ekonomi global.
20
Namun pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi tersebut tidak tercermin dari kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
Bentuk kesenjangan lainnya juga dapat diamati lewat perubahan sosial yang ditunjukkan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelas
menengah. Kecenderungan masyarakat kelas menengah yang biasanya hanya mampu mengonsumsi produk ekonomis pada akhirnya dihadapkan dengan sikap
konsumtif mereka sendiri yang semakin tinggi. Ketidaksiapan mental masyarakat wajar terjadi mengingat adanya perubahan sistem tata kota metropolitan di negara
berkembang seperti Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan dan juga pusat ekonomi negara.
Tipografi kota Jakarta memang mencerminkan kesan kuat globalisasi. Hal ini bisa dilihat dalam bentuk gedung-gedung tinggi apartemen dan kantor, hotel,
dan pusat perbelanjaan yang dilengkapi dengan gerai-gerai restoran cepat saji kelas dunia, dengan gaya arsitektur postmodern terbaru. Sehingga mau tidak mau,
masyarakat perkotaan dengan berbagai latar belakang harus mengubah pula gaya hidup mereka.
21
c. Ketidakpedulian Masyarakat terhadap Lingkungan
Ketidakpedulian masyarakat
terhadap lingkungan
semakin mengkhawatirkan. Kondisi seperti ini bisa dikaitkan juga dengan ketidakpedulian
sosial. Apabila kelestarian lingkungan tidak menjadi perhatian bagi tiap individu, jelas kepedulian sosial pun akan dikesampingkan. Kondisi masyarakat Indonesia
yang semakin apatis terhadap lingkungan maupun sosial ini salah satunya dapat ditunjukkan dalam bait berikut ini.
Atmo kini menetap berempat Di padat Manggarai, milik Ibu Sri
Di tepi Ciliwung berair coklat Mandi mencuci di tepi kali
22
20
Berdasarkan pidato kenegaraan di gedung MPRDPR RI dalam rangka HUT ke-68 Proklamasi Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2013 yang lalu, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat di kisaran 5 —6
persen meskipun di tengah krisis ekonomi global. sumber: HumasDAR, www.setneg.go.id
.
21
Evers, op. cit., h. 3.
22
Taher, op. cit., h. 58.
Sikap ketidakpedulian masyarakat kota terhadap lingkungan salah satunya disebabkan adanya pendirian pemukiman di bantaran sungai. Hal ini dijelaskan
pad a catatan kaki keempat dalam puisi esai “Manusia Gerobak”. Catatan kaki
tersebut menyebutkan bahwa banyaknya pemulung sampah yang yang menempati rumah dengan kondisi semipermanen ataupun permanen di daerah pemukiman
padat. Pada tahun 2009 diperkirakan Manusia Gerobak mencapai 1.000
orang. Mereka biasanya berada di kawasan Senen, Tanah Abang, Kemayoran, dan sejumlah pemukiman padat di Jakarta...
23
Pemukiman padat baik yang terdiri dari rumah permanen maupun semipermanen banyak didirikan di bantaran sungai-sungai. Pendirian pemukiman
di daerah seperti itu berimbas pada rusaknya kelestarian sungai. Sungai bahkan beralih fungsi menjadi bak sampah raksasa di kota besar seperti Jakarta.
d. Pandangan Stereotip Masyarakat terhadap Pemulung
Pandangan stereotip masyarakat terhadap pekerjaan memulung sampah dan barang bekasmenunjukkan pula sikap individualis yang berdampak pada
ketidakpedulian sosial. Pandangan tersebut ditunjukkan dalam bait berikut ini. Bagai pipit dia mengembara
Mematuki remah-remah orang kota Meski yang dipungut sampah tersisa
Tetap saja dia ditatap penuh curiga
24
Pandangan sinis seperti ini memang sering dilakukan oleh masyarakat. Anggapan masyarakat terhadap pemulung pada umumnya adalah bentuk
kewaspadaan agar para pemulung tersebut tidak mengambil barang-barang yang sebenarnya masih terpakai oleh mereka. Hal yang lebih ekstrem dipandang oleh
masyarakat pada umumnya adalah anggapan bahwa pekerjaan sebagai pemulung sedikit banyaknya rentan pada aktivitas kriminal seperti pencurian.
23
Taher, op. cit., h. 59.
24
Taher, op. cit., h. 60.