terhadap perjalanan hidup orang Toba. Oleh karena itu, pemujaan terhadap roh nenek moyang terus dilakukan sebagai perilaku religi kultural. ....
Pelanggaran terhadap petuah nenek moyang, akan menyebabkan kemurkaan roh nenek moyang. Dengan kata lain, kesetiaan dan kecintaan kepada roh-roh
nenek moyang orang Batak Toba merupakan perilaku religius. Itu pula sebabnya, masakini dan masadepan harus senantiasa mendapat acuan
masalampau yaitu kehidupan nenek moyang. Harahap dan Hotman M. Siahaan, 1987:153
Penyatuan adat dan religi dalam kebudayaan Batak Toba terdapat pada
laporan perjalanan Richard Burton dan N.W. Ward ke pedalaman Tanah Batak 1824. Richard dan Ward dalam Harahap dan Hotman M. Siahaan 1987:152
memberi simpulan bahwa mungkin orang Batak adalah satu-satunya suku bangsa di dunia yang percaya semua benda berisi roh. Oleh karena itu, mereka mengirim surat
kepada Gubernur Michiels 1848 yang berisi peringatan bahwa penyebaran agama Kristen di Tanah Batak akan menghadapi tantangan keras dari penduduk setempat.
Peringatan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa pendeta Munson dan Henry Lyman dari Boston Amerika Serikat pada tanggal 28 Juli 1834 dibunuh oleh rakyat yang
dipimpin Raja Panggalamei di huta Sisangkak Lobupining.
5.2.3 Hagabeon
Hagabeon dalam kebudayaan Batak bermakna banyak keturunan dan panjang umur. Orang Batak senantiasa mengharapkan setiap pengantin baru agar memiliki
banyak keturunan dan panjang umur. Bahkan, menurut Harahap dan Hotman M. Siahaan 1987:1333, “Satu ungkapan tradisional Batak yang terkenal yang
disampaikan pada saat upacara pernikahan ialah ungkapan yang mengharapkan agar
Rosliani : Novel Karya Bokor Hutasuhut: Pendekatan Hermeneutika Historis, 2009 USU Repository © 2008
kelak pengantin baru dikaruniai putra 17 dan putri 16.” Konsep hagabeon ini pada hakikatnya berakar dari budaya bersaing pada zaman purba yang terwujud dalam
perang antar huta. Perang tradisional Batak Toba tersebut mengandalkan pada kekuatan jumlah pasukan yang besar sehingga marga dengan banyak anak akan
mengalahkan dan menguasai marga yang memiliki jumlah anak yang lebih sedikit. Secara tradisional, orang Batak sangat ingin mempunyai anak dan karena itu
sangat sayang kepada anak-anaknya, baik anak laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, kalau orang Batak ingin memberi doa restu istilah Batak: mamasumasu
maka orang Batak selalu menitikberatkan doanya pada permohonan agar Tuhan memberi kepada orang atau keluarga yang direstui itu hagabeon banyak anak.
Menurut Sihombing 2000:25, orang Batak tidak pernah memulai berdoa dengan mendoakan kekayaan atau kekuasaan atau kebahagiaan yang lain, sesuai dengan
makna yang terkandung dalam filsafat hagabeon, yakni “Hagabeon” itulah kekayaan dan kemakmuran; “Hagabeon” itulah kekuasaan dan kekuatan; dan, “Hagabeon”
itulah derajat yang tinggi. Untuk mencapai hagabeon, maka orang Batak haruslah memperhatikan nilai-
nilai religi yang dianutnya. Kehormatan dan kemuliaan orang Batak dalam memperoleh banyak anak dan panjang umur tidak akan menjadi panutan masyarakat
apabila tidak memiliki perilaku religi yang kuat. Hal ini disebabkan kehormatan dan kemuliaan hagabeon itu dapat diraih hanya berkat kehendak Debata Mulajadi Na
Bolon yang dalam alam kenyataan didelegasikan kepada hula-hula. Menurut Harahap
Rosliani : Novel Karya Bokor Hutasuhut: Pendekatan Hermeneutika Historis, 2009 USU Repository © 2008
dan Hotman M. Siahaan 1987:160, “Ukuran hagabeon adalah keluarga yang besar dan usia lanjut sekaligus menjadi panutan masyarakat.”
5.2.4 Hukum