.
6. Imajeri
Salah satu unsur yang membangun kekhasan puisi adalah adanya penggunaan imajeri atau pencitraan. Puisi sebagai karya sastra yang padat kata
dan penuh makna tentu saja menggunakan imajeri untuk memperkaya daya bayang pembaca terhadap puisi. Terdapat beberapa penggunaan imajeri dalam
puisi esai ini. Penjabaran dari penggunaan imajeri tersebut sebagai berikut: a.
Imajeri pandang Kalbu Atmo luluh lantak
Mulut membisu tidak bicara Awan di langit berarak-arak
Langit biru alangkah indahnya
27
Imajeri pandang yang ada dalam larik ‗Awan di langit berarak-arak’ dan
‗Langit biru alangkah indahnya’ menimbulkan daya bayang suasana siang hari yang cerah. ‗Awan di langit berarak-arak’ dan ‗Langit biru alangkah indahnya’
mengibaratkan keironisan yang muncul karena keindahan alam tersebut berbeda jauh dengan kondisi Atmo yang tengah berduka. Oleh karena itu, daya bayang
yang muncul sengaja bukan sekadar ingin menampilkan keindahan alam semata, tetapi tampak lebih ingin menampilkan bentuk keironisan nasib tokoh.
Ia mesti waspada, mesti berhati-hati Menunggu kereta ekonomi, kereta rakyat
Untuk duduk merdeka di atap gerbong
28
Imajeri pandang pada larik pertama yakni ‗Ia mesti waspada, mesti
berhati- hati’ menimbulkan daya bayang seseorang yang tengah mengendap-
endap. Daya bayang ini berkaitan dengan suasana yang timbul yakni suasana menegangkan yang dialami tokoh. Daya bayang ini menunjukkan maksud lain
yakni, bukan hanya mengenai situasi tokoh yang sedang mengendap-endap, melainkan juga dimaksudkan untuk membangkitkan sikap kritis pembaca untuk
memahami penyebab dari situasi tersebut. Hal yang tergambar dari bait tersebut menunjukkan bahwa masih ada orang-orang yang berusaha menumpang kereta
secara gratis. Hal ini tentu saja berhubungan dengan kemiskinan yang masih melanda di Indonesia.
27
Taher, op. cit., h. 69.
28
Taher, op. cit., h. 50.
.
Pegawai stasiun mencegatnya Ada syakwasangka di matanya
Tubuh kecil kaku ditengoknya Orang mati dibawa kemana-mana
Terpejam diam tak bergerak Tak bernafas tak bersuara
Si pegawai curiga, membentak Orang mati dibawa kemana-mana
29
Imajeri pandang yang terdapat pada larik ‗Ada syakwasangka di matanya’;
‗Tubuh kecil kaku ditengoknya’; ‗Orang mati dibawa kemana-mana’; dan ‗Terpejam diam tak bergerak’ menciptakan daya bayang kecurigaan saat melihat
hal yang tidak wajar terjadi. Pegawai di stasiun menaruh rasa curiga karena melihat seseorang menggendong anak kecil yang tubuhnya sudah kaku dan tak
bergerak. Pegawai stasiun tersebut harus sigap dan tegas ketika melihat hal yang tidak wajar terjadi di area stasiun. Namun demikian, sikap tegas sebagai seorang
pegawai disalahartikan dengan malah membentak orang yang belum tentu bersalah.
Atmo kini menetap berempat Di padat Manggarai, milik Ibu Sri
Di tepi Ciliwung berair coklat Mandi mencuci di tepi kali
30
Imajeri pandang pada larik ‗Di padat Manggarai, milik Ibu Sri’; ‗Di tepi
Ciliwung berair coklat’; dan ‗Mandi mencuci di tepi kali’ menciptakan daya bayang pemukiman padat dan kumuh di tepi Sungai Ciliwung sebagaimana
realitas yang terjadi di Jakarta saat ini. Penggambaran salah satu keadaan Jakarta ini menegaskan latar kemiskinan dan ketidakpedulian masyarakat terhadap
lingkungan karena telah menyalahgunakan fungsi sungai dan bantarannya. Saat tiba malam Atmo mencari tempat
Kadang di pinggir jalan Pondok Indah Gerobak diparkir di trotoar terdekat
Menjadi bagian dari perumahan mewah
31
Imajeri pandang pada larik ‗Saat tiba malam Atmo mencari tempat’ dan
‗Kadang di pinggir jalan Pondok Indah’ menciptakan daya bayang suasana malam hari, dan dalam suasana seperti itu ada seseorang yang masih mencari
29
Taher, op. cit., h. 51.
30
Taher, op. cit., h. 58.
31
Taher, op. cit., h. 63.
.
tempat beristirahat. Tokoh tersebut tampak tidak memiliki tempat tinggal karena memilih untuk beristirahat di pinggir jalan. Larik selanjutnya yakni
‗Gerobak diparkir di trotoar terdekat’ dan ‗Menjadi bagian dari perumahan mewah’
menciptakan daya bayang ketimpangan yang jelas antar kemiskinan dan kemewahan. Gerobak yang diparkir di dekat deretan rumah mewah menampilkan
keironisan yang terjadi di kota besar seperti Jakarta. Orang-orang yang baru keluar dengan bahagia
Wajahnya kenyang tiada terkira Dari rumah makan siap saji
Restoran bergambar daging di tengah roti Bundar dan besar, nikmat tampaknya
Maka mereka semua ceria Tak ada yang peduli pada Atmo sekeluarga
Yang perutnya nyaris tiada isinya
32
Imajeri pandang yang terdapat pada larik ‗Wajahnya kenyang tiada terkira’ menggambarkan ketimpangan yang dialami oleh tokoh. Orang-orang
yang dilihatnya tampak puas dan tidak terlihat sengsara karena kelaparan dan hal tersebut berbeda jauh dengan kondisinya. Larik
‗Restoran bergambar daging di tengah roti’ dan ‗Bundar dan besar, nikmat rasanya’ menggambarkan kondisi
tokoh yang berada di dekat pusat perbelanjaan. Narator mengungkapkan pendapatnya seolah-olah sebagai pemikiran tokoh. Pendapat narator yang paling
menonjol adalah kesan nikmat sebagai sebuah penilaian gambar makanan di restoran tersebut. Namun, di luar pendapat itu bait tersebut menekankan
ketidakpedulian sosial yang ditunjukkan dengan adanya sikap acuh terhadap orang kelaparan yang ada di sekitar.
b. Imajeri dengar
Kalbu Atmo luluh lantak Mulut membisu tidak bicara
Awan di langit berarak-arak Langit biru alangkah indahnya
33
Imajeri dengar yang terdapat pada larik ‗Mulut membisu tidak bicara’
menunjukkan keheningan yang terjadi pada diri tokoh. Larik dengan imaji dengar ini seolah menciptakan ketegasan sendiri bahwa tokoh utama tak mampu
32
Taher, op. cit., h. 65.
33
Taher, op. cit., h. 47.
.
mengeluarkan lebih banyak daya lagi untuk mengaduh, dia lebih memilih untuk bertindak langsung dalam menyelesaikan permasalahannya.
Pegawai stasiun mencegatnya Ada syakwasangka di matanya
Tubuh kecil kaku ditengoknya Orang mati dibawa ke mana-mana
Terpejam diam tak bergerak Tak bernafas tak bersuara
Si pegawai curiga, membentak Orang mati dibawa ke mana-mana
34
Imajeri dengar pada larik ‗Si pegawai curiga, membentak’ mengesankan