Unsur-unsur Pembangun Puisi LANDASAN TEORI

juga penyair mengharapkan kita merenung dan menjadi bijak setelah membaca puisi. itulah yang disebut amanat yang kadang-kadang juga disebut pemecahan persoalan yang dikemukakan dalam tema. 29 5 Diksi Pilihan Kata Diksi atau pilihan kata di dalam puisi merupakan hal yang penting karena keberhasilan puisi dicapai dengan mengintensifkan pilihan kata. Puisi- puisi modern mencari kekuatan pada diksi yang tepat karena makna dan keindahan puisi dibangun oleh seni kata. Seni kata merupakan pengalaman batin atau jiwa ke dalam kata-kata yang indah. Setiap kata yang digunakan dalam cipta sastra mengandung napas penciptanya, berisi jiwa dan perasaan pikiran penyairnya. Kata merupakan unsur integral dan esensial dalam puisi. Penggunaan kata-kata yang tepat oleh penyair akan menunjukkan kemampuan intelektualnya dalam melukiskan sesuatu. 30 Contoh diksi dapat dilihat dalam puisi esai “Toga Hakim dan Kotak Amal” karya Elza Peldi Taher seperti berikut ini. Kakek telah berpindah tinggal Jauh dari rumah majikannya yang pengusaha permata Bahkan, melintas batas kota Menikmati hari tua Bercengkerama bersama anak-cucu 31 Diksi ‗batas’ menunjukkan wilayah paling luar dari sebuah kota. Diksi ‗batas’ yang diawali dengan kata ‗melintas’ menunjukkan tokoh ‗kakek’ berpindah ke luar kota.

6 Imajeri

Imajeri atau daya bayang ialah suatu kata atau kelompok kata yang digunakan utnuk mengungkapkan kembali kesan-kesan pancaindra dalam jiwa kita. Berdasarkan indra yang dikenai rangsang, maka imajeri dapat dikelompokkan menjadi imajeri pandang, imajeri dengar, dan imajeri kecap. 32 29 Widjojoko, op.cit., h. 61. 30 Widjojoko, op.cit., h. 61. 31 Elza Peldi Taher, Manusia Gerobak, Depok: Jurnal Sajak, 2013, h. 125. 32 Widjojoko, op.cit., h. 62. Contoh imajeri yang berasal dari kesan pancaindra tersebut dapat dilihat pada puisi esai “Zaka dan Tato Gajah” karya Elza Peldi Taher dengan penjabaran seperti berikut ini. a. Imajeri pandang: Tiba-tiba mata Zaka membelalak 33 b. Imajeri dengar: Hanya ada nyinyir dan cibir 34 7 Pusat Pengisahan Pusat pengisahan atau titik pandang point of view yaitu cara penyampaian cerita, ide, gagasan, atau kisahan cerita. Puisi yang mencakup siapa yang berbicara dan kepada siapa ditujukan ia berbicara. 35 Contoh penggunaan sudut pandang dapat ditunjukkan dalam puisi esai “Toga Hakim dan Kotak Amal” karya Elza Peldi Taher berikut ini. Lega hatiku Kembali ke rumah mungil Di kaki bukit Ciragil Dalam kehangatan anak-istri Tiada bara kayu bakar Tiada darah hitam pekat. 36 Bait tersebut menunjukkan penggunaan sudut pandang orang pertama aku sebagai pelaku utama dalam cerita dan kisahan berpusat pada tokoh ‗aku’ tersebut. 8 Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Gaya bahasa digunakan oleh penyair untuk mencapai efek tertentu misalnya mengintensifkan makna. Gaya bahasa umpamanya repetisi, 33 Taher, op. cit., h. 140. 34 Taher, op. cit., h. 139. 35 Widjojoko, op.cit., h. 62. 36 Taher, op. cit., h. 134. pararelisme, perumpamaan, metafora, personifikasi, dan sebagainya. Gaya-gaya bahasa itu sering digunakan oleh penyair. 37 Penjelasan mengenai macam-macam gaya bahasa tersebut sebagai berikut. a. Repetisi merupakan cara yang ditempuh dengan menunggunakan gaya perulangan. Dengan mengulang bagian-bagian tertentu, diharapkan bagian tersebut lebih mendapat perhatian, lebih ditekankan, dan lebih jelas maknanya. Bermacam-macam ragam pengulangan: ada pengulangan penuh, arti, kata, frasa, atau kalimat itu diulang sepenuhnya, tanpa ada bagian yang hilang atau ditambah; ada pula pengulangan sebagian, artinya frasa, ungkapan, atau kalimat yang diulang itu hanya sebagian saja. Ditinjau dari posisi atau letak bagian yang diulang itu pun bermacam-macam: ada pengulangan yang terletak dalam satu baris, ada yang terletak pada baris yang berlainan, ada yang terletak dalam satu bait, dan ada pula perulangan yang beruntun, dan sebagainya. Contoh repetisi sebagai berikut. KUPANGGILI NAMAMU Rendra ... Apakah engkau juga menjadi masa silamku? Kupanggili namamu Kupanggili namamu 38 b. Paralelisme penjajaran merupakan penggunaan kata yang sama artinya, seperti: halus lembut Dapat pula menggunakan penjajaran kata-kata yang bebeda artinya atau berlainan sifatnya, misalnya: “Kujelajahi bumi dan alis kekasih” Sitor Situmorang Penjajaran kata-kata semacam ini untuk mendapatkan efek puitis dan intensitas makna. 39 37 Widjojoko, op.cit., h. 62. 38 Semi, op.cit., h. 129. 39 Semi, op.cit., h. 124. c. Perumpamaan merupakan perbandingan biasa yang menggunakan kombinasi kata-kata yang menunjukkan benda-benda, perbuatan, keadaan, dan sebagainya yang senapas, selingkungan, atau sejenis, serta mempunyai sifat yang sama sebagai perbandingan. 40 Perbedaan perumpamaan dengan metafora hanyalah ditentukan oleh ada tidaknya penggunaan kata-kata yang secara langsung berfungsi membandingkan antara satu objek dengan objek yang lain. Perkataan yang berfungsi demikian adalah bagai, seperti, laksana, macam, bak, seumpama. “Wajahnya seperti bulan purnama” adalah perumpamaan. Bila kata ‗seperti’ dihilangkan, maka ungkapan itu menjadi: “Wajahnya bulan purnama” ungkapan ini merupakan metafora. 41 d. Metafora yakni pengucapan yang berhubungan dengan perbandingan langsung, atau memindahkan sifat benda yang satu menjadi sifat benda yang lain, misalnya: TANAH AIR Ajip Rosidi Seorang putri cantik tidur Rambutnya indah sepanjang katulistiwa membujur ... 42 e. Personifikasi yaitu suatu cara pengimajian dengan memberikan sifat- sifat manusia kepada benda mati, misal: LAHIR SAJAK Subagio Sastrowardojo Malam yang hamil oleh benihku Mencampakkan anak sembilan bulan ke lantai bumi. ... 43 9 Rima atau sajak 40 Semi, op.cit., h. 127. 41 Semi, op.cit., h. 128. 42 Semi, op.cit., h. 125. 43 Semi, op.cit., h. 126. Rima atau sajak adalah persamaan bunyi. Persamaan bunyi bisa terjadi di awal, tengah, atau akhir. Pada puisi lama, rima akhir sangat teratur, misalnya dalam pantun a-b-a-b, syair a-a-a-a. Di dalam puisi modern, rima tidak seteratur puisi lama. Walaupun demikian, bukan berarti tidak berirama. Puisi modern pun menggunakan rima, hanya tidak berpola seperti dahulu. Rima digunakan secara bebas sesuai dengan ekspresi yang diinginkan penyair. 44 Contoh rima dengan persamaan bunyi akhir a-a-a-a dapat ditunjukkan dalam puisi esai “Toga Hakim dan Kotak Amal” karya Elza Peldi Taher berikut ini. Rasa keadilan terkoyak Ingin rasanya berontak Pada sistem yang retak Nurani yang nihil watak 45 10 Ritme Ritme atau irama adalah totalitas tinggi rendahnya suara, panjang pendek, dan cepat lambatnya suara saat membaca puisi. Ritme di dalam puisi dibentuk oleh pengaturan larik, jumlah suku kata, dan pengaturan bunyi. Di dalam puisi yang baik, ritme itu dapat memberi gambaran yang intensif tentang nada, rasa, dan tema. 46

D. Pendekatan Mimetik

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan pendekatan mimetik untuk melihat bagaimana kaitan karya dengan kenyataan yang ada. Pendekatan ini akan sangat relevan dengan penelitian terhadap kritik sosial yang dapat dilihat pada puisi esai “Manusia Gerobak”. Pendekatan mimetik itu sendiri dapat dijelaskan berdasarkan pendapat Abrams sebagaimana penjelasan berikut ini. Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan 44 Wijojoko, op.cit., h. 62. 45 Taher, op. cit., h. 129. 46 Widjojoko, op.cit., h. 62. kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas. 47 Kajian semacam ini dimulai dari pendapat Plato tentang seni. Plato berpendapat bahwa seni hanya dapat meniru dan membayangkan hal-hal yang ada dalam kenyataan yang tampak. Ia berdiri di bawah kenyataan itu sendiri. Wujud yang ideal tidak bisa terjelma langsung dalam karya seni. Ini ada kaitannya dengan pandangan Plato mengenai tataran tentang Ada. Yang nyata secara mutlak hanya yang Baik. Derajat kenyataan semesta tergantung pada derajat kedekatannya terhadap Ada yang abadi. Dunia empirik tidak mewakili kenyataan yang sungguh-sungguh, hanya dapat mendekatinya lewat mimetik, peneladanan, pembayangan, atau peniruan. Bagi Plato tidak ada pertentangan antara realisme dan idealisme dalam seni. Seni yang terbaik lewat mimetik. Seni yang baik harus truthful, benar. Seniman harus modest, rendah hati. Bagi Aristoteles, seniman tidak meniru kenyataan, manusia, dan peristiwa sebagaimana adanya. Seniman menciptakan dunianya sendiri. Apa yang terjadi dalam ciptaan seniman masuk akal dalam keseluruhan dunia ciptaan itu. Pada Abad Pertengahan, pendapat bahwa seni harus seperti alam menjadi pandangan umum. Hal ini ada kaitannya dengan anggapan tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Ciptaan manusia hanya meneladani ciptaan Tuhan yang mutlak dan indah. 48 Pandangan bahwa setiap karya sastra itu mencerminkan masyarakat dan zamannya pada umumnya dianut oleh kritikus akademik. Pandangan ini, semata- mata sering muncul dalam penelitian berupa skripsi, tesis, disertasi, dan sejumlah penelitian kecil. Penelitian tersebut berusaha mengungkap karya sastra tertentu, terutama novel karya penulis terkenal, untuk melihat refleksi masyarakat di dalamnya. Bahkan, kadang-kadang ada yang mencoba merelevansikan dengan zaman yang sedang berjalan. 49 Karya sastra cenderung memantulkan keadaan masyarakat sehingga mau tidak mau akan menjadi saksi zaman. Dalam kaitan ini, sebenarnya pengarang ingin berupaya untuk mendokumentasikan zaman dan sekaligus sebagai alat 47 Siswanto, op. cit., h. 188. 48 Siswanto, op .cit., h. 189. 49 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003, h. 87. komunikasi antara pengarang dengan pembacanya. 50 Fungsi sastra dapat berbeda- beda dari zaman ke zaman di belbagai masyarakat. Di suatu zaman dan masyarakat tertentu, sastra mungkin berfungsi sebagai alat menyebarluaskan ideologi, di zaman lain dan masyarakat lain, sastra mungkin sekali dianggap sebagai tempat pelarian yang aman dari kenyataan sehari-hari yang tak tertahankan. Bahkan mungkin saja bagi mereka —sastra dianggap mampu memberikan pengalaman hidup dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur bagi pembacanya. 51

E. Kritik Sosial

Pengertian kritik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kecaman atau tanggapan untuk menilai baik buruknya suatu pendapat, hasil karya, dan sebagainya. 52 Berdasarkan Kamus Istilah Sastra, kritik adalah evaluasi dan analisis dari segi bentuk dan isi melalui proses menimbang, menilai, dan memutuskan. Kritik yang ilmiah mempertimbangkan keburukan dan kebaikan, kebenaran dan kesalahan, serta memberikan penilaian yang masak dan tidak mengobral pujian atau cacian. 53 Kemudian menurut Adinegoro, kritik adalah salah satu ciri dan sifat penting dari peristiwa otak manusia sehingga kritik dapat dijadikan dasar untuk berpikir dan mengembangkan pikiran. Kritik tidak dimaksudkan untuk meruntuhkan sesuatu, tetapi untuk memperbaiki hal yang dianggap tidak sesuai dan akhirnya untuk mendapatkan kemajuan. 54 Pengertian sosial dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum. 55 Dari beberapa penjabaran mengenai pengertian kritik dan sosial tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kritik sosial merupakan penilaian yang masak dengan mempertimbangkan baik buruknya peristiwa yang terjadi di masyarakat. 50 Endraswara, op.cit., h. 89. 51 Endraswara, op.cit., h. 91. 52 Tim Pusat Bahasa, op. cit., h. 742. 53 Zaidan, op.cit., h. 109. 54 Djamaludin Adinegoro, Tata Kritik. Djakarta: Nusantara, 1958, h. 10. 55 Tim Pusat Bahasa, op.cit., h. 1331. Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah, kritik sosial merupakan salah satu variabel penting dalam memelihara sistem sosial. Berbagai tindakan sosial ataupun individual yang menyimpang dari orde sosial maupun orde nilai moral dalam masyarakat dapat dicegah dengan memfungsikan kritik sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat. 56 Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial. Artinya, kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan- gagasan baru —sembari menilai gagasan-gagasan lama—untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial dalam kerangka yang demikian berfungsi untuk membongkar berbagi sikap konservatif, status quo, dan vested interest dalam masyarakat untuk perubahan sosial. 57 Perspektif kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat bahwa kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial. 58 Kritik sosial dapat disampaikan melalui beberapa wahana, mulai dari cara yang paling tradisional, ungkapan-ungkapan sindiran melalui komunikasi antarpersonal dan komunikasi sosial, melalui berbagai pertunjukkan sosial dan kesenian dalam komunikasi publik, seni sastra, dan melalui media massa. 59 Menurut Astrid Susanto, kritik sosial itu sebenarnya merupakan ssuatu yang positif karena ia mendorong sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat untuk kembali ke kriteria. Kritik sosial adalah penilaian ilmiah atau pengujian terhadap keadaan masyarakat pada suatu saat. Dalam bidang politik, istilah kritik sosial seringkali memperoleh konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan-kelemahan pihak lain dalam pertarungan politik sehingga arti yang substansial dari kritik sosial itu menjadi kabur. Astrid menulis tentang arti kritik sosial ini lebih lanjut sebagai:....penjabaran megenai suatu masyarakat, anggota atau elitenya 56 Akhmad Zaini Abar, “Kritik Sosial, Pers, dan Politik Indonesia” dalam Moh. Mahfud MD, dkk editor, Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta: UII Press, 1999, Cet. 2, h. 47. 57 Ibid., h. 49. 58 Ibid., h. 49. 59 Ibid., h. 49.