Amanat Unsur-unsur Pembangun Puisi Esai “Manusia Gerobak”
.
bait tersebut hanya memandang kaum papa sebagai pajangan di pinggiran jalan perkotaan.
Rasa ketidakpedulian ditunjukkan pula dengan diksi ‗syakwasangka’ yang memadukan Bahasa Arab dan Indonesia, yakni dalam bait berikut ini.
Pegawai stasiun mencegatnya Ada syakwasangka di matanya
Tubuh kecil kaku ditengoknya Orang mati dibawa ke mana-mana
...
20
Diksi ‗syakwasangka’ memiliki arti ragu-ragu dan sangka, dengan penjabaran sebagai berikut: dalam Kamus Bahasa Arab
—Indonesia, syak
21
ّش –
ّشي -
اًّش
berarti ‗ragu-ragu’, wa
22
و
berarti ‗dan’. Kata-kata dari bahasa Arab itu kemudian digabung dengan kata ‗sangka’. Diksi ini mewakili
sikap sebagian masyarakat yang banyak menaruh kecurigaan pada pemulung sampah maupun barang rongsok hingga berdampak pada kurangnya rasa
kepedulian. Terkait dengan gaya hidup masyarakat perkotaan yang semakin
mencirikan hedonisme, dalam puisi esai “Manusia Gerobak” ini pun secara jelas menggunakan diksi-diksi sindiran untuk menunjukkan hal tersebut seperti dalam
bait berikut ini. Orang-orang yang baru keluar dengan bahagia
Wajahnya kenyang tiada terkira Dari rumah makan siap saji
Restoran bergambar daging di tengah roti Bundar dan besar, nikmat tampaknya
Maka mereka semua ceria Tak ada yang peduli pada Atmo sekeluarga
Yang perutnya nyaris tiada isinya
23
Pendeskripsian tentang restoran internasional yang menyediakan menu daging di tengah roti, bundar dan besar tersebut menunjukkan kecenderungan
20
Ibid, h. 51.
21
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab —Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1989, h. 201
22
Ibid., h. 490.
23
Taher, op. cit., h. 65.
.
gaya hidup masyarakat kelas menengah dan atas sebagai sebuah gengsi. Di tengah-tengah suka ria tersebut mereka lupa bahwa masih banyak kaum papa yang
kelaparan. Diksi lain yang banyak digunakan terlebih di akhir-akhir pembabakan
adalah diksi yang menunjukkan keagamaan. Di antaranya yakni, banyaknya pengulangan diksi ‗adzan’ pada beberapa larik, misalnya dalam bait-bait berikut
ini. Hari hampir malam
Jenazah dikebumikan Di liang makam
Dikumandangkan adzan Adzan bergema
Di kuburan indah syahdu
24
Adzan yang mengiring manusia dilahirkan Adzan berselimut kain kafan
Adzan memanggil ingatan Akhir manusia di kuburan
Terdengar iqomah Seruan agar manusia pasrah
Berbaris mendirikan shalat Dengan tulus dan
Hati tulus doa pekat Menghadap Ilahi
Bersembahyang Menyerahkan diri
25
Selain diksi ‗adzan’, pengucapan kalimat bercirikan keagamaan juga muncul di beberapa bait, seperti bait berikut ini.
―Inna lilahi wa inna ilaihi rojiun‖ Atmo terpekur dalam-dalam
―Inna lilah wa inna ilaihi rojiun‖ Atmo tersedu diam-diam
26
Diksi bernilai keagamaan tersebut mencirikan karakteristik tokoh yang religius. Nilai keagamaan ini erat kaitannya dengan kesadaran mengenai takdir
Tuhan yang hakiki yang disampaikan oleh narator maupun pengucapan oleh tokoh.
24
Taher, op. cit., h. 73.
25
Taher, op. cit., h. 74
26
Taher, op. cit., h. 74
.