentukan oleh tiga faktor pendukung yaitu faktor konversi, koefisien tenaga kerja dan nilai output. Faktor konversi merupakan banyaknya output yang dapat dihasilkan dari satu satuan input. Faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja


(45)

yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Nilai output merupakan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.

8. Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu berguna sebagai sumber referensi dan informasi dalam penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu dapat menjadi acuan dan informasi mengenai metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian. Informasi penting yang peroleh dari penelitian terdahulu dapat dijadikan pembanding apakah penelitian yang akan dilakukan memberikan hasil yang sejalan atau sesuai dengan hasil peneltitian terdahulu.

Penelitian Saragih (2013) mengenai dimensi sosial ekonomi dan lingkungan dalam produksi kopi arabika di Sumatera Utara menunjukkan bahwa produktivitas kopi arabika sertifikasi 8 % lebih rendah dibandingkan kopi konvensional. Selain itu harga kopi bersertifikasi yang diterima petani sedikit lebih tinggi (3,57 %) dari harga kopi konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor ekologi memiliki peranan penting dalam pengembangan usahatani kopi arabika di daerah Simalungun, variabel ekologi (pemangkasan kopi, pengendalian HPT dan konservasi lahan) memberikan pengaruh positif dan dampak yang signifikan terhadap produksi kopi arabika di daerah tersebut.

Sutisari, Hermawan dan Riyanto (2013) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui kerja sama antar sektor dalam program pertanian padi organik,

mendapatkan hasil bahwa hasil kerja sama antar sektor dalam program pertanian padi organik berhasil memberikan pengaruh bagi kelestarian lahan pertanian,


(46)

peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat petani yang terlihat dari pemenuhan indikator-indikator pilar lingkungan, pilar ekonomi, dan pilar sosial, sehingga dikatakan telah berhasil dalam mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Hal tersebut tercermin dengan adanya manfaat yang dirasakan petani berupa peningkatan perekonomian dan kesempatan kerja bagi keluarga petani.

Hasil penelitian Barham dan Weber (2012) yang bertujuan menganalisis

keberlanjutan ekonomi sertifikasi kopi di Meksiko dan Peru menunjukkan bahwa pendapatan usahatani kopi petani sertifikasi organik di Mexico (Oaxaca dan Chiapas) (US$ 480.8) lebih rendah dibandingkan pendapatan petani sertifikasi RA (US$ 601) di Peru (Junin). Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi kopi, luas lahan, usia tanaman, pendidikan petani memiliki pengaruh positif terhadap

pendapatan petani kopi sertifikasi RA di Peru.

Menurut Chairawaty (2012) yang meneliti tentang dampak sertifikasi Fair Trade

terhadap perlindungan lingkungan, sertifikasi Fair Trade memberikan dampak ekonomi berupa berkurangnya biaya pembelian inputkimia dan penambahan penghasilan dari tanaman sampingan. Dampak dari berkurangnya biaya

pembelian inputkimia sangat tinggi, hal ini terlihat dari sekitar 90% petani KPG sudah tidak menggunakan herbisida lagi. Selain itu petani memperoleh bantuan berupa mesin babat yang berasal dari alokasi premium fee untuk menggantikan peran herbisida. Tanaman sampingan pada lahan kopi dapat memberikan penghasilan tambahan di luar penghasilan dari tanaman kopi sehingga dapat membantu perekonomian petani saat mereka berada di luar musim panen kopi.


(47)

Dampak sosial yang dirasakan petani adalah kuatnya organisasi petani dalam produksi dan pemasaran. Petani mendapatkan bantuan dari jaringan yang ada dalam Fair Trade dan petani juga merasakan manfaat berupa kemudahan dalam pemasaran karena adanya kepastian harga dan kontrak. Sedangakan dampak lingkungan yang dirasakan adalah peningkatan kesuburan tanah yang terlihat dari kebun petani yang lebih hijau, teratur dan kondisinya jauh lebih baik. Selain itu bertambahnya keanekaragaman hayati yang terlihat dari macam-macam tanaman peneduh dan tanaman lainnya di perkebunan yang berfungsi menjaga

keseimbangan ekosistem.

Hasil penelitian Widiarta, Adiwibowo dan Widodo (2011) mengenai

keberlanjutan pertanian organik menunjukkan bahwa usahatani padi organik layak secara ekonomi dengan B/C rasio 1,7, sedangkan usahatani konvensional tidak layak secara ekonomi karena nilai B/C Rasionya kurang dari 1, yaitu 0,9. Hal ini menunjukkan bahwa paktik pertanian organik berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberlanjutan ekonomi petani. Penelitian ini juga

menunjukkan bahwa keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani masih rendah karena masih banyak petani yang belum mengadopsi praktik pertanian organik. Petani cenderung bertahan dengan pertanian konvensional karena praktik pertanian organik memiliki tingkat kompleksitas lebih tinggi dibanding praktik pertanian konvensional atau dengan kata lain sangat rumit untuk diterapkan oleh petani.

Penelitian Mujiburrahman (2011) yang bertujuan untuk menganalisis sistem rantai pasok dan nilai tambah kopi organik mendapatkan hasil bahwa jaringan pasok


(48)

bahan baku Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan berasal dari kolektor yang dibina dengan prinsip kemitraan oleh koperasi. Kolektor yang dibina pada masing-masing kluster berperan sebagai pembeli kopi dari petani. Nilai tambah pengolahan kopi pada Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan sebesar 59,50 % sedangkan untuk kolektor sebesar 5,95%. Perbedaan besarnya nilai tambah ini dikarenakan peran dan tindakan yang dilaksanakan oleh KBQ Baburrayyan lebih kompleks dari yang lainnya, sehingga nilai tambah yang diperoleh juga lebih besar

Hasil penelitian Prasmatiwi, Irham, Suryantini dan Jamhari (2010) mengenai keberlanjutan usahatani kopi di kawasah hutan Kabupaten Lampung Barat menunjukkan bahwa usahatani kopi di kawasan hutan di Lampung Barat layak dan memberikan manfaat, NPV usahatani kopi di kawasan hutan sebesar Rp 17.719.505/ha, BCR 1,86 dan IRR 24,96%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa usahatani kopi yang paling menguntungkan adalah usahatani naungan kompleks multiguna (MPTS, multipurpose tree species) karena memberikan nilai NVP tertinggi dibanding usahatani lainnya. Keberlanjutan usahatani kopi di kawasan hutan bergantung pada nilai eksternalitas (biaya lingkungan dan biaya sosial), bila total biaya lingkungan dan biaya sosial mencapai lebih besar dari US$536/ha, maka usahatani kopi di kawasan hutan menjadi tidak layak atau tidak berkelanjutan (NPV negatif), sedangakn bila biaya eksternalitas US$458 maka besarnya NPV adalah Rp1.648.633/ha, BCR 1,04 dan IRR 26,88%. Penelitian ini juga menghitung besarnya kesediaan petani dalam membayar biaya eksternal untuk perbaikan lingkungan hutan sebesar rata-rata Rp 475.660/tahun untuk


(49)

perbaikan konservasi tanah, menambah tanaman naungan, membayar pajak lingkungan, dan kegiatan reboisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Donaghue (2008) mengenai peran informasi dalam sertifikasi organik menunjukkan bahwa sertifikasi kopi organik dapat memberikan keuntungan baik langsung maupun tak langsung bagi petani kecil. Keuntungan sosial-ekonomis langsung yang diterima petani adalah adanya price premium dan penurunan baiya produksi karena ketiadaan bahan kimia, yang biasanya sangat mahal dan memberatkan bagi petani kecil. Keuntungan tak langsung yang didapatkan oleh petani kecil yang terlibat dalam proses sertifikasi kopi organik adalah adanya proses kemitraan di tingkat lokal maupun internasional, sehingga memberikan keuntungan karena petani dapat meningkatkan nilai tambah

produknya, meningkatkan akses petani kepada pasar yang baru, serta informasi dari mitra-mitra mengenai standar kualitas yang dikehendaki konsumen.

B. Kerangka Pemikiran

Perdagangan kopi dunia perlahan-lahan telah bergeser ke arah perdagangan kopi spesialti, yaitu kopi yang memiliki kekhasan khusus seperti kopi lestari, kopi organik dan kopi yang memiliki indikasi geografis. Negara konsumen kopi dunia sangat memperhatikan isu-isu lingkungan dan sosial dalam proses produksi kopi. Pemenuhan standar negara konsumen kopi diwujudkan dalam bentuk sertifikasi kopi. Lampung merupakan salah satu sentra produksi kopi di Indonesia yang berkontribusi cukup besar dalam ekspor kopi nasional. Pelaku usahatani kopi di Lampung memenuhi standar permintaan negara konsumen kopi dalam bentuk sertifikasi, salah satunya sertifikasi organik. Sertifikasi organik ditujukan untuk


(50)

membantu petani dalam proses budidaya sehingga petani dapat meningkatkan produksi dan kualitas kopi dengan tetap memperhatikan aspek sosial dan lingkungan.

Sertifikasi organik dilakukan sesuai standar dan prinsip-prinsip pertanian organik. Sertifikasi organik INOFICE mengacu pada SNI 6729 2013 tentang sistem

pertanian organik. Standar SNI dalam pertanian organik meliputi persyaratan tatacara produksi, penggunaan input, pengolahan, penyimpanan sampai pengemasan produk organik. Usahatani kopi yang mendapat sertifikasi dari INOFICE adalah usahatani kopi yang telah memenuhi standar prinsip-prinsip pertanian organik dalam SNI. Sertifikasi organik dari INOFICE yang diterima petani mencakup proses budidaya sampai pengolahan pascapanen.

Praktik budidaya kopi secara organik dilakukan melalui konsep LEISA yang meminimumkan input dari luar dan bahan-bahan kimia sehingga biaya produksi lebih rendah. Penurunan biaya produksi ini dapat meningkatkan efisiensi biaya dalam usahatani kopi. Praktik budidaya secara organik juga dapat meningkatkan produktivitas kopi, peningkatan produktivitas ini pada akhirnya akan

mempengaruhi efisiensi biaya dan pendapatan petani kopi. Kopi yang dihasilkan petani sertifikasi sebagian diolah dan sisanya dijual. Pengolahan biji kopi organik ini ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah produk organik. Peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan usahatani kopi serta nilai tambah merupakan manfaat dalam aspek ekonomi yang diterima petani dari penerapan budidaya kopi secara organik sesuai standar sertifikasi.


(51)

Manfaat sertifikasi dalam aspek sosial dan lingkungan dapat dilihat dari praktik usahatani kopi secara organik. Penilaian manfaat sosial dan lingkungan diukur melalui indikator-indikator prinsip-prinsip pertanian organik pada standar SNI 6729 2013. Penelitian mengenai manfaat sertifikasi organik dilakukan dengan membandingkan manfaat yang diperoleh petani sertifikasi dan nonsertifikasi agar besarnya manfaat lebih terlihat. Alur kerangka berpikir manfaat sertifikasi INOFICE terhadap keberlanjutan usahatani kopi organik di Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Gambar 2.

C. Hipotesis

Untuk menjawab tujuan penelitian ini, telah disusun hipotesis, yaitu:

1. a. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam aspek ekonomi ditinjau dari produktivitas, efisiensi biaya dan pendapatan.

 Produtivitas usahatani kopi petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi,

 Efisiensi biaya petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi,

 Pendapatan usahatani petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi,

b. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam meningkatkan praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara ekonomi.

2. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam meningkatkan praktik budidaya kopi yang memperhatikan lingkungan.

3. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam meningkatkan praktik budidaya kopi yang dapat diterima secara sosial.


(52)

4. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat terhadap keberlanjutan usahatani kopi organik.


(53)

Gambar 2. Kerangka berpikir manfaat sertifikasi INOFICE terhadap keberlanjutan usahatani kopi organik.

Praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara ekonomi

Efisiensi Biaya Proses produksi Petani Non-sertifikasi Usahatani Kopi Organik Usahatani Kopi Anorganik Usahatani Kopi Pengolahan Penyimpanan dan pengangkutan Manfaat Sertifikasi Nilai Tambah Aspek Lingkungan Aspek Ekonomi

SNI 6729 2013 Pertanian Organik

Praktik Budidaya Kopi Secara Organik Produktivitas Pendapatan Aspek Sosial Petani Sertifikasi Praktik usahatani kopi yang memperhatikan lingkungan Sertifikasi Organik Kopi Praktik usahatani kopi yang dapat diterima secara sosial.


(54)

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengambilan sampel petani sertifikasi dilakukan secara sensus karena jumlah petani sertifikasi hanya 30 petani. Jumlah sampel untuk petani nonsertifikasi sebanyak 30 petani, penentuan jumlah sampel petani sertifikasi dan nonsertifikasi mengacu pada teori Gay dan Diehl (1992) yang menyatakan bila suatu penelitian merupakan

penelitian kausal perbandingan maka sampel yang digunakan adalah 30 subjek per kelompok. Pemilihan sampel petani nonsertifikasi dilakukan secara purposive

sampling berdasarkan umur tanaman kopi dan luas lahan yang dimiliki petani. Petani nonsertifikasi yang dijadikan sampel adalah petani yang memiliki luas lahan antara 0,25-3 ha dan tanaman kopi berumur 5-53 tahun. Jumlah sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 60 petani dan sebuah agroindustri pengolahan kopi organik milik Gapoktan Hulu Hilir.

B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.


(55)

Sertifikasi Organik merupakan proses untuk mendapatkan pengakuan bahwa proses produksi dilakukan secara organik (budidaya tanaman dan pemeliharaan) atau proses pengolahan produk organik dilakukan berdasarkan standar dan regulasi yang ada sesuai dengan prinsip dan kaidah pertanian organik.

Pertanian Organik merupakan sistem usahatani pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis untuk menjaga kelestarian lingkungan. Menurut IFOAM pertanian organik memiliki empat prinsip utama yaitu prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan dan prinsip perlindungan.

INOFICE (Indonesian organic farm certification) merupakan lembaga sertifikasi organik yang berada di bawah naungan Yayasan Peduli Organik Madani.

Pelaksanaan sertifikasi organik INOFICE mengacu pada SNI 01-6729-2013 mengenai sistem pertanian organik.

SNI 01-6729-2013 merupakan standar mengenai sistem pertanian organik yang menjadi acuan pertanian organik di Indonesia. Standar ini mencakup tata cara usahatani, penggunaan input produksi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan serta tata cara sertifikasi produk organik oleh lembaga sertifikasi organik.

Manfaat Sertifikasi merupakan manfaat yang dirasakan dari adanya sertifikasi yang berupa peningkatan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial kopi. Manfaat dalam aspek ekonomi diukur dari peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan,nilai tambah pengolahan kopi serta praktik kopi yang berkelanjutan


(56)

secara ekonomi, sedangkan untuk aspek lingkungan dan sosial dilihat dari praktik budidaya kopi secara organik yang berkelanjutan secara lingkungan dan sosial.

Manfaat sertifikasi dari aspek ekonomi adalah manfaat dari adanya sertifikasi yang dirasakan petani ditinjau dari aspek ekonomi. Manfaat ekonomi ini diukur melalui peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan serta nilai tambah pengolahan kopi. Jika produktivitas, efisiensi biaya dan pendapatan petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi maka sertifikasi INOFICE memberikan manfaat bagi petani.

Manfaat sertifikasi dari aspek ekonomi juga dihitung dari penilaian praktik kopi yang berkelanjutan secara ekonomi. Indikator yang digunakan mengacu pada SNI 01 6729 2013 dan Jaker PO indonesia yaitu keadilan transaksi yang mencakup (1) pihak yang menentukan harga kopi, (2) lembaga pemasaran yang bekerja sama dengan petani (3) penentuan harga kopi berdasarkan mutu/grade dan

(4) keterbukaan untuk negosiasi harga/tawar-menawar. Pengukuran indikator menggunakan skor 1-3 yaitu skor (1) jika tidak sesuai prinsip, (2) kurang sesuai prinsip dan (3) sesuai prinsip. Nilai indikator yang diperoleh diuji dengan uji

Mann Whitney.

Manfaat sertifikasi dari aspek lingkungan ditinjau dari perbandingan praktik usahatani kopi organik dan anorganik. Pengukuran praktik usahatani kopi mengacu pada prinsip-prinsip pertanian organik yang ada dalam SNI 01-6729-2013 yang diklasifikasikan dalam skor 1-3, yaitu tidak sesuai, kurang sesuai dan sesuai dengan prinsip. Indikator-indikator yang digunakan dalam penilaian aspek


(57)

lingkungan adalah (1) manajemen ekosistem, (2) konservasi tanah dan air, (3) tata cara produksi, (5) penggunaan dan pembuatan input pertanian organik,

(6) pemanenan dan penyimpanan. Nilai indikator yang diperoleh diuji menggunakan uji beda Mann Whitney-U Test.

Manfaat Sosial adalah manfaat dari segi kehidupan sosial masyarakat (dimensi sosial). Pengukuran manfaat dalam aspek sosial mengacu pada prinsip-prinsip pertanian organik yang ada dalam SNI 01-6729-2013, Jaringan Kerja Pertanian Organik Indonesia (Jaker PO Indonesia) dan IFOAM basic standard 2005. Indikator pengukuran dalam aspek sosial antaralain (1) kesehatan petani,

(2) kearifan lokal, (3) keadilan sosial, (4) kebebasan berkumpul dan berorganisasi, (5) kesetaraan gender dan tidak bertindak diskriminasi. Pengukuran indikator menggunakan skor 1-3, yaitu tidak sesuai, kurang sesuai dan sesuai dengan prinsip. Nilai indikator yang diperoleh diuji dengan uji beda Mann Whitney-U

Test.

Produktivitas usahatani kopi adalah perbandingan antara hasil produksi kopi terhadap luas lahan usahatani kopi. Satuan yang digunakan untuk mengukur produktivitas usahatani kopi adalah kilogram per hektar (kg/ha).

Produktivitas Lahan merupakan perbandingan penerimaan lahan terhadap harga kopi dan disetarakan dengan luas lahan. Produktivitas lahan diukur dalam satuan kilogram per hektar (kg/ha).


(58)

Efisiensi biaya kopi diukur dengan menghitung besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram kopi. Satuan yang digunakan untuk mengukur efisiensi biaya adalah rupiah per kilogram (Rp/kg).

Efisiensi biaya lahan merupakan perbandingan total biaya pada lahan dengan produktivitas lahan. Efisiensi biaya lahan dihitung dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

Pendapatan usahatani kopi merupakan selisih antara total penerimaan kopi dengan total biaya yang dikeluarkan dalam kopi selama satu tahun. Pendapatan usahatani kopi diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/tahun).

Pendapatan lahan merupakan selisih antara total penerimaan lahan dengan total biaya yang dikeluarkan untuk lahan selama satu tahun. Satuan yang digunakan untuk mengukur pendapatan lahan adalah rupiah per tahun (Rp/tahun).

Nilai Tambah merupakan selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Nilai tambah diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input. Faktor koefesien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknnya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input.

C. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten


(1)

138

Berdasarkan Tabel 41 diketahui bahwa status keberlanjutan usahatani kopi petani sertifikasi lebih baik dari petani nonsertifikasi. Status usahatani kopi petani sertifikasi tergolong dalam kategori berkelanjutan dan cukup berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan maupun sosial. Usahatani kopi yang dilakukan petani nonsertifikasi masih tergolong dalam cukup berkelanjutan dan kurang

berkelanjutan. Secara keseluruhan keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial petani sertifikasi lebih baik dari petani nonsertifikasi. Hal ini terlihat dari 73,33 persen usahatani kopi yang dilakukan petani sertifikasi sudah berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan dan sosial. Pada petani nonsertifikasi 96,67 persen

usahatani kopi yang dilakukan termasuk kategori cukup berkelanjutan sedangkan sisanya termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan secara ekonomi,

lingkungan dan sosial. Berdasarkan hasil penelitian, keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial petani sertifikasi lebih baik dikarenakan indeks

keberlanjutan dari masing-masing dimensi yang diperoleh petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Thamrin et al (2007) yang menganalisis keberlanjutan wilayah perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia untuk pengembangan kawasan agropolitan. Nilai indeks keberlanjutan multidimensi wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan adalah sebesar 52,43 persen dan termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan secara ekonomi, ekologi, sosial budaya, teknologi


(2)

139

Penerapan indikator-indikator penilaian manfaat ekonomi, manfaat lingkungan dan manfaat sosial petani sertifikasi lebih baik dari petani nonsertifikasi. Hal ini juga didukung dari hasil uji Mann Whitney peniliaian praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan dan sosial yang menunjukkan bahwa manfaat ekonomi, manfaat lingkungan dan manfaat sosial yang diterima petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi.

Berdasarkan hasil uji beda indikator manfaat ekonomi, petani sertifikasi telah merasakan manfaat ekonomi dari program sertifikasi berupa peningkatan efisiensi biaya kopi dan efisiensi biaya lahan. Manfaat berupa harga premium, peningkatan produktivitas, biaya usahatani dan pendapatan belum dirasakan petani sertifikasi. Secara keseluruhan keberlanjutan usahatani kopi organik di Kecamatan Air Hitam sudah tergolong baik. Hal ini menandakan program sertifikasi organik INOFICE sudah memberikan manfaat terutama manfaat ekonomi berupa keadilan transaksi, manfaat terhadap kelestarian lingkungan dan manfaat dalam meningkatkan kehidupan sosial petani


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bacon, Christopher M., Mendez V.E., Gomez M.E.F, Stuart D, and Flores S.R.D. 2008. Are Sustainable Coffee Certifications Enough to Secure Farmer Livelihoods? The Millennium Development Goals and Nicaragua’s Fair Trade Cooperatives. Globalizations, 5 (2): 259-274.

Badan Pusat Statistik. 2014. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Berita Resmi Statistik No. 16/02/Th XVII. BPS. Jakarta.

. 2013. Lampung Dalam Angka. BPS. Bandar Lampung

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Barat. 2014a. Kabupaten Lampung Barat Dalam Angka 2013. BPS Kabupaten Lampung Barat. Kabupaten Lampung Barat.

. 2014b. Kecamatan Air Hitam dalam Angka 2013. BPS Kabupaten Lampung Barat. Kabupaten Lampung Barat.

Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI 6729 2013 Sistem Pertanian Organik. www. BSN.go.id. Diakses pada 10 Oktober 2014

Bambang, S. dan Kartasapoetra, G. 1998. Kalkulasi Pengendalian Biaya Produksi. PT. Bina Aksara. Jakarta.

Barham, B.L. and Weber, J.G. 2012. The Economic Sustainability of Certified Coffee: Recent Evidence from Mexico and Peru. World Development Vol. 40, No. 6, pp. 1269–1279, 2012.

Blackman, A. and Naranjo, M.A. 2012. Does Eco-Certification have environmental Benefits? Organic Coffee in Costa Rica. Ecological Economics, 83: 58-66.

BPD AEKI. 2014a. Volume dan Nilai Ekspor Kopi Lampung. BPD AEKI. Bandar Lampung.

. 2014b. Perkembangan harga ekspor kopi Lampung (USD/Kg) tahun 2008-2013. BPD AEKI. Bandar Lampung.


(4)

Bray, D.B., Sanchez, J.L.P. and Murphy, E.C. 2002. Social Dimensions of Organic Coffee Production in Mexico:Lessons for Eco-Labeling Initiatives. Society and Natural Resources 15 429446, 2002. Chairawaty, F. 2012. Dampak Pelaksanaan Perlindungan Lingkungan

melalui Sertifikasi Fair Trade (Studi Kasus: Petani Kopi Anggota Koperasi Permata Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Nangroe Aceh Darusalam. Jurnal Ilmu Lingkungan, UNDIP. Volume 10 Issue 2: 76-84 (2012). Dinas Pertanian Provinsi Bali. 2014. Pertanian Organik Sebagai Sistem

Berkelanjutan. http://distanprovinsibali.com. Diakses pada 13 nov 2014 Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013a. Produk Domestik Bruto Pertanian 2013

Berdasarkan Subsektor. http://deptan.go.id/publikasidata/PDB. Diakses pada 14 November 2014

. 2013b. Produksi Kopi Menurut Provinsi Tahun 2008-2012.

http://deptan.go.id/infoeksekutif/bun/BUN_asem2012/produksi_kopi. Diakses pada 10 Oktober 2014

Donaghue, M. 2008. Peran Informasi dalam Proses Sertifikasi Kopi

Organik. Makalah disajikan dalam Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies, Universitas Muhammadiyah, Juni 2008. Malang Gay, L.R. dan Diehl, P.L. 1992. Research Methods for Business and.

Management. MacMillan Publishing Company. New York

Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Undip. Semarang.

Fort, R .and Ruben, R. 2009. The Impact of Fair Trade Certification on Coffee Producers in Peru. Ruerd Ruben (ed). The Impact of Fair Trade, pp. 75-98. Wageningen Academic Publishers. Wageningen. Maharani, C.N.D, Lestari, D.A.H, Kasymir, E. 2013. Nilai Tambah Dan

Kelayakan Usaha Skala Kecil Dan Skala Menengah Pengolahan Limbah Padat Ubi Kayu (Onggok) Di Kecamatan Pekalongan Kabupaten

Lampung Timur. JIIA 1 (4): 284-290.

IFOAM. 2008. The World of Organic Agriculture-Statistics & Emerging Trends 2008. http://www.soel.de/fachtheraaii downloads/s_74_l O.pdf.

Diakses pada 14 November 2014.

. 2005. The IFOAM Norms For Organic Production and Processing Version 2005. www.ifoam.org. Diakses pada 20 Oktober 2014.

International Coffee Organization. 2013. Historical data : Coffee Production and consumption. www.ico.go.id. Diakses pada 10 Oktober 2014.


(5)

Jaringan Kerja Pertanian Organik Indonesia (Jaker PO Indonesia). 2005. Standar Pertanian Organik Indonesia. Jaker PO Indonesia. Solo.

Juwita, T. 2013. Manfaat Pembinaan Dan Verifikasi Kopi Dalam Upaya Peningkatan Mutu Kopi (Studi Kasus: Program Verifikasi Binaan Pt Nestlé Indonesia Di Kabupaten Tanggamus). Skripsi. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Karo, H. S. A. Br. 2009. Analisis Usahatani Kopi di Kecamatan

Simpang Empat Kabupaten Karo. Skripsi. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Maimun. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani Dan Nilai Tambah Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik Dan Non Organik (Studi Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng Di Banda Aceh). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Malhotra, N. 2002. Marketing Research An Applied Orientation, 2nd Edition. Pearson Education. Australia.

Mawardi, S. 2009. Sertifikasi pada produk kopi dan peranannya dalam pemasaran.Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jawa Timur. Disampaikan dalam acara sarasehan sertifikasi dan perlindungan indikasi geografis pada kopi : Bandar Lampung.

Mayrowani, H. 2012. Pengembangan Pertanian Organik Di Indonesia. Forum Penelitian Agroekonomi volume 30 no 2, Desember 2012 : 91-108. Mujiburrahman. 2011. Sistem Jaringan Pasok Dan Nilai Tambah Ekonomi Kopi

Organik. Jurnal Agrisep Vol. (12) No. 1, 2011 Universitas Jabal Gafur. Najiyati dan Danarti. 2004. Budidaya Tanaman Kopi dan Penanganan Pasca

Panen. Penebar Swadaya. Jakarta.

Oktami, N. 2014. Manfaat Sertifikasi Rainforest Alliance (Ra) Dalam

Mengembangkan Usahatani Kopi Yang Berkelanjutan Di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. 2014. Potensi dan PDRB Kabupaten Lampung Barat. http://www.pemkablambar.go.id.

Diakses pada 03 Juni 2015

Prasmatiwi, F.E., Irham, Suryantini, A. dan Jamhari. 2010. Analisis Keberlanjutan Usahatani Kopi di Kawasan Hutan Kabupaten Lampung Barat

dengan Pendekatan Nilai Ekonomi Lingkungan. Pelita Perkebunan, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010.


(6)

Puslitkoka. 2014. Produksi Optimal Kopi Robusta dan Arabika. http://www.puslitkoka.org.id. Diakses pada 15 Desember 2014

Saragih, J.F. 2013. Socioeconomic and Ecological Dimension of Certified and Conventional Arabica Coffee Production in North Sumatra, Indonesia. Asian Journal of Agriculture and Rural Development, Vol. 3, No. 3, pp. 93-107.

Sekaran, U. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Salemba: Jakarta. Siegel, S. 1992. Statistik Nonparametrik Untuk Imu-Ilmu Sosial. Gramedia.

Jakarta.

Singarimbun, M. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3S. Jakarta.

Soeharjo, A. dan Patong, D. 1973. Sendi-Sendi Pokok Usahatani. IPB. Bogor. Soekartawi. 1990. Ilmu-Ilmu Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Alfabeta. Bandung.

Supriyono, R.A. 2001. Akuntansi Manajemen 2: Struktur Pengendalian Manajemen. BPFE. Yogyakarta.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan & Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta.

Sutisari, S., Hermawan dan Riyanto. 2013. Kerja Sama Antar Sektor Dalam Program Pertanian Padi Organik Untuk Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) (Studi Di Desa Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 4, Hal. 128-134. Universitas Brawijaya. Malang. Thamrin, Sutjahjo, Herison, dan Sabiham. 2007. Analisis Keberlanjutan Wilayah

Perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jurnal Agro Ekonomi. Volume 25 No. 2. Oktober 2007: 103124.

Tempo. 2012. Kopi Asal Indonesia Ditolak Jepang. Tempo, edisi 18

September 2012. www. Tempo.com. Diakses pada 20 Desember 2014 Widiarta, A., Adiwibowo, S. dan Widodo. 2011. Analisis Keberlanjutan Praktik

Pertanian Organik Di Kalangan Petani (Kasus: Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah). Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia April 2011, hlm. 71-89. Institut Pertanian Bogor. Bogor.