Produksi, Produktivitas dan Penerimaan Lahan

Penerimaan lahan diperoleh dari penjumlahan penerimaan kopi, penerimaan tumpangsari dan penerimaan naungan. Produktivitas lahan diperoleh dengan menyetarakan penerimaan lahan terhadap harga kopi kemudian dibandingkan dengan luas lahan yang digunakan dalam usahatani. Produktivitas lahan yang dihitung yaitu produktivitas lahan setara kopi. Rata-rata penerimaan dan produktivitas lahan petani kopi di Kecamatan Air Hitam tersaji pada Tabel 25. Tabel 25. Rata-rata penerimaan dan produktivitas lahan per ha petani kopi di Kecamatan Air Hitam Lampung Barat 2015 Keterangan Petani Sertifikasi Petani nonsertifikasi 2012 2013 2014 2012 2013 2014 Penerimaan Rp Kopi 18.040.064,10 16.762.820,51 11.958.333,33 17.344.884,49 17.173.267,33 13.259.075,91 Tumpangsari 3.851.730,77 3.851.730,77 3.836.378,21 3.001.237,62 3.001.237,62 3.106.435,64 Naungan 685.000,00 685.000,00 641.987,18 299.339,93 299.339,93 343.894,39 Penerimaan lahan 22.576.794,87 21.299.551,28 16.436.698,72 20.674.131,28 20.502.230,45 16.731.321,77 Produktivitas lahan kgha 1.467,55 1.185,02 793,42 1.451,35 1.134,20 811,63 Tabel 25 menunjukkan bahwa pada tahun 2012 dan 2013 rata-rata penerimaan dan produktivitas lahan petani sertifikasi lebih baik dari petani nonsertifikasi, namun pada tahun 2014 penerimaan dan produktivitas lahan petani nonsertifikasi lebih baik. Pada tahun 2014 penerimaan dan produktivitas lahan petani nonsertifikasi lebih baik dikarenakan pada tahun tersebut meskipun petani mengalami gagal panen namun produksi kopi petani nonsertifikasi lebih baik dari petani sertifikasi.

4. Analisis Pendapatan

Pendapatan merupakan pengurangan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Pendapatan yang hitung yaitu pendapatan kopi dan pendapatan lahan. Pendapatan usahatani yang dihitung dalam penelitian ini menggunakan pendekatan nominal yaitu pendekatan perhitungan usahatani tanpa memperhitungkan nilai uang menurut waktu time value of money, yang dipakai adalah harga yang berlaku.

a. Analisis Pendapatan Kopi

Pendapatan kopi dipengaruhi biaya yang dikeluarkan dalam usahatani kopi. Biaya dalam usahatani kopi meliputi biaya tunai dan diperhitungkan. Rata-rata pendapatan petani kopi di Kecamatan Air Hitam disajikan dalam Tabel 26. Tabel 26. Rata-rata pendapatan petani kopi per ha Tahun 2012-2014 di Kecamata Air Hitam Lampung Barat 2015 Keterangan Petani sertifikasi Petani nonsertifikasi 2012 2013 2014 2012 2013 2014 Penerimaan kopi 18.040.064,10 16.762.820,51 11.958.333,33 17.344.884,49 17.173.26,.33 13.259.075,91 Biaya Biaya Tunai 4.347.964,67 4.162.099,29 3.218.822,04 5.107.890,49 4.972.944,12 4.168.113,26 Biaya Diperhitungkan 4.721.370,20 4.721.370,20 4.632.331,74 4.970.495,05 4.970.495,05 4.949.702,97 Total Biaya Usahatani 9.069.334,87 8.883.469,49 7.851.153,78 10.078.385,53 9.943.439,17 9.117.816,23 Pendapatan kopi Atas biaya tunai 13.692.099,43 12.600.721,22 8.739.511,29 12.236.994,00 12.200.323,21 9.090.962,65 Atas biaya total 8.970.729,23 7.879.351,03 4.107.179,55 7.266.498,95 7.229.828,16 4.141.259,68 Nisbah Penerimaan dan Biaya tunai RC 4,15 4,03 3,72 3,40 3,45 3,18 Nisbah Penerimaan dan Biaya total RC 1,99 1,89 1,52 1,72 1,73 1,45 Berdasarkan Tabel 26 penerimaan kopi petani sertifikasi lebih rendah dibandingkan petani nonsertifikasi. Hal ini disebabkan rata-rata produksi kopi petani sertifikasi lebih kecil dan harga jual kopi yang tidak jauh berbeda. Di daerah penelitian petani nonsertifikasi menjual biji kopi kepada tengkulak atau pengumpul sedangkan 30 persen petani sertifikasi menjual biji kopi kepada gapoktan dan sisanya menjual biji kopi kepada tengkulak atau pengumpul sama seperti petani nonsertifikasi. Harga jual yang diterima petani sertifikasi jika menjual biji kopi pada gapoktan lebih tinggi Rp 2.000kg dari harga pasar kopi. Selisih harga sebesar Rp 2.000kg merupakan bentuk premium fee yang diterima petani sertifikasi. Perbedaan harga jual kopi ini ditujukan sebagai penghargaan bagi petani sertifikasi yang telah memelihara kopi secara organik dan menjaga kelestarian lingkungan dengan penggunaan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan. Namun, petani sertifikasi yang menjual biji kopi pada pengumpul tidak mendapatkan perbedaan harga dengan kata lain harga kopi organik dan anorganik sama yaitu mengikuti harga pasar kopi yang berlaku. Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan kopi baik atas biaya tunai maupun biaya diperhitungkan yang diterima petani nonsertifikasi lebih baik dari pendapatan kopi petani sertifikasi. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan petani nonsertifikasi lebih besar dari petani sertifikasi, meskipun penerimaan kopi petani nonsertifikasi lebih tinggi. Artinya pengeluaran biaya per hektar lahan petani sertifikasi lebih efisien dari petani nonsertifikasi, sehingga pendapatan kopi petani sertifikasi lebih baik. Nilai nisbah penerimaan dengan biaya yang diperoleh untuk petani sertifikasi lebih besar dari petani nonsertifikasi. Hal ini berarti setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan petani sertifikasi akan memperoleh penerimaan yang lebih tinggi dari petani nonsertifikasi. Berdasarkan nilai RC rasio, usahatani kopi organik lebih menguntungkan dari usahatani konvensional. Biaya usahatani kopi petani nonsertifikasi lebih besar dikarenakan besarnya biaya input untuk bibit, pupuk dan pestisida kimia. Pada Tabel 16 dan 17 rata-rata penggunaan bibit, pupuk dan pestisida kimia petani nonsertifikasi lebih tinggi dari