Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun konsentrasi Cd dalam kerang hijau pada saat penelitian masih tergolong rendah
dan aman menurut nilai standar dari SNI tahun 2009 dan Peraturan BPOM RI HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009, akan tetapi seiring dengan terjadinya
pencemaran pada perairan Teluk Jakarta maka juga akan mempengaruhi terjadinya akumulasi logam Cd pada kerang hijau tersebut sehingga tidak
dianjurkan oleh masyarakat konsumsi kerang hijau secara berlebihan. Oleh karena itu untuk mengurangi pencemaran yang ada di perairan Teluk Jakarta
disarankan kepada Badan Lingkungan Hidup BLH DKI Jakarta untuk meningkatkan pengawasan dan pemantauan terhadap limbah industri yang
dibuang di perairan Teluk Jakarta. Selain hal tersebut, dengan melihat kondisi perairan Teluk Jakarta yang saat ini sudah tercemar maka tindakan yang
sebaiknya dilakukan oleh BLH DKI Jakarta adalah bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan remediasi dengan menggunakan beberapa
metode seperti metode fisika-kimia dengan menggunakan padatan tersuspensi Suspended Solid-SS Sanusi et al., 2005, bioremediasi dengan menggunakan
Chlorella sp Wetipo et al., 2011, Aspergillus flavus Rakhmawati, 2010, atau menggunakan
teknik fitoremediasi
fitoplankton dengan
menggunakan Nannochloropsis salina dan Chaetoceros calcitran Makkasau et al., 2011.
D. Analisis Risiko
1. Analisis Pajanan Esposure Assessment
– Intake Kadmium Masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara
a. Laju Asupan
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penduduk yang terpapar Cd melalui kerang hijau memiliki laju asupan kerang sebesar 16,33
gramhari dengan jumlah konsumsi harian yang tertinggi adalah 96,18 gramhari dan yang terendah adalah 0,03 gramhari. Sebaran data laju asupan kerang hijau
pada 4 kelompok responden tidak normal p value 0,05 sehingga harus menggunakan nilai median 4,71 gramhari. Dari 230 responden yang terpapar
Cd melalui kerang hijau dengan laju asupan sebesar 4,71 gramhari adalah 115 responden, sedangkan sebanyak 115 responden juga memiliki laju asupan
sebesar ≤4,71 gramhari. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden rata- rata masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara mengonsumsi kerang
hijau dari hasil tangkapannya sendiri dan saat bekerja mengupas kerang. Oleh sebab itu, rata-rata nilai laju asupan masyarakat Kaliadem cukup tinggi.
Pengukuran laju asupan konsumsi kerang hijau menggunakan food model yang telah ditetapkan takarannya.
Besarnya nilai laju asupan mempengaruhi terhadap nilai tingkat risiko. Hal ini sejalan dengan penelitian Sianipar 2009 bahwa laju asupan
mempengaruhi nilai tingkat risiko. Diperkuat oleh penelitian Ashar 2007 yang mengatakan bahwa responden yang mengkonsumsi air yang mengandung
Mangan melebihi batas maksimium mempunyai peluang 4,740 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan dibandingkan dengan responden
yang mengkonsumsi air yang tidak melebihi batas maksimum.
Hal ini sesuai dengan penetapan batas maksimum konsumsi kerang hijau menurut BPS yaitu 1 gramminggu. Berdasarkan peraturan tersebut maka laju
asupan masyarakat Kaliadem Muara Angke telah melibihi nilai batas maksimum. Food and Drug Administration FDA Amerika Serikat tahun 2005 juga
menganjurkan agar perempuan hamil menyantap hasil laut tidak lebih dari 12 ons per minggu.
Namun berbeda dengan laporan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2009 yang menyatakan bahwa konsumsi hasil laut masyarakat Indonesia
masih cukup rendah sebesar 30,17 kgkapita berarti 83 gramhari. Koalisi Ahli Gizi dan Obat-obatan Indonesia juga menetapkan 12 ons per minggu sebagai
batas minimal karena menurut mereka hasil laut banyak mengandung protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sehingga disarankan dalam satu hari minimal
harus menyantap 171 gramhari. Secara teori nilai laju asupan digunakan untuk menghitung intake dan
nantinya juga akan digunakan untuk menentukan nilai tingkat risiko. Penelitian yang dilakukan oleh Daud et al. 2013 yang menyatakan bahwa semakin sering
mengonsumsi kerang yang telah terkontaminasi logam Cd maka kontribusi Cd dalam darah semakin meningkat. Perbedaan standar anjuran yang ditetapkan oleh
BPS dan Koalisi Ahli Gizi dan Obat-obatan Indonesia dikarenakan menurut Koalisis Ahli Gizi dan Obat-obatan Indonesia kerang memiliki nilai gizi yang
cukup tinggi, terutama pada kerang hijau. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Ferial et al. 2011 yang menyatakan bahwa terjadi perbedaan proporsi pada
spermatozoid manusia antara responden yang diberikan kerang 2 kali dalam sehari dengan responden yang hanya diberikan 1 kali dalam sehari. Telah
dijelaskan dalam al-quran Surah Al- Maidah ayat 96 bahwa, “dihalalkan bagimu
binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan orang-orang dalam perjalanan.
”Al-Maidah5:96.
Penafsiran ayat tersebut menurut Syihab 2009 dalam karyanya Tafsir Al- Mishbah menjelaskan bahwa binatang buruan laut yang dimaksud juga berasal
dari sungai, danau, atau tambak, dan makanan yang berasal dari laut seperti ikan, udang, atau apapun yang hidup di laut dan tidak dapat hidup di darat walau telah
mati dan mengapung menjadi bangkai. Berbeda dengan yang dijelaskan oleh Al-Qurtubi 2008 dalam karyanya
Al Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an bahwa Imam Malik, Asy-
syafi’i, Ibnu Abi Laila, Al Auzai dan Ats-Tsauri mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di laut, baik berupa ikan, binatang melata, maupun
semua binatang yang ada di laut itu boleh dimakan, apakah ia ditemukan dalam kedadaan mati ataupun diburu.
Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah: “Laut itu suci airnya lagi halal bangkai binatangnya
.” HR: Abu Daud
Namun berbeda dengan pertimbangan yang digunakan oleh BPS dan FDA untuk menentukan batas maksimum konsumsi kerang hijau. Menurut FDA,
saat ini hasil laut sudah tercemar dengan logam berat sehingga dapat membahayakan bayi yang ada di kandungan. Tercemarnya hasil laut terebut
dikarenakan saat ini kondisi perairan sudah banyak tercemar oleh limbah hasil industri.