Tema Rasa Unsur-unsur Pembangun Puisi Esai “Manusia Gerobak”

. memperlihatkan watak tokoh yang lebih memilih mencari solusi dengan caranya sendiri dibanding bersusah payah menuntut keadilan. Gerobaknya adalah istana Tempat bermukim sampah semesta Di puncak tumpukan barang-barang sisa Kedua anaknya duduk bertahta Berkuasa penuh dan digjaya Lambang kemiskinan umat manusia 11 Orang-orang yang baru keluar dengan bahagia Wajahnya kenyang tiada terkira Dari rumah makan siap saji Restoran bergambar daging di tengah roti Bundar dan besar, nikmat tampaknya Maka mereka semua ceria ... 12 Nada sindiran terlihat dalam larik-larik di atas. Larik seperti ‗berkuasa penuh dan digjaya’ ‗lambang kemiskinan umat manusia’ menyindir adanya kondisi kemiskinan yang semakin parah dan tidak teratasi oleh pihak yang berwenang. Larik selanjutnya seperti ‗orang-orang yang baru keluar dengan bahagia’ ‗wajahnya kenyang tiada terkira’ menyindir pula ketidakpedulian masyarakat menengah ke atas dengan kondisi di sekitar mereka. Mereka seolah terlena dengan suka ria sementara banyak kaum papa yang membutuhkan perhatian.

4. Amanat

Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh penulis adalah semakin tingginya ketidakpedulian sosial yang menjadi ciri bahwa bangsa kita tengah mengalami krisis sosial. Hal ini dapat diwakili oleh beberapa larik dalam puisi esai “Manusia Gerobak” berikut ini. Kendaraan melintas pulang pergi Mobil mulus warna-warni Di dalamnya orang berbaju rapi Tak satu pun dari mereka yang peduli Atmo, anak-anak, dan istri Termangu-mangu sendiri 13 11 Ibid, h. 63. 12 Ibid, h. 65. 13 Ibid, h. 64. . Suasana perkotaan yang diwarnai dengan berbagai macam perbedaan taraf hidup masyarakat tergambar jelas dalam larik-larik tersebut. Larik-larik tersebut menjelaskan salah satu kondisi masyarakat kota kelas menengah dan atas yang tidak memedulikan orang-orang yang kesusahan di sekitar mereka. Masyarakat yang tidak peduli tersebut cenderung semakin individualis. Selain ketidakpedulian masyarakat tersebut, larik lainnya menunjukkan pula ketidakpedulian bahkan kesemena-menaan pihak pegawai instansi pemerintahan terhadap masyarakat miskin. Dibawanya anaknya berobat Ke Rumah sakit dan Puskesmas Dengan selembar sepuluh ribu Baik dokter maupun perawat Tak menggubris wajahnya yang memelas Menolak Atmo tanpa ragu 14 Pegawai stasiun mencegatnya Ada syakwasangka di matanya Tubuh kecil kaku ditengoknya Orang mati dibawa kemana-mana Terpejam diam tak bergerak Tak bernafas tak bersuara Si pegawai curiga, membentak Orang mati dibawa kemana-mana 15 Amanat atau pesan ketidakpedulian sosial lainnya yang muncul dalam puisi esai “Manusia Gerobak” ini adalah ketidakpedulian pemerintah dan pihak- pihak yang berkepentingan di bidang industri maupun properti yang menggerus hak-hak hidup di pedesaan. Sawah ladang kian menyempit Kehidupan petani bertambah sulit Perumahan dan pabrik industri Mengusir petani setiap hari 16 Seluruh larik yang disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa puisi esai “Manusia Gerobak” ini mengusung pesan ketidakadilan yang dialami rakyat miskin. Ketidakadilan tersebut beberapa di antaranya dilakukan oleh masyarakat, 14 Ibid, h. 68. 15 Ibid, h. 51. 16 Ibid, h. 55. . pemerintah, dan pemegang kepentingan ekonomi seperti para pengonversi lahan pertanian.

5. Diksi

Diksi yang digunakan penulis didominasi oleh pilihan kata yang menunjukkan suasana kemiskinan dan ketidakadilan. Banyak pula pemilihan kata yang menunjukkan nilai keagamaan di antaranya bentuk kerelaan terhadap ketetapan Tuhan. Hal-hal tersebut dapat ditunjukkan lewat beberapa kutipan berikut. Sarung kumal membungkus jenazah Tubuh mungil diam dan pasrah Ditutup rapi, diselempangkan menyilang Di depan dadanya yang datar kerontang 17 Diksi ‗datar kerontang’ memperkuat penokohan salah seorang tokoh dalam kisahan yakni seseorang yang miskin dan kelaparan. Selain itu, terdapat banyak diksi lainnya yang menunjukkan kemiskinan seperti berikut ini. Matahari mulai meninggi Atmo terkenang kampungnya yang rindang Tapi sakunya kosong dan sepi Jenazah tak bisa dibawa pulang 18 Penggunaan ‗kata kosong’ dan ‗sepi’ menunjukkan tidak sepeser pun uang yang dimiliki tokoh bernama Atmo tersebut. Hal ini menguatkan situasi kemiskinan yang dialaminya. Diksi yang lain menunjukkan pula kurangnya rasa ketidakpedulian masyarakat terhadap kaum papa yang layak membutuhkan bantuan, misalnya ditunjukkan dalam bait berikut ini. Gerobak dan Atmo sekeluarga Bagaikan etalase belaka Sekadar pajangan di pinggir jalan Sesekali ditoleh lalu dilupakan 19 Diksi ‗etalase’ menyindir kecenderungan masyarakat kelas menengah dan atas yang cenderung memilih gaya hidup hedonis. Kecenderungan ini berimbas pada rasa ketidakpedulian. Masyarakat umum sebagaimana yang tersirat dalam 17 Ibid., h. 47. 18 Ibid., h. 49. 19 Ibid, h. 64.