Fakta Kemanusiaan Novel Pantai Barat Karya Bokor Hutasuhut .1 Struktur Novel

Tanggung jawab Oom Djon sudah diambil alih oleh tokoh Aku yang tengah berada dalam masa penyembuhan penyakit dengan cara menikahi Fat. Pernikahan ini menghapus rasa malu pada keluarga Fat meskipun menimbulkan rasa malu pada keluarga tokoh Aku. Konflik yang muncul akibat pelimpahan tanggung jawab ini dapat diatasi oleh tokoh Aku dengan menyelamatkan bayi yang dikandung Fat. Bayi inilah yang menjadi rebutan antara Oom Djon sebagai ayah kandungnya dengan tokoh Aku sebagai suami sah Fat, ibu bayi tersebut. Dengan demikian, tanggung jawab laki-laki menyediakan tempat dan menciptakan suasana yang harmonis merupakan sentral tema yang memunculkan konflik-konflik dalam kehidupan tokoh cerita novel PB karya Bokor Hutasuhut.

4.4.2 Fakta Kemanusiaan

Fakta kemanusiaan dalam novel PB karya Bokor Hutasuhut menampilkan fakta sosial dari tindakan tokoh Aku. Tindakan pertama yang menentukan kedudukan tokoh Aku sebagai simbol laki-laki yang bertanggung jawab dalam konteks fakta sosial adalah menikahi Fat. Padahal waktu itu Fat sedang mengandung bayi hasil pemerkosaan laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Dengan pernikahan tersebut, tokoh Aku tidak hanya melepaskan rasa malu dalam keluarga Fat melainkan juga memberi rasa aman terhadap bayi yang akan lahir karena bayi itu akan memiliki seorang ayah. Hal itulah yang selama ini menjadi kerisauan Fat, antara apakah dia menggugurkan kandungannya atau membiarkan bayi itu lahir hanya untuk melihat gambaran pemerkosa pada bayi tersebut. Di sinilah tokoh Aku tampil memberi Rosliani : Novel Karya Bokor Hutasuhut: Pendekatan Hermeneutika Historis, 2009 USU Repository © 2008 keseimbangan hidup dalam kegalauan hati Fat. Tokoh Aku bersedia menanggung tanggung jawab lelaki lain yang tidak bertanggung jawab karena tidak ingin membiarkan seorang bayi lahir ke dunia tanpa seorang ayah dan tanpa kasih sayang laki-laki dewasa. Fakta sosial tersebut terungkap dalam kutipan berikut ini. Dia semakin menantjapkan pandang kebidji mataku. Dalam² dan sangat lama. Tatapan itu kutantang habis-habisan. Aku tidak mau mengelak dan mengalah. Lalu kulandjutkan: “Anak jang kau kandung itu berhak memperoleh kasih sayang dan masa depan. Dia djuga terdiri dari merah darah daging serta perasaan seperti kita. Jang mendambakan elusan sajang dari orang dewasa sebelum dia sendiri dewasa.” Dia menolakkan tubuhku jang tambah mendekat. Dia menggigit bibir dengan getir. Tiba² mulutnja mengatakan: “Tidak, tidak adil untukmu. Djangan utjapkan lagi perkataan itu. Tidak seharusnja kau memikul tanggung djawab perbuatan orang lain.” PB:94-95 Setelah menikah dengan Fat, maka tokoh Aku menyatukan diri dengan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Sibolga. Persoalan besar yang dihadapi oleh masyarakat adalah upah buruh pelabuhan yang tidak layak dan tidak didukung oleh peraturan organisasi yang berpihak pada kepentingan umum. Selama ini, buruh pelabuhan menjadi indeks pemerasan di mana buruh mendapat upah yang murah dengan kerja yang berat di pelabuhan yang jarang disinggahi kapal-kapal besar. Oleh karena itu, usul tokoh Aku untuk mengubah peraturan perburuhan dengan asas Pancasila mendapat persetujuan dari para buruh. Bahkan, tokoh Aku dipercaya sebagai sekretaris organisasi buruh pelabuhan Sibolga tersebut. Aktivitas tanggung jawab sosial tokoh Aku untuk menaikkan derajat buruh pelabuhan terlihat dalam kutipan berikut ini. “Sebagai golongan karjawan, kita tidak perlu menempatkan diri dibawah naungan salah satu partai-politik, tapi bukan berarti kita tidak punja ideologi, Rosliani : Novel Karya Bokor Hutasuhut: Pendekatan Hermeneutika Historis, 2009 USU Repository © 2008 tidak punja landasan idiil. Kita punja, jaitu langsung mendukung sepenuhnja ideologi negara, jaitu Pantjasila. Djadi kita langsung mendjadi alat Negara, alat perdjuangan bangsa dalam keseluruhan, bukan alat partai-politik jang tidak bisa melepaskan diri dari ambisi² partai itu sendiri terhadap kekuasaan. Sebagai alat-negara kita ditempatkan pada proporsi sebenarnja, sesuai dengan fungsi kita, jaitu golongan karjawan-buruh,” kataku mendjelaskan. PB:115 Perilaku tokoh Aku yang lain yang tidak individualis adalah keputusan tokoh Aku memilih Ratna sebagai pengasuh bayi Fat yang menjadi anak yatim-piatu. Pilihan tersebut bukan semata-mata untuk mengasuh bayi tetapi dimaksudkan sebagai istri yang sah. Pilihannya terhadap Ratna merupakan wujud kepercayaan sebagai akibat persahabatan dan percintaan yang pernah mereka lakukan. Dengan menitipkan bayi tersebut kepada Ratna, maka tokoh Aku dapat lebih memusatkan perhatian pada kerja gotong-royong membersihkan kota dari kayu dan lumpur yang terbawa bencana tanah longsor. Pada konteks ini, fakta individual memberi rasa aman dalam diri tokoh Aku untuk melakukan aktivitas sosial sebagai wujud tanggung jawab laki-laki dalam bermasyarakat. Fakta sosial yang muncul sebagai hasil aktivitas tokoh Aku merupakan indeks kepedulian tokoh Aku terhadap jalan keluar masalah masyarakat. Kepedulian ini tidak akan muncul apabila tokoh Aku hanya berpegang teguh pada nasihat dokter kepadanya untuk beristirahat di tempat yang tenang. Tokoh Aku yang berasal dari Kota M tersebut baru tamat sekolah dan sedang dalam proses pemulihan kesehatan. Hal itu terungkap dalam dialog tokoh Aku dengan kasir losmen yang akan dijadikan tempat penginapannya berikut ini. “Saudara datang dari kota mana?” ”Dari M”, sahutnja. Rosliani : Novel Karya Bokor Hutasuhut: Pendekatan Hermeneutika Historis, 2009 USU Repository © 2008 ”Tentu saudara sudah punja pekerdjaan jang baik disana.” ”Aku baru menjelesaikan sekolah”, kataku. ”Keperluan apa datang kemari?” ”Menuruti perintah dokter.” ”Kalau untuk tempat mengasoh, kota ini tepat benar”, katanja dan nada suaranja terasa agetir mengutjapkannja untuk menjenangkan hatiku mungkin: “Kesunjian dan ketenteramannja bisa tjepat memulihkan kesehatan dan kekuatan dan kekuatan, karena bisa banjak² mengasoh. Alam sekitar bisa membuat hati selalu teduh.” PB:13 Tokoh Aku juga mengabaikan kedudukannya sebagai putra pedagang dari Toba yang menikah dengan putri keluarga pedagang di Sibolga. Bahkan setelah menikah dengan Fat, tokoh Aku mendapat pekerjaan di perusahaan Pakcik Fat. Pada saat itulah tokoh Aku menerima jabatan sekretaris organisasi buruh pelabuhan Sibolga yang mengutamakan kepentingan buruh daripada kepentingan pengusaha. Tanggapan tokoh lain terhadap aktivitas sosial tokoh Aku terlihat dalam dialog Nakhoda dengan Ratna berikut ini. “O, hallo,” kata Nachoda seraja mengulurkan tangan padaku. „Sedjak aku dengar tjerita mengenai saudara dari Ratna,” kata Nachoda selandjutnja. Sambil berpaling kearah Ratna dia mengatakan: ”Kalau orang seperti dia pemimpin buruh ditiap-tiap pelabuhan, bisa membuat perusahaan pelajaran bangkrut. Mereka begitu gigih mempertahankan upah bongkar dan muat kapal,” dan tawa Nachoda meledak. Ratna sendiri turut tertawa sambil mengatakan: ”Dia memerlukan uang jang agak banjak. Istrinja mau melahirkan.” PB:126-127 Perilaku tokoh Aku tersebut semula ditentang oleh Pak Ali hingga akhirnya Pak Ali menyadari kekeliruannya. Bahkan, Pak Ali bersama anggotanya meminta maaf dan meminta pekerjaan kepada tokoh Aku. Kesadaran Pak Ali tersebut memberikan bukti bahwa tokoh Aku dalam melakukan aktivitas sosial berpedoman Rosliani : Novel Karya Bokor Hutasuhut: Pendekatan Hermeneutika Historis, 2009 USU Repository © 2008 pada keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah benar. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut ini. Sambil tersenjum aku katakan: “Kupikir persoalan itu tidak perlu kita bitjarakan berpandjang-pandjang. Kau dapat membuktikan rasa sajangku padamu dengan tjara lain. Antjaman jang mengintjar pasti tidak ada. Kita berada dipihak jang benar.” PB:124 Meskipun tokoh Aku melakukan berbagai aktivitas sosial yang benar menurut ukuran ilmu pengetahuan, tokoh Aku tidak dapat menghindarkan diri dari perilaku libinalnya. Perilaku libinal ini terlihat dalam relasi gender tokoh Aku dengan Ratna di ruang terbuka pantai pada dimensi waktu senja. Tokoh Aku tidak dapat menahan hasrat seksual, sehingga melakukan tindakan yang cenderung pornoaksi, berpelukan dan berciuman. Akan tetapi, fakta individual ini memiliki kesejajaran dengan fakta sosial yang berlaku di pelabuhan, terutama pada saat kedatangan kapal besar. Pada saat itu, nakhoda, anak buah kapal, buruh pelabuhan, wanita cantik, dan orang-orang kaya berdansa dan meminum minuman yang memabukkan di atas kapal. Dengan demikian, aktivitas individu yang dilakukan oleh tokoh Aku tidak bertentangan dengan fakta sosial sehingga tokoh Aku tetap terpandang sebagai simbol laki-laki yang bertanggung jawab dalam menjaga harmoni sosial di pelabuhan Sibolga tersebut.

4.4.3 Subjek Kolektif