Pembahasan Analisis Kemampuan Observasi Siswa Pada Konsep Wujud Zat Dan Perubahannya Dengan Menggunakan Metode Eksperimen (Penelitian Deskriptif Di Smp 2 Mei Ciputat)

Widayanto, bahwa belum tercapainya ketuntasan belajar dapat dikarenakan siswa masih belum terbiasa dengan pendekatan atau metode yang digunakan. 1 Pada pertemuan pertama, kelompok yang memiliki rata-rata kemampuan observasi dan rata-rata skor LKS paling rendah ada 2 kelompok. Hal ini disebabkan masih terdapat kelompok-kelompok siswa yang belum bisa menyelesaikan seluruh kegiatan, tepat waktu sehingga terdapat sebagian persoalan dalam LKS yang belum terjawab. Hal ini terjadi karena jumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa memang cukup banyak. Walaupun tergolong kegiatan yang sederhana, seperti melakukan pengukuran massa, volume serta panjang, tampaknya siswa belum terbiasa melakukannya, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikannya. Sebagian siswa juga terlihat belum bisa bekerjasama dengan rekan kelompoknya karena belum terjadi komunikasi yang baik antar anggota Pada pertemuan kedua, rata-rata kemampuan observasi siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertemuan pertama akan tetapi peningkatannya masih relatif sedikit. Rata-rata persentase indikator kemampuan observasi tidak jauh berbeda. Kegiatan praktikum pada LKS pembelajaran dipertemuan 2 melibatkan beberapa alat yang cukup beresiko, seperti pembakar spitus, tetapi tidak terdapat kegiatan yang rumit. Sebelum memulai praktikum, guru mengingatkan agar siswa sangat berhati-hati dalam melakukan kegiatan pengamatan agar terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan. Pengarahan serta bimbingan terhadap siswa saat melakukan pengamatan, mengolah data dan mengisi lembar kerja berlangsung lebih baik dari pembelajaran sebelumnya. Pada pertemuan kedua ini rata-rata kemampuan observasi tiap kelompok tidak jauh berbeda, semua kelompok mampu menyelesaikan kegiatannya tepat waktu. Jumlah kegiatan yang harus diselesaikan siswa tampaknya lebih sesuai dengan waktu dan kemampuan siswa. Keadaan ini didukung pula oleh adaptasi siswa yang lebih baik dari sebelumnya dan mulai terbiasa menghadapi rekan dalam kelompoknya sehingga kegiatan praktikum berjalan lebih lancar dan proses 1 Widayanto, Pengembangan Keterampilan Proses dan Pemahaman siswa Kelas X melalui kit optic. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia., Vol 5, No.1, Januari. Semarang, 2009 pengamatan menjadi lebih baik. Di pembelajaran kedua siswa disajikan materi perubahan wujud dengan kegiatan praktikum yang cukup menarik perhatian. Salah satu kegiatan yang menurut siswa menarik dilakukan yaitu menyelidiki perubahan wujud pada kapur barus. Siswa memanaskan kapur barus pada tabung Erlenmeyer di atas api, kemudian mengamati perubahan yang terjadi. Pada pertemuan ketiga, rata-rata kemampuan observasi siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertemuan kedua, akan tetapi pada pertemuan ketiga terjadi penurunan rata-rata indikator kemampuan observasi pada indikator kemampuan mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dibandingkan dengan pertemuan kedua. Hal ini dikarenakan siswa masih belum dapat menghubungkan kegiatan praktikum yang mereka lakukan dengan materi yang sudah mereka pelajari. Tampaknya untuk siswa kelas VII SMP masih sulit untuk menuangkan pemikirannya sendiri tanpa mendapat pengarahan yang cukup. Meskipun apa yang terdapat dalam pikiran mereka tepat, sebagian mereka tidak yakin sebelum menanyakan ke observer. Pada pertemuan ketiga, rata-rata kemampuan observasi tiap kelompok tidak jauh berbeda, semua kelompok mampu menyelesaikan kegiatannya tepat waktu. Jumlah kegiatan yang harus diselesaikan siswa tampaknya lebih sesuai dengan waktu dan kemampuan siswa. Keadaan ini didukung pula oleh adaptasi siswa yang lebih baik dari sebelumnya dan mulai terbiasa menghadapi rekan dalam kelompoknya sehingga kegiatan praktikum berjalan lebih lancar dan proses pengamatan menjadi lebih baik. Pada pertemuan ketiga ini walaupun indikator kemampuan mengumpulkan fakta-fakta yang relevan mengalami penurunan akan tetapi indikator kemampuan observasi yang lain mengalami peningkatan. Pada pertemuan keempat, Rata-rata indikator kemampuan observasi mengalami peningkatan cukup tinggi karena rata-ratanya di atas 75 bahkan mencapai 80. Walaupun kegiatan praktikum yang dilakukan cukup banyak, tetapi karena mereka sudah mulai terbiasa dalam menggunakan alat dan melakukan pengamatan siswa dapat melakukan kegiatan praktikum dengan baik. Pembelajaran berlangsung lebih baik karena pembimbingan siswa saat melakukan pengamatan, pengambilan data, pencatatan hasil pengamatan dan pengolahan data berlangsung lebih baik dari sebelumnya. Hal ini terlihat dari hasil praktikum yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Haryono, bahwa Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains terbukti cukup efektif dalam meningkatkan kemampuan proses sains siswa sekaligus pencapaian hasil belajarnya secara keseluruhan. 2 Indikator kemampuan observasi yang memiliki persentase terbesar pada pertemuan keempat adalah kemampuan menggunakan alat indera. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gebi Dwiyanti dkk, bahwa indera yang digunakan hanya indera penglihatan. Siswa melihatmengamati perubahan- perubahan yang terjadi kemudian mencatat dalam tabel yang telah disediakan. 3 Kemampuan menggunakan alat indera dilatihkan melalui berbagai kegiatan pengamatan, diantaranya pengukuran, baik itu pengukuran massa, panjang maupun volume serta pada pengamatan proses perubahan bentuk. Indikator utama yang satu ini dilatihkan melalui kegiatan dengan jumlah paling banyak pada setiap serinya. Selain itu, dalam praktikum mengenai wujud zat ini, fenomena yang paling jelas diamati adalah perubahan bentuk atau volume benda. Rata-rata kemampuan observasi tiap kelompok pada pertemuan keempat mengalami peningkatan cukup tinggi karena rata-ratanya di atas 75 bahkan mencapai 80. Pada pembelajaran ini semua kelompok mampu menyelesaikan kegiatannya tepat waktu. Jumlah kegiatan yang harus diselesaikan siswa tampaknya lebih sesuai dengan waktu dan kemampuan siswa. Keadaan ini didukung pula oleh adaptasi siswa yang lebih baik dari sebelumnya dan mulai terbiasa menghadapi rekan dalam kelompoknya sehingga kegiatan praktikum berjalan lebih lancar dan proses pengamatan menjadi lebih baik. Pada tabel 4.6 terlihat hasil skor LKS siswa dari pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir mengalami peningkatan yang stabil. Pada pertemuan pertama masih banyak siswa yang tidak mengisi LKS mereka dengan penuh hal ini 2 Haryono, Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Pendidikan dasar, 2006, Volume 7 No 1. 3 Gebi Dwiyanti, dkk, Keterampilan Proses Sains Siswa SMU Kelas II pada Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Melalui Metode Praktikum FPMIPA-Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 2003 dikarenakan mereka belum terbiasa dan terdapat beberapa praktikum yang belum selesai dikerjakan, hal ini mengakibatkan terdapat beberapa siswa yang belum selesai mengerjakan LKS. Pada pertemuan selanjutnya siswa sudah mengerjakan LKS mereka dengan baik sehingga nilai LKS mereka meningkat disetiap sesinya. Dapat dilihat bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen ini memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat aktif dalam pembentukan konsep serta pemahaman materi yang disajikan melalui rangkaian kegiatan praktikum. Karena itu, metode eksperimen menjadi hal yang sangat penting serta keterlaksanaan tahapan kegiatan praktikum menjadi faktor utama penentu keberhasilan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunyono dan Siti maryatun, bahwa pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. 4 Meskipun catatan observer terhadap pembelajaran menunjukkan bahwa kegiatan praktikum berlangsung sangat baik, karena hampir seluruh tahapan praktikum terlaksana, namun penulis yang sekaligus bertindak sebagai pengajar merasa ada beberapa tahapan yang belum terlaksana secara optimal. Walaupun ada beberapa kendala dalam kegiatan pembelajaran, secara umum pembelajaran ini diterima cukup baik oleh siswa. Sesuai dengan hasil perbincangan dengan beberapa siswa dan guru. Menurut guru bidang studi yang secara umum melihat kegiatan praktikum yang berlangsung dengan diterapkannya pembelajaran ini, siswa dilatih untuk terlibat aktif dan berinteraksi dengan rekannya. Sedangkan siswanya sendiri beranggapan bahwa dengan pembelajaran ini dirinya menjadi lebih mudah memahami materi karena dapat terlibat langsung mengamati fenomena dalam materi yang dipelajari. 4 Sunyono dan Siti maryatun, Penerapan Metode eksperimen Berbasis Lingkungan dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X Semester 1 SMA Swadhipa Natar Proceeding of The First International Seminar of Science Education UPI, 2007. BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis kemampuan observasi siswa dengan menggunakan metode eksperimen pada konsep wujud zat dan perubuhannya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan observasi siswa dengan menggunakan metode eksperimen pada kelas kelas VII-2 SMP 2 Mei dinilai sangat baik dengan pencapaian rata-rata kemampuan observasi pada pertemuan keempat sebesar 81.14, sedangkan rata-rata kemampuan observasi pada setiap pertemuan sebesar 65.75. B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terdapat beberapa saran yang dapat dikemukakan, antara lain sebagai berikut: 1. Pada peneliti yang melibatkan cukup banyak observer, usahakan untuk menyamakan persepsi mengenai sasaran observasi serta rambu-rambu pelaksanaan sebelum penelitian berlangsung agar data yang diperoleh lebih akurat. 2. Penentuan materi serta kegiatan praktikum hendaknya memperhitungkan jenis kemampuan yang hendak dilatihkan. 3. Pembagian kelompok pada kegiatan praktikum hendaknya dilakukan secara heterogen. 58 DAFTAR PUSTAKA Amien, Moh. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam IPA Dengan Menggunakan Metode “Discovery” dan Inquiry., Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998 Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2005. Bahri Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Conny semiawan, dkk. Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta: PT. Gramedia, 1986. Dimyati, Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1994. Dwiyanti, Gebi. Keterampilan Proses Sains Siswa SMU Kelas II pada Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Melalui Metode Praktikum FPMIPA-Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 2003. Haryono. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains, Jurnal Pendidikan Dasar Vol.7, No.1, 2006: 1-13. Herlanti, Yanti. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sain., Jakarta: Jurusan PIPA UIN Jakarta, 2008. Kartikasari, Redno. Penerapan Pendekatan Kontekstual Contextual teaching Learning dengan Menggunakan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Keterampilan Proses sains Kelas VIII C SMP N 14 Surakarta. Jurnal Skripsi Program Pendidikan Biologi UNS Surakarta. 2011. Maulidan, An Maulidan dan Tutut Nurita. Pembelajaran Fisika Melalui Metode Eksperimen untuk Melatihkan Perilaku Berkarakter pada Siswa MAN Tlogo Blitar. Pensa E-Jurnal FMIPA UNESA. Mulyono, Sudadi. Penggunaan Metode Eksperimen Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran reproduksi Tumbuhan di SMA N 6 Surakarta.