spermatozoid manusia antara responden yang diberikan kerang 2 kali dalam sehari dengan responden yang hanya diberikan 1 kali dalam sehari. Telah
dijelaskan dalam al-quran Surah Al- Maidah ayat 96 bahwa, “dihalalkan bagimu
binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan orang-orang dalam perjalanan.
”Al-Maidah5:96.
Penafsiran ayat tersebut menurut Syihab 2009 dalam karyanya Tafsir Al- Mishbah menjelaskan bahwa binatang buruan laut yang dimaksud juga berasal
dari sungai, danau, atau tambak, dan makanan yang berasal dari laut seperti ikan, udang, atau apapun yang hidup di laut dan tidak dapat hidup di darat walau telah
mati dan mengapung menjadi bangkai. Berbeda dengan yang dijelaskan oleh Al-Qurtubi 2008 dalam karyanya
Al Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an bahwa Imam Malik, Asy-
syafi’i, Ibnu Abi Laila, Al Auzai dan Ats-Tsauri mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di laut, baik berupa ikan, binatang melata, maupun
semua binatang yang ada di laut itu boleh dimakan, apakah ia ditemukan dalam kedadaan mati ataupun diburu.
Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah: “Laut itu suci airnya lagi halal bangkai binatangnya
.” HR: Abu Daud
Namun berbeda dengan pertimbangan yang digunakan oleh BPS dan FDA untuk menentukan batas maksimum konsumsi kerang hijau. Menurut FDA,
saat ini hasil laut sudah tercemar dengan logam berat sehingga dapat membahayakan bayi yang ada di kandungan. Tercemarnya hasil laut terebut
dikarenakan saat ini kondisi perairan sudah banyak tercemar oleh limbah hasil industri.
Secara teori, menurut Wang et al. 2009 menyatakan bahwa konsentrasi Cd pada air laut cenderung lebih rendah dibandingkan konsentrasi Cd pada
hewan laut golongan bivalvia kerang hijau. Hal tersebut dikarenakan kemampuan kerang hijau sebagai vacum cleaner logam berat pada perairan,
sehingga logam berat terakumulasi dalam tubuh kerang hijau Riani, 2009. Selain terakumulasi dalam tubuh kerang hijau itu sendiri logam Cd yang berada
dalam kerang hijau akan terakumulasi di dalam tubuh manusia, sehingga semakin besar asupan Cd ke dalam tubuh semakin besar pula risiko untuk mengalami
gangguan kesehatan. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa laju
asupan mempengaruhi besarnya nilai tingakt risiko, sehingga semakin besar laju asupan maka akan semakin besar nilai tingkati risikonya. Pada penelitian ini nilai
laju asupan rata-rata masyarakat Kaliadem sebesar 16,33 gramhari, angka tersebut telah melebihi standar yang dianjurkan BPS namun masih dibawah
satndar asupan yang dianjurkan oleh Koalisi Ahli Gizi Obat-Obatan Indonesia dan Laporan Kementrian Perikanan dan Kelautan tahun 2009.
b. Frekuensi Pajanan
Frekuensi pajanan yang dimaksud adalah waktu pemajanan kerang hijau yang mengandung Cd yang diterima oleh responden dalam satuan haritahun.
Berdasarkan perhitungan dari hasil wawancara dengan responden diketahui urutan frekuensi pajanan fE paling singkat adalah 2 haritahun sedangkan fE
paling lama adalah 365 haritahun atau yang mengkonsumsi setiap hari,
sedangkan rata-rata frekuensi pajanan 52 haritahun. Batas maksimum frekuensi konsumsi kerang hijau menurut BPS adalah perminggu atau 52 haritahun.
Berdasarkan data tersebut maka frekuensi konsumsi kerang hijau masyarakat Kaliadem Muara Angke Jakarta Utara masih berada pada standar nilai batas
maksimum yang ditetapkan oleh BPS. Nilai fE didapat dari banyaknya hari responden mengkonsumsi kerang
hijau dalam satu tahun, karena frekuensi konsumsi kerang hijau responden bervariasi dan tidak dibatasi sehingga fE yang paling singkat adalah 2 haritahun
dan paling lama adalah 365 haritahun. Semakin tinggi fE responden maka semakin tinggi pula responden terpapar logam Cd. Pengukuran frekuensi pajanan
konsumsi kerang hijau pada responden menggunakan frekuensi asupan dan jumlah asupan melalui kuesioner dan wawancara.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini rata-rata frekuensi pajanan konsumsi kerang hijau yang sudah tercemar Cd
adalah 52 haritahun. Hal tersebut berarti frekuensi konsumsi masyarakat pada lokasi penelitian ini masih dalam batas standar yang disarankan oleh BPS.
c. Durasi Pajanan
Durasi pajanan merupakan lamanya waktu responden mengkonsumsi kerang yang mengandung Cd dalam satuan tahun Kemenkes, 2012. Pada
penelitian ini durasi pajanan yang digunakan adalah durasi pajanan sebenarnya realtime. Hasil durasi pajanan diperoleh rata-rata masyarakat Kaliadem Muara
Angke telah terpajan Cd melalui kerang hijau selama 17 tahun. Responden yang
paling lama bermukim adalah 57 tahun sedangkan yang paling singkat adalah setengah tahun, sebagai akibat prilaku masyarakat yang tidak berpindah-pindah.
Jika pindah mereka akan tinggal di lokasi yang serupa pulaupantai seperti Muara Kamal, Marunda atau Cilincing.
Nilai rata-rata bermukim masyarakat Kampung Nelayan Muara Angke masih dibawah nilai default yang ditetapkan United State Environmental
Protection Agency US-EPA 1991 untuk risiko nonkanker yaitu 30 tahun. Berdasarkan teori IPCS 2010 menyatakan bahwa durasi pajanan sebenarnya
realtime dan proyeksi 30 tahun untuk pajanan sepanjang hayat lifetime. Diperkuat dengan pendapat Kementrian Kesehatan 2012 bahwa durasi pajanan
merupakan lamanya atau jumlah tahun terjadinya pajanan, dan untuk pajanan seumur hidup digunakan duration time Dt sebesar 30 tahun untuk risiko
nonkanker dan 70 tahun untuk risiko kanker. Pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan lifetime artinya hanya
dilakukan perhitungan dengan menggunakan realtime, dikarenakan perhitungan dengan menggunakan realtime pun sudah didapatkan RQ 1. Meskipun rata-rata
durasi pajanan konsumsi kerang hijau masih dibawah standar US-EPA dan Kementrian Kesehatan yaitu 30 tahun, tapi rata-rata nilai RQ telah melebihi 1
sehingga tetap berisiko terhadap efek kesehatan akibat keracunan Cd. Lamanya durasi pajanan berpengaruh terhadap besarnya tingkat risiko, selain dipengaruhi
oleh lamanya durasi pajanan nilai tingkat risiko juga dipengaruhi oleh konsentrasi Cd dalam kerang, laju asupan, frekuensi pajanan, dan berat badan
responden. Hal ini berarti bahwa meskipun nilai durasi pajanan masih dibawah standar US-EPA tidak menutup kemungkinan untuk didapatkan nilai RQ 1 pada
individu. Secara teori pajanan logam Cd yang terus menerus dapat
menimbulkan gangguan bahkan kerusakan pada sistem kerja ginjal. Gangguan pada ginjal tersebut dapat dideteksi dengan mengukur kandungan protein yang
terdapat pada urin proteinuria Ratnaningsih, 2014. Proteinuria hanya dapat ditemukan pada orang-orang yang telah mengalami pajanan Cd dalam rentang
waktu 20-30 tahun Purnomo and Purwana, 2008. Semua komponen Cd baik dalam bentuk Cd ataupun berikatan dengan zat lain CdZn yang masuk ke dalam
tubuh manusia secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan permanen pada ginjal dan hati ATSDR, 1999. Studi epidemiologi menemukan bahwa
keracunan logam berat sebagian besar disebabkan oleh konsumsi hasil laut yang diperoleh dari daerah tercemar BPOM RI, 2005.
Secara teori pajanan Cd dengan konsentrasi yang rendah dalam jangka waktu lama akan menimbulkan kasus keracunan kronis, sedangkan untuk
pajanan dalam waktu yang singkat mampu memberikan efek akut keracunan Cd ATSDR, 1999. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muh.
Aripai et al. 2012 bahwa masa kerja sebagai nelayan penangkap dan pengonsumsi kerang menentukan tingkat keterpajanan logam Cd dalam tubuh
sehingga dapat menurunkan terjadinya gangguan kesehatan akibat keracunan Cd. Hal tersebut dikarenakan menurut Moh. Aripai et al. 2012 bahwa nelayan lebih