Hasangapon Nilai Budaya Batak Toba .1 Kekerabatan

5.2.8 Hasangapon

Menurut Hasselgren 2008:68, ”Hasangapon merupakan tujuan dari usaha- usaha untuk mewujudkan gagasan-gagasan harajaon dan hamoraon.” Hal ini sejalan dengan hasil penelitian terhadap ungkapan tradisional Batak Toba yang dilakukan oleh Harahap dan Hotman M. Siahaan 1987:134 yang menyatakan bahwa, ”Hasangapon, kemuliaan, kewibawaan, kharisma, suatu nilai utama yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan. Nilai ini memberi dorongan kuat, lebih-lebih pada orang Toba, pada zaman modern ini untuk meraih jabatan dan pangkat yang memberikan kemuliaan, kewibawaan, kharisma dan kekuasaan.” Dorongan yang kuat untuk meraih hasangapon dalam kehidupan orang Batak Toba tidak hanya berdasarkan kondisi kini dan masa yang akan datang melainkan juga didasarkan pada pencapaian leluhurnya. Hal ini ditemukan dalam penelitian Castles 2001:216-217 berikut ini. Surat Residen V.E. Korn kepada Directeur van Binnenlandsch Bestuur, 22 Februari 1938 menyatakan bahwa, “Setiap orang Batak harus menilai perbuatan-perbuatan leluhurnya dan berusaha untuk menyamainya, dan jika mungkin melebihinya, supaya pada gilirannya dia menjadi leluhur yang terhormat bagi keturunannya. Jika terdapat seorang raja orang penting dalam garis keturunannya, maka dia harus berusaha agar dia pun menjadi raja, dan sementara berusaha untuk itu, dia juga harus memperoleh kuasa dan prestise sebanyak mungkin. Bila perlu, dia tidak segan-segan menyingkirkan cabang- cabang lain dari marganya. Inilah yang disebut harajaonzucht nafsu untuk menjadi raja. Nilai kekuasaan, harajaon, pada orang Batak Toba berkaitan dengan nilai hamoraon. Menurut Basyral Hamidy Harahap dalam Castles 2001:xxiii, “Mereka berasumsi, bahkan dibenarkan oleh kenyataan empiris, bahwa dengan hamoraon Rosliani : Novel Karya Bokor Hutasuhut: Pendekatan Hermeneutika Historis, 2009 USU Repository © 2008 orang dapat meraih harajaon.” Kenyataan ini dibenarkan sesuai dengan dialog yang biasa diucapkan dan didengar oleh masyarakat Batak Toba dalam kehidupan sehari- hari berikut ini. “Aha do na mangatur negara on Artinya: Apa yang mengatur negara ini?” tanya seseorang kepada lawan bicaranya. ”Hepeng Artinya: Duit” Jawab yang seorang lagi dengan singkat. Menurut Harahap dan Hotman M. Siahaan 1987:184, seseorang yang telah berhasil meraih hagabeon dan hamoraon tidak dengan sendirinya meraih hasangapon apabila nilai-nilai hasangapon terutama bisuk, arif dan bijaksana, belum dimiliki. Kharisma, wibawa, terpandang dan terhormat baru lebih bermakna hasangapon apabila telah memiliki bisuk, yang merupakan nilai dasar dalam nilai hasangapon. Maksud bisuk, arif dan bijaksana, dinyatakan sebagai kemampuan memelihara kerukunan. Kerukunan hanya dapat dipelihara apabila orang memiliki rasa holong, kasih sayang yang ikhlas. Bahkan, kerukunan dan kasih sayang bersaudara adalah salah satu syarat penting untuk menentukan apakah seseorang telah atau belum memiliki hasangapon. Dengan demikian, orang Batak Toba yang telah mencapai taraf sangap adalah pemberi kebijakan, pemberi habisuhon, kearifan, sekaligus menjadi teladan masyarakatnya. Berdasarkan paparan di atas, orang Batak menganggap “jabatan” adalah hasangapon kemuliaan. Oleh karena itu, dengan segala upaya diusahakan untuk memperolehnya. Menurut Siahaan 2000:160, dalam falsafah Batak sangat ditekankan agar seseorang dalam hidupnya memperoleh “hagabeon”, “hamoraon” Rosliani : Novel Karya Bokor Hutasuhut: Pendekatan Hermeneutika Historis, 2009 USU Repository © 2008 dan “hasangapon” sejahtera berketurunan, kaya dan mulia. Tujuan hidup ini memerlukan pembagian kerja yang seimbang antara laki-laki dengan perempuan sebagaimana paparan hasil penelitian berikut ini. Gagasan-gagasan ini merupakan kualitas-kualitas individual yang terutama dimiliki laki-laki, tetapi gagasan-gagasan ini juga dibagikan dengan orang lain. Dengan demikian, seorang laki-laki kaya dan berhasil membawa prestise kepada seluruh marga. Seorang perempuan yang melahirkan banyak anak membawa kekayaan dan prestise kepada suaminya, sementara itu prestisenya diperoleh dari usaha-usaha harajoan dari pasangannya. Hasselgren, 2008:68 Dalam realitas faktual, bagi orang Batak Toba, kualitas hasangapon ditentukan oleh kearifan, kemuliaan, dan kharisma seseorang. Jabatan yang disandang oleh seseorang dari keluarga Batak Toba hanya merupakan jalan memperlihatkan kearifan seseorang. Dari keadaan tersebut, masyarakat akan menempatkan seseorang dalam kualitas kemuliaan dan kharisma yang layak mendapat kehormatan. Dengan demikian, unsur-unsur yang melekat dalam pengertian hamoraon merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan menentukan keseluruhan nilai budaya Batak Toba.

5.2.9 Pengayoman