Kurangnya Kepedulian Masyarakat terhadap Kaum Tertindas

Sikap ketidakpedulian masyarakat kota terhadap lingkungan salah satunya disebabkan adanya pendirian pemukiman di bantaran sungai. Hal ini dijelaskan pad a catatan kaki keempat dalam puisi esai “Manusia Gerobak”. Catatan kaki tersebut menyebutkan bahwa banyaknya pemulung sampah yang yang menempati rumah dengan kondisi semipermanen ataupun permanen di daerah pemukiman padat. Pada tahun 2009 diperkirakan Manusia Gerobak mencapai 1.000 orang. Mereka biasanya berada di kawasan Senen, Tanah Abang, Kemayoran, dan sejumlah pemukiman padat di Jakarta... 23 Pemukiman padat baik yang terdiri dari rumah permanen maupun semipermanen banyak didirikan di bantaran sungai-sungai. Pendirian pemukiman di daerah seperti itu berimbas pada rusaknya kelestarian sungai. Sungai bahkan beralih fungsi menjadi bak sampah raksasa di kota besar seperti Jakarta.

d. Pandangan Stereotip Masyarakat terhadap Pemulung

Pandangan stereotip masyarakat terhadap pekerjaan memulung sampah dan barang bekasmenunjukkan pula sikap individualis yang berdampak pada ketidakpedulian sosial. Pandangan tersebut ditunjukkan dalam bait berikut ini. Bagai pipit dia mengembara Mematuki remah-remah orang kota Meski yang dipungut sampah tersisa Tetap saja dia ditatap penuh curiga 24 Pandangan sinis seperti ini memang sering dilakukan oleh masyarakat. Anggapan masyarakat terhadap pemulung pada umumnya adalah bentuk kewaspadaan agar para pemulung tersebut tidak mengambil barang-barang yang sebenarnya masih terpakai oleh mereka. Hal yang lebih ekstrem dipandang oleh masyarakat pada umumnya adalah anggapan bahwa pekerjaan sebagai pemulung sedikit banyaknya rentan pada aktivitas kriminal seperti pencurian. 23 Taher, op. cit., h. 59. 24 Taher, op. cit., h. 60.

3. Kritik terhadap Pengonversi Lahan Pertanian

a. Kritik atas Proyek Industrialisasi Yang Merugikan Masyarakat

Maraknya industrialisasi dan kegiatan pembangungan di bidang properti kini tidak bisa dipungkiri lagi telah merambah ke wilayah pedesaan. Namun demikian, kegiatan konversi lahan seperti ini jelas hanya mementingkan keuntungan pihak yang terkait dengan menyampingkan kesejahteraan masyarakat daerah. Pembangunan wilayah yang seyogianya untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat, misalnya di daerah pedesaan pada kenyataannya malah menggerus kemakmuran itu sendiri. Hal tersebut dapat ditunjukkan kembali seperti pada bait berikut ini. Kini desa tak seperti dulu Sawah luas hijau membentang Alam yang tenteram sudah berlalu Pabrik datang sawah menghilang Sawah ladang kian menyempit Kehidupan petani bertambah sulit Perumahan dan pabrik industri Mengusir petani setiap hari 25 Seperti pada pembahasan sebelumnya, yakni kritik terhadap pemerintah, bait tersebut pun ditunjukkan untuk mengkritik pola kerja pihak para pengonversi lahan pertanian. Lahan-lahan pertanian yang diganti dengan proyek-proyek pembangunan pabrik industri dan perumahan membuat para petani mau tidak mau mencari sumber pendapatan lain. Para petani yang cenderung hanya berkompeten dalam mengolah lahan pertanian pasti mengalami kesulitan untuk beralih profesi. Jumlah pengangguran di pedesaan akan semakin meningkat apabila hal ini tetap dibiarkan. Kebijakan pembangunan yang mengabaikan sektor pertanian menimbulkan kemandekan atau terhambatnya pertumbuhan pendapatan di daerah pedesaan. Gejala ini menyebabkan mereka berusaha menyelamatkan diri dengan pindah ke kota, tetapi apa yang diidam-idamkan, yaitu keadaan hidup yang lebih 25 Taher, op. cit., h. 55.