Kritik terhadap Ketidakseriusan Pemerintah dalam Program

mengurus jaminan kesehatan itu pun tetap menyulitkan masyarakat yang kurang mampu. Ketidakseriusan pemerintah pun ditegaskan kembali pada bait berikut ini. Rezeki pas-pasan Rela mereka sisihkan Untuk disisipkan Di tangan Atmo Tapi tak cukup Untuk menyewa ambulan 16 Atmo yang memperoleh pertolongan seadanya dari masyarakat pinggiran tetap harus menghadapi kenyataan bahwa pertolongan tersebut tidak mencukupi untuk menyewa fasilitas kesehatan seperti ambulans. Hal ini menunjukkan bahwa segala bentuk layanan kesehatan pun masih dikomersialkan oleh pemerintah.

2. Kritik terhadap Masyarakat

a. Kurangnya Kepedulian Masyarakat terhadap Kaum Tertindas

Kritik terhadap ketidakpedulian masyarakat beberapa dapat dilihat dalam bait-bait berikut ini. Dihelanya gerobak menyusur Jakarta Orang sibuk sendiri-sendiri Padatnya jalanan tiada terhingga Tapi tak ada yang peduli Mobil dan motor cuma melintas Tak satu pun yang bertanya Hidup di kota memanglah keras Tapi bukankah mereka manusia? 17 Larik-larik tersebut menggambarkan Atmo mau tidak mau harus berjalan di tengah kota dengan gerobak yang ditariknya. Dia berusaha mencari peruntungan untuk mengurus jenazah putrinya. Jenazah yang tergeletak di dalam gerobak hanya menjadi pemandangan bagi orang-orang di sekitar Atmo. Masyarakat kota tetap hilir mudik mengutamakan kepentingan pribadi. Kerasnya kehidupan Jakarta menjadikan masyarakat semakin bersikap individualis dan pandangan mereka terbatas hanya pada pemuasan kebutuhan diri sendiri. 16 Taher, op. cit., h. 71. 17 Taher, op. cit., h. 48.

b. Kritik terhadap Sikap Hedonis Masyarakat Perkotaan

Kritik berupa sindiran terhadap gaya hidup masyarakat perkotaan yang semakin hedonis ditunjukkan pada bait berikut. Orang-orang yang keluar dengan bahagia Wajahnya kenyang tiada terkira Dari rumah makan siap saji Restoran bergambar daging di tengah roti Bundar dan besar, nikmat tampaknya Maka mereka semua ceria Tak ada yang peduli pada Atmo sekeluarga Yang perutnya nyaris tiada isinya 18 Kecenderungan gaya hidup hedonis mencirikan kepentingan individu telah menjadi segalanya dibanding dengan kepentingan kelompok. Kepentingan pribadi dan kelompok ini pada dasarnya harus berjalan beriringan dan saling mendukung, bukan malah mendiskreditkan. Gaya hidup mewah, bersaing hanya untuk gengsi semata, serta pandangan yang terlampau bebas telah mengubah tingkah laku masyarakat yang berdampak pada sikap yang tidak acuh pada sesama. Jelas terlihat kesenjangan sosial yang sangat memprihatinkan dari larik-larik di atas. Terjadinya kesenjangan tersebut memang menjadi hal umum di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di banyak negara berkembang, struktur sosial masing-masing lapisan masyarakat berkembang ke arah yang berlawanan. Hal ini mengakibatkan semakin lebarnya jurang kaya-miskin. Fenomena ini disebut entwicklung der unterentwicklung perkembangan negatif. Proses perkembangan negatif ini dapat terjadi meskipun pertumbuhan ekonominya positif. 19 Fenomena tersebut memang ironis. Hal ini bisa dibuktikan dengan pengakuan pemerintah Indonesia mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat sebagaimana yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat meskipun dalam kondisi krisis 18 Taher, op. cit., h. 65. 19 Rudolf H. Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga, Jakarta: Cidesindo, 1999, h. 1. ekonomi global. 20 Namun pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi tersebut tidak tercermin dari kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Bentuk kesenjangan lainnya juga dapat diamati lewat perubahan sosial yang ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelas menengah. Kecenderungan masyarakat kelas menengah yang biasanya hanya mampu mengonsumsi produk ekonomis pada akhirnya dihadapkan dengan sikap konsumtif mereka sendiri yang semakin tinggi. Ketidaksiapan mental masyarakat wajar terjadi mengingat adanya perubahan sistem tata kota metropolitan di negara berkembang seperti Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan dan juga pusat ekonomi negara. Tipografi kota Jakarta memang mencerminkan kesan kuat globalisasi. Hal ini bisa dilihat dalam bentuk gedung-gedung tinggi apartemen dan kantor, hotel, dan pusat perbelanjaan yang dilengkapi dengan gerai-gerai restoran cepat saji kelas dunia, dengan gaya arsitektur postmodern terbaru. Sehingga mau tidak mau, masyarakat perkotaan dengan berbagai latar belakang harus mengubah pula gaya hidup mereka. 21

c. Ketidakpedulian Masyarakat terhadap Lingkungan

Ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan semakin mengkhawatirkan. Kondisi seperti ini bisa dikaitkan juga dengan ketidakpedulian sosial. Apabila kelestarian lingkungan tidak menjadi perhatian bagi tiap individu, jelas kepedulian sosial pun akan dikesampingkan. Kondisi masyarakat Indonesia yang semakin apatis terhadap lingkungan maupun sosial ini salah satunya dapat ditunjukkan dalam bait berikut ini. Atmo kini menetap berempat Di padat Manggarai, milik Ibu Sri Di tepi Ciliwung berair coklat Mandi mencuci di tepi kali 22 20 Berdasarkan pidato kenegaraan di gedung MPRDPR RI dalam rangka HUT ke-68 Proklamasi Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2013 yang lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat di kisaran 5 —6 persen meskipun di tengah krisis ekonomi global. sumber: HumasDAR, www.setneg.go.id . 21 Evers, op. cit., h. 3. 22 Taher, op. cit., h. 58.