lebih sulit. Terbukti bahwa pencemaran udara, kebisingan, kemacetan lalu lintas, kejahatan, dan kurangnya perhatian terhadap kesehatan tumbuh lebih pesat
daripada perkembangan wilayah kota-kota besar.
5
Selain itu, gambaran mengenai ketidakdisiplinan masyarakat yang ditunjukkan oleh bait tersebut perlu menjadi
perhatian lebih bagi instansi pemerintahan khususnya Dinas Perhubungan. Ketidakdisiplinan ini merupakan dampak dari ketidaktegasan pemerintah untuk
menertibkan masyarakat pengguna transportasi massal. Selain itu, catatan kaki pertama dalam puisi esai “Manusia Gerobak” ini
juga menunjukkan beberapa kecenderungan terkait penggunaan kereta ekonomi yang masih kurang maksimal dalam pelayanan dan juga dalam segi penggunaan,
seperti yang dapat ditunjukkan berikut. KRL Jabotabek adalah jalur kereta rel listrik yang dioperasikan
oleh PJKA sejak 1976, melayani rute komuter di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Serpong. KRL yang melayani
jalur ini terdiri dari dua kelas, yaitu kelas ekonomi dan kelas ekspress yang menggunakan pendingin udara. Kereta kelas ekonomi selalu
padat setiap pagi hari dan sore hari. Bahkan sampai di atap gerbong. Banyak penumpang kelas ekonomi tak memiliki karcis.
6
c. Kritik terhadap Sikap Antipati Pemerintah
Sikap pemerintah yang cenderung antipati salah satunya dikarenakan prasangka buruk terhadap masyarakat kelas bawah sebagaimana ditampilkan
dalam bait beirkut ini. Pegawai stasiun mencegatnya
Ada syakwasangka di matanya Tubuh kecil kaku ditengoknya
Orang mati dibawa ke mana-mana Terpejam diam tak bergerak
Tak bernafas tak bersuara Si pegawai curiga, membentak
Orang mati dibawa kemana-mana
7
Atmo yang berpenampilan lusuh —dengan gerak-geriknya yang penuh
waspada membawa jenazah putrinya agar bisa duduk di atap gerbong —membuat
pegawai stasiun curiga. Hal ini tentu wajar terjadi, namun perlakuan kasar yang
5
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995, h. 28.
6
Taher, op. cit., h. 50.
7
Taher, op. cit., h. 51.
dilakukan oleh pegawai stasiun tidak mencerminkan sikap kewibawaan aparatur pemerintah. Perlakuan seperti ini sangat sering diterima oleh masyarakat kelas
bawah. Pandangan kriminalitas seolah menjadi dugaan awal apabila seseorang dengan penampilan kumuh bersikap tidak wajar misalnya mengendap-endap
sebagaimana tingkah yang ditampilkan Atmo. Kecurigaan pegawai pemerintahan dalam puisi esai ini ditampilkan dengan sikap kasar yang mereka berikan pada
masyarakat kelas bawah. Penertiban yang mereka lakukan pun terkesan pandang bulu. Hal ini diperkuat dalam bait berikut ini.
Jakarta hanya untuk orang berpunya Tak ada belas kasihan
Pegawai stasiun tak percaya Ia ditangkap jadi tawanan
8
d. Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah Yang Merugikan Masyarakat
Pedesaan Berbagai
macam kebijakan
yang ditetapkan
pemerintah pada
kenyataannya tidak semua berpihak untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Hal ini terlihat bukan hanya dari sistem sentralisasi yang secara implisit masih terjadi di
Indonesia, melainkan juga pembangunan wilayah pedesaan yang disalahartikan dengan banyaknya pendirian pabrik industri maupun perumahan. Pembangunan
seperti ini tidak cocok dilakukan di wilayah pedesaan sebagai penghasil komoditas pertanian. Kondisi seperti ini digambarkan dalam beberapa bait dalam
puisi esai “Manusia Gerobak” seperti berikut ini. Kini desa tak seperti dulu
Sawah luas hijau membentang Alam yang tenteram sudah berlalu
Pabrik datang sawah menghilang Sawah ladang kian menyempit
Kehidupan petani bertambah sulit Perumahan dan pabrik industri
Mengusir petani setiap hari
9
Atmo menjadi saksi bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah yang bekerja sama dengan para pengusaha terus menggerus matapencahariannya sebagai
8
Taher, op. cit., h. 53.
9
Taher, op. cit., h. 55.
petani. Kebijakan-kebijakan pemerintah untuk meloloskan izin pendirian bangunan malah berimbas pada ketidakstabilan ekonomi di pedesaan. Hal ini
bukan saja merugikan para petani, melainkan juga berdampak pada kemandirian bangsa yang semakin melemah untuk memproduksi komoditas pertanian dalam
negeri. Kebijakan pemerintah di Indonesia terkesan banyak yang tumpang tindih, misalnya tekad untuk meningkatkan produksi pertanian dalam negeri terhalang
dengan kebijakan lain di sektor industri besar. Bisa ditemukan dengan mudah bahwa banyak pihak-pihak yang melakukan proyek pembangun di wilayah
penghasil komoditas pertanian. Proyek tersebut mulai dari pendirian pabrik-pabrik industri hingga usaha properti. Hal ini ternyata tidak disikapi dengan bijak oleh
pemerintah demi kesejahteraan rakyat. Pemerintah bahkan cenderung membiarkan pembangunan proyek-proyek tersebut secara sepihak. Kondisi seperti ini jelas
merugikan masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan cenderung hanya memiliki keterampilan bercocok
tanam. Umumnya, mereka terbagi menjadi dua pengelompokkan yakni para tuan tanah dan para petani sewaan penyewa yang mengolah lahan pertanian. Situasi
yang tidak stabil jelas akan muncul apabila pembangunan proyek di bidang industri, properti, dan sebagainya tetap berlangsung. Hal buruk yang terjadi
adalah makin banyak masyarakat pedesaan yang kehilangan matapencaharian. Kecenderungan masyarakat Asia terutama di negara-negara berkembang
adalah hidup dalam lingkup masyarakat maritim, petani, pedesaan, hutan, dan lingkungan nonindustrial lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa peran pedesaan
sangat besar bagi sebuah negara berkembang seperti Indonesia. Sebagaimana pernyataan dalam buku Urban Sociology yang menyebutkan: Asia is a continent
of contradictions. Over 50 percents of the worlds population and one third of its urban population are in Asia. Yet many Asian countries, Pakistan, Thailand,
Indonesia, and the Philipppines, are only about 10 percent urbanied. In Asia are located some of the leas affluent countries in the world Sri Lanka and
Bangladesh and one of the world’s most affluent countries, Japan. Some