Pendekatan Mimetik LANDASAN TEORI

Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat. Dalam konteks inilah, kritik sosial merupakan salah satu variabel penting dalam memelihara sistem sosial. Berbagai tindakan sosial ataupun individual yang menyimpang dari orde sosial maupun orde nilai moral dalam masyarakat dapat dicegah dengan memfungsikan kritik sosial. Dengan kata lain, kritik sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial atau masyarakat. 56 Kritik sosial juga dapat berarti sebuah inovasi sosial. Artinya, kritik sosial menjadi sarana komunikasi gagasan- gagasan baru —sembari menilai gagasan-gagasan lama—untuk suatu perubahan sosial. Kritik sosial dalam kerangka yang demikian berfungsi untuk membongkar berbagi sikap konservatif, status quo, dan vested interest dalam masyarakat untuk perubahan sosial. 57 Perspektif kritik sosial yang demikian lebih banyak dianut oleh kaum kritis dan strukturalis. Mereka melihat bahwa kritik sosial adalah wahana komunikatif untuk suatu tujuan perubahan sosial. 58 Kritik sosial dapat disampaikan melalui beberapa wahana, mulai dari cara yang paling tradisional, ungkapan-ungkapan sindiran melalui komunikasi antarpersonal dan komunikasi sosial, melalui berbagai pertunjukkan sosial dan kesenian dalam komunikasi publik, seni sastra, dan melalui media massa. 59 Menurut Astrid Susanto, kritik sosial itu sebenarnya merupakan ssuatu yang positif karena ia mendorong sesuatu yang terjadi di dalam masyarakat untuk kembali ke kriteria. Kritik sosial adalah penilaian ilmiah atau pengujian terhadap keadaan masyarakat pada suatu saat. Dalam bidang politik, istilah kritik sosial seringkali memperoleh konotasi negatif karena diartikan mencari kelemahan-kelemahan pihak lain dalam pertarungan politik sehingga arti yang substansial dari kritik sosial itu menjadi kabur. Astrid menulis tentang arti kritik sosial ini lebih lanjut sebagai:....penjabaran megenai suatu masyarakat, anggota atau elitenya 56 Akhmad Zaini Abar, “Kritik Sosial, Pers, dan Politik Indonesia” dalam Moh. Mahfud MD, dkk editor, Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta: UII Press, 1999, Cet. 2, h. 47. 57 Ibid., h. 49. 58 Ibid., h. 49. 59 Ibid., h. 49. pada suatu saat, merupakan suatu analisa yang berbobot ilmiah dan disertai pertanggungjawaban ilmiah pula. 60 Hampir semua karya sastra Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga dewasa ini, boleh dikatakan, mengandung unsur pesan kritik sosial walau dengan tingkat intensitas yang berbeda. Wujud kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-macam seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri. Banyak karya sastra yang bernilai tinggi yang di dalamnya menampilkan pesan-pesan kritik sosial. Namun, perlu ditegaskan bahwa karya-karya tersebut menjadi bernilai bukan lantaran pesan itu, melainkan lebih ditentukan oleh koherensi semua unsur intrinsiknya. Pesan moral hanya merupakan salah satu unsur pembangun karya fiksi saja, yang sebenarnya justru tidak mungkin terlihat dipaksakan dalam karya yang baik, walau hal itu mungkin sekali sebagai salah satu pendorong ditulisnya sebuah karya. Selain itu, pesan moral pun, khususnya yang berupa kritik sosial, dapat memengaruhi aktualisasi karya yang bersangkutan. 61 Wujud kritik sosial karya-karya sastra masa Balai Pustaka misalnya, lebih banyak berkaitan dengan adat-istiadat dan dominasi golongan tua yang tampak “tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan”, khususnya dalam hal mengatur dan menentukan jodoh bagi anak-anak muda. Masalah tersebut memang aktual pada waktu itu, namun tentunya tidak untuk masa sekarang. Ada berbagai aspek kehidupan sosial yang lebih menarik, aktual, relevan untuk diceritakan dan diamanatkan sesuai dengan derap kehidupan modern. Namun demikian, sebenarnya terdapat berbagai aspek kehidupan sosial yang besifat hakiki, dan itu bersifat langgeng dan universal, tidak hanya berlaku dan tidak terikat oleh batas waktu dan tempat. 62 Sastra yang mengandung pesan kritik —dapat juga disebut sebagai sastra kritik —biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Paling tidak, hal itu ada dalam penglihatan dan dapat dirasakan oleh pengarang yang berperasaan peka. 60 Moh. Mahfud MD, “Perspektif Politik dan Hukum tentang Kebebasan Akademik dan Kritik Sosial” dalam Moh. Mahfud MD, dkk editor, Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan, Yogyakarta: UII Press, 1999, Cet. 2, h. 73. 61 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005, Cet. 5, h. 331. 62 Ibid., h. 331. Pengarang umumnya tampil sebagai pembela kebenaran dan keadilan, ataupun sifat-sifat luhur kemanusian yang lain. Ia tidak akan diam dan lewat karangannya itu akan memperjuangkan hal-hal yang diyakini kebenarannya. Hal-hal yang memang salah dan bertentangan dengan sifat-sifat kemanusian tidak akan ditutup- tutupinya, sebab terhadap nilai seni ia hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Sebaliknya, jika pengarang menerima paksaan dari luar baca: mau menulis tidak sesuai dengan keyakinan dan kata hatinya sendiri, padahal itu diketahuinya tidak benar, misalnya sastra yang dipakai sebagai ajang main politik- politikan seperti pada masa Lekra, ia akan menghasilkan karya seni yang rendah. Menulis sebentuk karya yang tidak didukung oleh unsur isi yang sesuai dengan keyakinan sendiri, atau yang diketahuinya palsu, adalah kosong. Hal itu juga berarti pengarang telah membohongi dirinya sendiri. Banyak karya sastra, jadi tidak hanya fiksi saja, yang memperjuangkan nasib rakyat kecil yang menderita, nasib rakyat kecil yang memang perlu dibela, rakyat kecil yang seperti dipermainkan oleh tangan-tangan kekuasaan, kekuasaan yang kini lebih berupa menjadi korban kesewenangan, penipuan, atau yang selalu dipandang, diperlakukan, dan diputuskan sebagai pihak yang selalu di bawah, kalah, dan dikalahkan. Namun, apakah dengan adanya berbagai bentuk pembelaan yang dilakukan oleh pengarang lewat karya-karya kreatifnya itu nasib rakyat menjadi lebih baik, atau pihak yang dikritik menjadi menyadari kekeliruannya, itu adalah masalah lain. Paling tidak mereka, para pengarang itu, telah merasa terlibat dengan nasib rakyat, dan itu pantas menjadi bahan perenungan kita. 63 Keterlibatan penulis puisi dalam kegiatan masyarakat secara otomatis akan memberikan pengalaman sosial dan kepekaan terhadap isi-isu sosial yang terjadi. Seperti yang dipaparkan Ajip Rosidi bahwa pada setiap masa, sejak awal kebangkitannya, para penulis puisi dan sastra umumnya kita, selalu terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan. Yamin, Rustam Effendi, Sanusi Pane dan Asmara Hadi, terlibat dalam gerakan kebangsaan yang bersifat politik. Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin dan umumnya para penyair Angkatan 45 ikut serta mengangkat senjata dalam perjuangan mengusir penjajah setelah proklamasi 63 Ibid., h. 334