Rima dan Ritme Unsur-unsur Pembangun Puisi Esai “Manusia Gerobak”

. dalam satu larik misalnya pada larik keenam yakni suku kata tak- pada frasa ‗Tak berna fas’ dan ‗tak bersuara’. Pengulangan bunyi yang terjadi dalam larik yang berbeda misalnya pada larik keempat dan kedelapan yakni pengulangan penuh susunan kata ‗Orang mati dibawa ke mana-mana’. Totalitas suara yang dihasilkan dari pengaturan larik tersebut yakni penggunaan suara yang tinggi, cepat, dan pendek. Pada bait tersebut, ritme yang muncul adalah tingginya suara dengan menggunakan pilihan kata yang yang menampilkan kecurigaan dan kemarahan seperti ‗Ada syakwasangka di matanya’; ‗Orang mati dibawa ke mana-mana’; ‗Si pegawai curiga, membentak’. Pilihan kata mati menunjukkan nada kasar sehingga ritme yang muncul yakni dengan suara tinggi. Jumlah suku kata yang sedikit pada tiap larik serta pengulangan bunyi untuk penegasan sehingga menghasilkan suara yang pendek dan cepat. Bait selanjutnya, Atmo di depan menghela gerobak Istri di belakang mengawasi Beriringan di tengah deru kendaraan Pagi Siang Malam 75 a. Pengaturan larik Pengaturan larik dari puisi tersebut terdiri dari 6 larik dalam satu bait. Tiap larik dalam bait tersebut ditulis sejajar. Larik keempat, kelima, dan keenam hanya terdiri dari dua satu kata. Perbedaan jumlah kata dalam tiap larik menciptakan totalitas suara yang berbeda dari awal larik menuju akhir. b. Jumlah suku kata Jumlah suku kata dalam bait tersebut yakni larik pertama terdiri dari 11 suku kata: Atmo di depan menghela gerobak dengan penjedaan pada suku kata terakhir yakni –bak. Larik kedua terdiri dari 10 suku kata: Istri di belakang mengawasi dengan penjedaan pada suku kata terakhir yakni –si. 75 Taher, op. cit., h. 63. . Larik ketiga terdiri dari 13 suku kata: Beriringan di tengah deru kendaraan dengan penjedaan pada suku kata terakhir yakni -an. Larik keempat terdiri dari 2 suku kata: Pagi dengan penjedaan pada suku kata terakhir -gi. Larik kelima terdiri dari 2 suku kata: Siang dengan penjedaan pada suku kata terakhir -ang. Larik keenam terdiri dari 2 suku kata: Malam dengan penjedaan pada suku kata terakhir -lam. c. Pengaturan bunyi Pengaturan bunyi dalam bait tersebut menggunakan rima awal a-b-c-a-b-a yakni pada suku kata awal at-, is-, ber-, pa-, si-, ma-, dan rima akhir a-b-a-b-a-a yakni pada suku kata –bak, -si, -an, -gi, -ang, -lam. Totalitas suara yang dihasilkan dari pengaturan larik, jumlah suku kata, dan pengaturan bunyi tersebut yakni penggunaan nada panjang menuju pendek. Nada-nada pendek pada larik- larik akhir ini mengesankan suasana yang dramatis.

9. Pusat Pengisahan

Pusat pengisahan dalam puisi esai “Manusia Gerobak” ini menggunakan pengamatan orang ketiga di luar cerita. Pengisah ini mampu menjelaskan peristiwa, suasana, dan pikiran para tokoh. Pengisah sekaligus sebagai pengamat ini memiliki sudut pandang serba tahu terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam pengisahan. Penggunaan pusat pengisah tersebut dapat ditunjukkan sebagaimana bait di bawah ini. Jalanan demi jalanan Rumah demi rumah Sampah demi sampah Memulung dengan tabah Sisa nasib dan remah-remah 76 Daya juang tokoh untuk bisa bertahan hidup di kota besar seperti Jakarta dikisahkan melalui pengamatan terhadap aktivitas tokoh. Pembaca dapat mengimajinasikan penggambaran dalam bait tersebut, misalnya upaya tokoh yang begitu keras mengumpulkan barang-barang yang sebagian besar tidak dianggap berharga oleh pihak lain. 76 Taher, op.cit., h. 59. . Pengisah dalam puisi ini juga menggambarkan perasaan serta pemikiran tokoh sebagai masyarakat yang tertindas. Hal tersebut dapat ditunjukkan lewat larik-larik berikut ini. Kini desa tak seperti dulu Sawah luas hijau membentang Alam yang tenteram sudah berlalu Pabrik datang sawah menghilang 77 Larik ‗Kini desa tak seperti dulu ... Alam yang tenteram sudah berlalu’ menunjukkan kondisi para petani yang sudah tidak mungkin melanjutkan pekerjaan dalam mengolah sawah. Keadaan tersebut menjadikan hilangnya ketenteraman kehidupan di desa. Hal ini lah yang mendorong tokoh utama dalam puisi esai “Manusia Gerobak” ini pergi berurbanisasi. Sawah ladang kian menyempit Kehidupan petani bertambah sulit Perumahan dan pabrik industri Mengusir petani setiap hari 78 Petani sawah kian terjepit Lebih baik menjual sawah Lalu pergi untuk berdagang Buat Atmo semuanya rumit Tanpa sawah hidupnya susah Mau berdagang tak punya uang 79 Bait-bait di atas menunjukkan pengisah serba mengetahui karakteristik tokoh berupa sikap dan cara berpikir sebagai seorang petani. Hal seperti ini dapat pula dilihat pada bait berikut ini. Sampah kotoran kota Jakarta Diangkut keranjang di punggungnya Benarkah hanya sampah belaka Persembahan orang kaya bagi yang papa? 80 Larik-larik tersebut menggambarkan situasi yang dihadapi tokoh lengkap dengan cara berpikirnya. Dua larik pertama mengilustrasikan kegiatan tokoh dan dua larik terakhir menyampaikan cara berpikir dan perasaan tokoh tersebut. 77 Taher, op. cit., h. 55. 78 Taher, op. cit., h. 55. 79 Taher, op. cit., h. 56. 80 Taher, op. cit., h. 59. . Kisah ironis dalam puisi esai “Manusia Gerobak” ini dengan sangat jelas tergambar dengan memanfaatkan pusat pengisah yang serba tahu. Pembaca dapat mengetahui perasaan tokoh dan bukan sekadar membayangkan hasil pengamatan dari pengisah. Pusat pengisah ini berpengaruh terhadap unsur-unsur lain yang membangun puisi esai “Manusia Gerobak”. Setiap unsur pembangun dalam puisi esai “Manusia Gerobak” pada dasarnya saling berkaitan dan saling mendukung. Pesan kritik sosial menjadi terlihat jelas tanpa perlu pemaknaan yang rumit. Hal tersebut terlihat dari pemilihan kata, imajeri, dan gaya bahasa yang sederhana. Rima serta ritme yang muncul saat puisi ini dibaca pun menguatkan rasa dan nada dalam menyampaikan kritik-kritik sosial dalam puisi esai “Manusia Gerobak” ini. Penjabaran mengenai unsur pembangun ini memperlihatkan bahwa kritik sosial dalam puisi esai “Manusia Gerobak” disampaikan dengan amat nyata yang diwakili oleh penyampaian ketidakadilan berupa sikap diskriminatif, ketimpangan kesejahteraan, dan marjinalisasi kaum yang lemah. 65

BAB IV KRITIK SOSIAL DALAM PUISI ESAI

“MANUSIA GEROBAK” KARYA ELZA PELDI TAHER DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA DI SMA Kritik sosial sebagai salah satu bentuk komunikasi mempunyai peran penting untuk menjadi kontrol sosial proses bermasyarakat. Kritik sosial dapat diwujudkan dengan mengamati dan membandingkan secara teliti kondisi-kondisi yang berbeda dalam suatu lingkup masyarakat serta melakukan penilaian terhadap kondisi tersebut. Tindakan mengkritik dapat dilakukan oleh siapapun, hal ini karena setiap orang selalu dihadapkan pada kondisi-kondisi tertentu dalam kehidupan bermasyarakat. Puisi esai “Manusia Gerobak” karya Elza Peldi Taher menunjukkan kritik sosial untuk pemerintah, masyarakat, dan para pihak yang terkait dengan konversi lahan pertanian. Kritik-kritik sosial yang dihadirkan pun beragam sesuai dengan sasaran kritik. Misalnya, kritik terhadap pemerintah dengan kebijakan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, sikap masyarakat yang tak acuh, serta para pengonversi lahan pertanian yang bersikap oportunis. Semuanya dihadirkan untuk menampilkan realitas yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fakta- fakta sosial dalam puisi esai “Manusia Gerobak” tersebut berupa sikap memarginalisasikan dan mendiskriminasikan sebagian pihak oleh pihak lain. Fakta-fakta sosial yang menjadi sorotan penting adalah kritik yang sebagian besar ditujukan kepada pemerintah karena kinerja mereka yang kurang maksimal dalam menyejahterakan masyarakat. Kinerja dalam menyejahterakan bukan berarti hanya berkutat di bidang ekonomi, melainkan juga dalam mencerdaskan masyarakat. Banyaknya kritik terhadap pemerintah tersebut menjadikan pemerintah sebagai pihak yang dipandang paling bertanggung jawab atas