Pengarang umumnya tampil sebagai pembela kebenaran dan keadilan, ataupun sifat-sifat luhur kemanusian yang lain. Ia tidak akan diam dan lewat karangannya
itu akan memperjuangkan hal-hal yang diyakini kebenarannya. Hal-hal yang memang salah dan bertentangan dengan sifat-sifat kemanusian tidak akan ditutup-
tutupinya, sebab terhadap nilai seni ia hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Sebaliknya, jika pengarang menerima paksaan dari luar baca: mau
menulis tidak sesuai dengan keyakinan dan kata hatinya sendiri, padahal itu diketahuinya tidak benar, misalnya sastra yang dipakai sebagai ajang main politik-
politikan seperti pada masa Lekra, ia akan menghasilkan karya seni yang rendah. Menulis sebentuk karya yang tidak didukung oleh unsur isi yang sesuai dengan
keyakinan sendiri, atau yang diketahuinya palsu, adalah kosong. Hal itu juga berarti pengarang telah membohongi dirinya sendiri.
Banyak karya sastra, jadi tidak hanya fiksi saja, yang memperjuangkan nasib rakyat kecil yang menderita, nasib rakyat kecil yang memang perlu dibela,
rakyat kecil yang seperti dipermainkan oleh tangan-tangan kekuasaan, kekuasaan yang kini lebih berupa menjadi korban kesewenangan, penipuan, atau yang selalu
dipandang, diperlakukan, dan diputuskan sebagai pihak yang selalu di bawah, kalah, dan dikalahkan. Namun, apakah dengan adanya berbagai bentuk pembelaan
yang dilakukan oleh pengarang lewat karya-karya kreatifnya itu nasib rakyat menjadi lebih baik, atau pihak yang dikritik menjadi menyadari kekeliruannya, itu
adalah masalah lain. Paling tidak mereka, para pengarang itu, telah merasa terlibat dengan nasib rakyat, dan itu pantas menjadi bahan perenungan kita.
63
Keterlibatan penulis puisi dalam kegiatan masyarakat secara otomatis akan memberikan pengalaman sosial dan kepekaan terhadap isi-isu sosial yang terjadi.
Seperti yang dipaparkan Ajip Rosidi bahwa pada setiap masa, sejak awal kebangkitannya, para penulis puisi dan sastra umumnya kita, selalu terlibat
dalam kegiatan kemasyarakatan. Yamin, Rustam Effendi, Sanusi Pane dan Asmara Hadi, terlibat dalam gerakan kebangsaan yang bersifat politik. Chairil
Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin dan umumnya para penyair Angkatan 45 ikut serta mengangkat senjata dalam perjuangan mengusir penjajah setelah proklamasi
63
Ibid., h. 334
kemerdekaan. Para penyair yang lain seperti Rendra, Taufiq Ismail, Mansur Samin, Wahid Situmeang, Slamet Kirnanto dan lain-lain, terlibat dalam
perjuangan menumbangkan Orde Lama atau gerakan-gerakan kemasyarakatan lainnya. Ada pula di antaranya yang pernah menduduki jabatan tinggi negara, baik
dalam bidang eksekutif maupun legislatif.
64
Puisi semakin menyuarakan kritikan sosial tatkala berakhirnya Orde Lama dan kemunculan Orde Baru. Seperti yang dijelaskan oleh Ajip Rosidi, sejak itu
puisi seakan-akan tidak terpisahkan dari perjuangan para mahasiswa yang bersifat sosial-politik. Hampir dalam tiap demonstrasi mahasiswa, baik terhadap pimpinan
Orde Lama, maupun terhadap sementara pejabat Orde Baru, lahir sajak-sajak yang ditulis dengan spontan, baik oleh para mahasiswa itu sendiri maupun oleh para
penyair yang sudah mempunyai nama.
65
F. Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA
Pembelajaran sastra Indonesia di sekolah hingga saat ini masih menjadi kesatuan dalam satu mata pelajaran yaitu pelajaran bahasa Indonesia. Program
pembelajaran apresiasi sastra Indonesia yang dipadukan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia ini pada kenyataannya memang masih kurang
menarik bagi siswa. Penyebab kurang menariknya apresiasi sastra Indonesia adalah kurang dapat dipahaminya karya sastra oleh mereka. Hal ini bisa
disebabkan oleh cara mengajar yang tidak memotivasi siswa dan kurang akrabnya mereka dengan karya sastra. Ini membuktikan kurang terbinanya pengajaran
apresiasi sastra dengan baik.
66
Ketidakberhasilan pengajaran apresiasi sastra juga disebabkan belum ditetapkannnya alokasi waktu untuk pengajaran apresiasi sastra Indonesia sebagai
mata ajar yang mandiri. Sampai kini, sastra diajarkan sebagai sambilan dalam mengajarkan bahasa Indonesia. Berdasarkan kenyataan di lapangan, tidak semua
guru bahasa Indonesia mampu menyajikan pengajaran apresiasi sastra dengan
64
Ajip Rosidi, Puisi Indonesia Modern, Jakarta: Pustaka Jaya, 2010, Cet. 5, h. 119.
65
Rosidi, op.cit., h. 107.
66
Widjojoko, op.cit., h, 98.
baik. Guru yang mahir mengajarkan bahasa Indonesia belum tentu mampu memikat saat mengajar sastra. Misalnya saat menyajikan puisi, selain dituntut
menguasai materi ajar, guru harus memberikan contoh yang memikat dan sugestif. Hal ini sulit dilakukan oleh guru bahasa Indonesia yang kurang memiliki minat
serius yang cukup tentang sastra
67
.
Dalam pembelajaran sastra pada khususnya, siswa bukan hanya dituntut memahami teori-teori sastra saja, tetapi juga lebih dituntut untuk memiliki
kemampuan dalam mengapresiasi karya sastra. Keterampilan proses komunikasi diharapkan hadir dari hasil pemahaman membaca karya sastra yang baik yaitu
kemampuan merekonstruksi struktur bangun sastra secara faktual yang berwujud pengalaman-pengalaman hidup yang berharga.
68
Berlandaskan pada pengalaman hidup inilah siswa akan menyadari pentingnya mempelajari dan mengapresiasi
karya sastra. Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran apresiasi sastra ini, kehadiran
buku-buku sastra mutlak harus dipenuhi. Pengalaman membaca sastra merupakan penentu dalam mengapresiasi karya sastra. Sehingga, lewat pembelajaran
apresiasi sastra Indonesia, siswa diperkenalkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra serta mengajak siswa menghayati pengalaman-pengalaman
yang disajikan.
Pembelajaran apresiasi
sastra Indonesia
bertujuan mengembangkan nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai keagamaan, dan
nilai sosial, secara sendiri-sendiri, atau gabungan keseluruhan, seperti yang tercermin dalam karya sastra.
69
Penyampaian bahan ajar yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari merupakan strategi pengajaran yang paling tepat. Strategi ini memerlukan cara
mengajar yang bervariasi. Strategi mengajar tersebut bukanlah strategi bagaimana mengajar dengan mudah, praktis, dan dapat menyelesaikan bahan pembelajaran
secara tepat waktu, tetapi perlu dipikirkan pula bahwa strategi mengajar harus
67
Widjojoko, op.cit., h, 98.
68
Widjojoko, op.cit., h, 98.
69
Widjojoko, op.cit., h, 98.
berorientasi kepada tingkat keterpahaman dan pengalaman siswa terhadap bahan pembelajaran yang dipersiapkan secara terencana.
70
G. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan skripsi ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Prima Yulia Nugraha NIM 106013000311 Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011 yang berjudul Kritik Sosial dengan
Pendekatan Mimetik pada Kumpulan Puisi Potret Pembangunan dalam Puisi karya W.S. Rendra. Penelitian tersebut menggunakan penelitian kualitatif dengan
pendekatan analisis deskriptif. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kritik sosial yang terdapat dalam Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon dan Sajak
Sebotol Bir. Metode yang digunakan adalah metode dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data atau dokumen untuk memperkuat informasi, seperti terdapat
dalam bacaan maupun internet, lalu dilanjutkan dengan menganalisis data sejarah yakni pada dua puisi tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Pengkajian yang
dilakukan yakni pengkajian terhadap struktur batin dan fisik dalam puisi serta pengaitan peristiwa sosial yang berlangsung di sekitar tahun penciptaan puisi
dengan peristiwa yang digambarkan oleh Rendra di dalam puisinya. Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut yakni pendekatan mimetik
yang digunakan dalam menganalisis, pengkajian terhadap unsur pembangun puisi, dan pengaitan fakta sosial yang terkandung dalam puisi. Perbedaan antara
penelitian ini dengan penelitian tersebut yakni puisi yang digunakan dalam penelitian. Penelitian tersebut menggunakan puisi berjudul Sajak Seorang Tua di
Bawah Pohon dan Sajak Sebotol Bir karya WS Rendra, sedangkan penelitian ini menggunakan puisi esai berjudul “Manusia Gerobak” karya Elza Peldi Taher.
Penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi berjudul Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji
Thukul Kajian Resepsi Sastra, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakatya, tahun 2010. Adapun kesamaan penelitian
70
Widjojoko, op.cit., h. 97.
ini dengan penelitian tersebut adalah penelitian terhadap kritik sosial dalam puisi, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah data yang
digunakan serta pendekatan yang digunakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan mimetik sastra sedangkan penelitian tersebut menggunakan
pendekatan kajian terhadap resepsi sastra. Kritik sosial dalam penelitian tersebut meliputi: 1 kritik terhadap kesewenang-wenangan pemerintah, b kritik terhadap
penderitaan kaum miskin, c kritik terhadap perlawanan kaum miskin, d kritik terhadap perlindungan hak buruh, e kritik terhadap fakta atau kenyataan sosial
yang dialami masyarakat.
71
Penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi berjudul Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Refrein di Sudut Dam karya D.
Zawawi Imron: Tinjauan Semiotik oleh Alexa Grevey A 310 040 079 Jurusan Bahasa dan Sastra Indoensia Universitas Kristen Maranatha tahun 2011. Adapun
kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah kesamaan penelitian terhadap kritik sosial dalam puisi. Sementara itu, perbedaan penelitian tersebut
dengan penelitian ini adalah pendekatan yang digunakan. Penelitian Alexa Grevey A tersebut menggunakan pendekatan semiotik sastra, sedangkan penelitian ini
menggunakan pendekatan mimetik sastra. Selain itu, perbedaan lainnya yakni penggunaan data yang berbeda. Alexa Grevey A dalam penelitian tersebut
menggunakan kumpulan puisi Refrein di Sudut Dam karya D. Zawawi Imron, sedangkan peneliti
an ini menggunakan puisi esai “Manusia Gerobak” karya Elza Peldi Taher. Penelitian ini mengemukakan pertama, kumpulan puisi Refrein di
Sudut Dam merupakan catatan perjalanan hidup yang mengungkapkan sikap kritis terhadap masyarakat di sekelilingnya. Kedua, puisi Refrein di Sudut Dam
mengungkapkan perasaan penyair terhadap peristiwa sejarah akibat penjajahan kolonialisme Belanda.
Penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi berjudul Kritik Sosial dalam Kumpulan Puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia
karya Taufiq Ismail oleh Nila Mega Marahayu Fakultas ISIP, UNSOED tahun 2011. Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah
71
www.digilib.fkip.uns.ac.id