28
komunikasi. Sikap yang menunjukkan kesetaraan adalah menunjukkan kerendahan hati, tidak memaksakan kehendak, saling memerlukan, dan adanya
komunikasi yang akrab dan nyaman.
6. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik
a. Guru
Kompri 2015: 30-31 mengutip pandangan Nawawi mengenai pengertian guru sebagai orang dewasa yang berkewajiban untuk melakukan kegiatan
pendidikan maka guru juga disebut sebagai tenaga pendidik di sekolah. Moh. Uzer 1991: 4 berpendapat bahwa guru memiliki tugas: mendidik yaitu
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar yang berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan melatih yang berarti
mengembangkan keterampilan yang dimiliki siswa. Selain tugas utamanya untuk mendidik siswa guru juga memiliki peranan menjadi orang tua bagi siswa di
sekolah. Guru sebagai orang tua bagi siswanya berarti bahwa guru bertanggung
jawab pada siswanya untuk menjadi teladan dan panutan. Hal itu senada dengan pandangan Ki Hajar Dewantara yang menjelaskan bahwa guru memberikan
teladan dan panutan bagi siswa dan masyarakat dengan semboyan “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang berarti peran
guru di depan memberikan teladan, di tengah-tengah untuk membangun, dan di belakang untuk memberikan dorongan dan motivasi bagi siswanya.
29
Guru adalah tenaga pendidik di sekolah yang memiliki tugas mendidik, mengajar, dan melatih siswanya. Guru juga berperan sebagai orang tua bagi siswa
ketika di sekolah. Guru juga harus berkepribadian mantab, setia pada
panggilannya, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Guru Pendidikan Agama Katolik
Mintara 2009: xix-xxi mengutip pandangan Parker J. Palmer yang menjelaskan sosok guru sebagai orang yang mengajarkan mengenai dirinya
sendiri, mengenai hidupnya sendiri. Guru memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, kebaikan, kebenaran, nilai-nilai, dan kerohanian
yang dimilikinya. Mintara kemudian menjelaskan bahwa guru Kristiani memiliki tugas mencerdaskan siswa serta bertugas untuk membimbing siswa dalam
meneladan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Guru Sejati. Jayusdi dalam buku Belajar dari Muridku Bimas Katolik DIY Kementrian
Agama RI, 2014: 77 mengatakan bahwa “satu teladan lebih berharga daripada seribu teori. Hanya dengan membangun diri secara utuh, seorang guru akan dapat
benar-benar digugu dan ditiru.” Guru yang mampu bersikap baik akan menjadi inspirasi bagi siswa untuk bersikap baik pula, karena bagi siswa akan lebih mudah
mengingat salah satu keteladanan yang ditunjukkan oleh guru dibandingkan dengan seribu teori yang diajarkannya.
Yulia Sri Prihartini 2013b: 12-14 menjelaskan bahwa menjadi guru adalah cara mulia untuk merealisasikan iman dan pengabdian hidup bagi masa depan
siswa yang lebih baik. Tugas guru adalah menjala hati siswanya untuk menghayati
30
dan memperjuangkan nilai keutamaan hidup agar hidup setiap siswa memiliki kelimpahan berkat dan dapat meraih kebahagiaan. Guru haruslah memiliki
komitmen untuk belajar bersama-sama dengan siswa dalam menghayati nilai-nilai keutamaan hidup.
Guru Pendidikan Agama Katolik adalah orang yang beriman Kristiani, yang mengkomunikasikan kepada para siswanya mengenai pengetahuan iman,
hidupnya sendiri, kebaikan, kebenaran, dan kerohanian yang diteladaninya berlandaskan pada Yesus Kristus. Guru Pendidikan Agama Katolik memiliki
tanggung jawab untuk membimbing siswa menjadi semakin mengenal dan semakin beriman pada Yesus Kristus untuk menuju pada kepenuhan iman.
Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Agama Katolik KWI, 1991: 73 mengatakan bahwa:
Pendidikan agama harus diarahkan menuju pengudusan pribadi maupun kerasulan karena itu merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam
panggilan Kristen. Pendidikan untuk tugas kerasulan berarti pendidikan manusia tertentu secara bulat, yang disesuaikan dengan kemampuan dan
keadaan kodrati setiap pribadi.
Sesuai dengan Ajaran Gereja tentang Pendidikan Agama Katolik maka tugas seorang guru Pendidikan Agama Katolik adalah membantu siswa menjadi pribadi
yang semakin beriman kepada Yesus Kristus dan mengarahkan siswa untuk menjadi pewarta Kabar Gembira bagi dunia. Maka, guru Pendidikan Agama
Katolik Pendidikan Agama Katolik dalam mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik hendaknya dapat menyesuaikan pewartaannya dengan
kemampuan dan keterbatasan siswanya.
31
c. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik