Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah Yang Merugikan Masyarakat
perkotaan. Iming-iming kesuksesan dan penghasilan besar yang bisa diperoleh di wilayah kota hanya akan menjadi angan-angan kosong apabila mereka tidak
dibekali dengan keterampilan yang mumpuni. Maka dari itu, penduduk yang hendak melakukan urbanisasi dengan segala macam latar belakang keterampilan
pedesaannya seharusnya mampu untuk menyiapkan diri sebelum berurbanisasi. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah dalam mendidik
masyarakat. Peran pemerintah amat diperlukan dalam mencerdaskan pola pikir masyarakat pedesaan.
Kecenderungan untuk berurbanisasi tentu saja terkait dengan kebijakan yang mementingkan industri dan mengabaikan pertanian, ditambah pula dengan
kecenderungan mementingkan kota atau sentralisasi. Hal ini akan semakin mendesak dan merangsang kaum miskin di desa untuk pindah ke kota dengan
segala konsekuensi ekonomi dan sosial di kota-kota besar.
12
Jalan keluar dari kemelut ini, menurut Todaro dan Stilkind yakni:
...pembangunan yang lebih mementingkan fasilitas sosial di daerah pedesaan, mengalokasikan lebih banyak dana untuk pembangunan
pertanian dan khususnya petani kecil, mengadakan pembukaan lahan, dan mengembangkan industri kecil di desa.
13
Ketidaksiapan masyarakat yang melakukan urbanisasi pada akhirnya hanya akan menjadi permasalahan baru di daerah perkotan. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya jumlah tunawisma maupun pekerja yang bersifat parasit seperti pengemis, pelacur, pencuri, dan sebagainya. Kritik terhadap hal tersebut
diperkuat dengan catatan kaki keempat dalam puisi esai “Manusia Gerobak” sebagaimana berikut ini:
Pada tahun 2009 diperkirakan Manusia Gerobak mencapai 1.000 orang. Mereka biasanya berada di kawasan Senen, Tanah
Abang, Kemayoran, dan sejumlah pemukiman padat di Jakarta. Manusia Gerobak mengacu pada kemiskinan yang membawa
orang-orang di desa mencari nafkah di kota. Mereka membawa keluarganya dalam suatu gerobak. Gerobak inilah yang menjadi
rumah sekaligus alat angkut dan mencari makan dengan memulung sampah serta barang rongsokan sekaligus mengemis. Manusia
gerobak menjadi alternatif orang miskin mempertahankan hidup di
12
Hans-Dieter Evers dan Rudgiger Korff, Urbanisme di Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan Obor, 2002, h. 1.
13
Ibid., h. 2.
kota Jakarta. Dengan cara tersebut mereka memiliki risiko kecil tapi memberikan nilai ekonomis yang lumayan dengan rata-rata
pendapatan per hari Rp 25 —30 ribu dari hasil memulung.
14
Ini menjadi kritik bagi pemerintah untuk mencerdaskan rakyat agar bisa hidup mandiri dengan cara misalnya memberikan pengarahan dan fasilitas baik
materi maupun nonmateri untuk mengembangkan keterampilan mereka. Hal ini karena modernisasi memang akan dan selalu tetap menjadi tantangan zaman.
Kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong orang untuk tetap tinggal di desa dengan perhatian lebih terhadap wilayah-wilayah tersebut.
Kebijakan yang masih menguntungkan daerah pusat akan semakin membuat ketimpangan sosial dan permasalahan sosial yang sedikit banyaknya akan
berpengaruh pula pada wilayah perkotaan.