Sesi I: Pentingnya Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama

134

2. Sesi I: Pentingnya Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama

Katolik dalam Pelajaran Pendidikan Agama Katolik 1 Tujuan: Peserta bersama pendamping dapat menyadari pentingnya komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik. 2 Langkah-langkah: a Pengantar: Kita telah sama-sama merefleksikan mengenai panggilan kita sebagai guru Pendidikan Agama Katolik di mana kita diajak Yesus Kristus untuk menjadi pewarta bagi siswa kita supaya mereka dapat semakin mengenal Yesus Kristus dan semakin mengimaniNya. Sebagai seorang guru sekaligus pewarta, kita dituntut memiliki kemampuan komunikasi yang memadai supaya segala yang kita wartakan dapat diterima dan dipahami orang lain. Dalam hal ini, kita membutuhkan kemampuan komunikasi interpersonal yang memadai. b Isi: Penting bagi guru Pendidikan Agama Katolik untuk dapat menyadari pentingnya komunikasi interpersonal, maka kita perlu memahami pengertian Komunikasi interpersonal Suranto, 2011: 3-4 sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan secara tatap muka untuk mengungkapkan pesan secara verbal menggunakan kata-kata ataupun non verbal gesture, seperti: melambaikan tangan, tersenyum, dan lain sebagainya dilakukan dalam dua arah. Guru Pendidikan Agama Katolik sangat perlu untuk memiliki kemampuan komunikasi interpersonal karena komunikasi interpersonal sebagai wujud sebuah hubungan pribadi manusia yang paling erat, mendekatkan, mendalam, dan pribadi 135 memungkinkan para pelakunya untuk dapat saling berbagi pengalaman, informasi, maupun perasaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal ini terbuka untuk saling menerima, menghargai, dan mendengarkan apa yang menjadi harapan satu sama lain serta bersama-sama saling membantu untuk mewujudkan harapan yang dicita-citakan. Peran guru Pendidikan Agama Katolik adalah menjadi pewarta iman bagi siswanya, maka guru haruslah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga segala yang diwartakannya dapat dipahami dan diterima oleh siswanya dan dapat membawa siswanya semakin mengenal dan beriman pada Yesus Kristus. Guru Pendidikan Agama Katolik dalam membimbing siswanya hendaknya dimulai dari keadaan setiap siswanya maka guru haruslah mengenal setiap siswanya secara mendalam, baik itu nama, sifat, latar belakang, pengalaman siswanya, dan hal ini dapat terjadi apabila guru dapat melakukan komunikasi interpersonal. Price 1968: 57-58 menjelaskan bahwa mengajar diawali dari keadaan siswa. Hal ini berarti memulai dengan memberikan perhatian, mengajar menggunakan bahasa yang dikenal siswa, dan materi yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan siswa. Kebenaran yang diajarkan hendaknya berdasarkan kebenaran yang sudah dikenal oleh siswa, yang berarti dalam mengajar Pendidikan Agama Katolik, guru harus dapat mengolah pengalaman hidup siswa yang sesuai dengan materi yang hendak ia ajarkan, supaya pelajaran Pendidikan Agama Katolik tidak jatuh pada hal-hal yang bersifat teoritis belaka. Komunikasi interpersonal dapat berjalan dengan baik apabila Guru Pendidikan Agama Katolik terlebih dahulu dapat mengenal dirinya sendiri. Parker 136 J. Palmer 2009: 3 mengatakan ketika guru tidak mengenal dirinya maka ia tidak mampu mengenal siswanya. Maka, sangat penting bagi guru Pendidikan Agama Katolik untuk mengenali dirinya sendiri terlebih dahulu kemudian ia dapat mengenal siswanya secara mendalam. Apabila guru Pendidikan Agama Katolik dapat mengenal siswanya secara mendalam maka guru dapat memulai pelajaran berdasarkan pengalaman siswanya dan hati nurani diolah karena tidak mungkin seorang guru dapat membantu siswanya mengolah hati nurani jika ia tidak mengenal siswanya secara mendalam. Ketika guru dan siswa berkomunikasi secara interpersonal dengan membagikan pengalaman hidupnya maka sudah terjadi komunikasi yang diwarnai kepercayaan. 3 Refleksi: a Apakah saya sudah mampu menjalin relasi yang baik dengan Tuhan? b Apakah saya sudah mengenal diri saya secara mendalam? c Sejauh mana saya dapat mengenal siswa-siswi saya? 4 Pendamping meminta peserta untuk mensharingkan hasil refleksinya.

3. Sesi II: Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Para Siswa