Sesi III: Merefleksikan komunikasi interpersonal yang sudah dilakukan Sesi IV: Penerapan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama

139 belajar siswa tidak stabil setiap waktu artinya bahwa motivasi belajar siswa sering mengalami peningkatan dan penurunan keinginan untuk belajar maka dibutuhkan dorongan semangat dari guru Pendidikan Agama Katolik untuk memotivasi siswanya yang belum memiliki motivasi belajar supaya siswa tetap mau untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi belajar siswa juga memiliki beberapa fungsi yaitu untuk 1 membantu siswa supaya tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan dalam belajar. 2 Motivasi belajar juga menentukan ketekunan siswa dalam belajar artinya bahwa siswa tidak akan tahan lama dalam belajar apabila ia tidak termotivasi dan siswa akan memilih kegiatan lain dan meninggalkan apa yang sedag dipelajarinya. 3 Motivasi juga membuat siswa belajar dengan sepenuh hati melalui usaha yang jujur tanpa mencontekberbuat curang, motivasi juga memperjelas tujuan belajar. 4 Siswa yang memiliki motivasi akan mengetahui untuk apa ia belajar. Maka, motivasi sangatlah penting fungsinya dalam proses belajar siswa karena motivasi sangat berpengaruh pada kesuksesan pencapaian tujuan belajar siswa.

4. Sesi III: Merefleksikan komunikasi interpersonal yang sudah dilakukan

guru dalam film “Freedom Writters.” a. Tujuan: Peserta bersama pendamping dapat merefleksikan komunikasi interpersonal yang sudah dilakukan guru dalam film “Freedom Writters” yang total untuk terus belajar cara mengajar yang baik berangkat dari pengalaman hidup siswa, mengasihi siswanya, dan kesetiaannya dalam membimbing siswanya. 140 b. Bahan: Film “Freedom Writters”terlampir. c. Metode: Informasi, sharing, dan presentasi. d. Langkah-langkah: 1 Pendamping akan memutarkan film “Freedom Writters” dan meminta peserta untuk memperhatikan dan mencatat hal-hal yang dirasa penting ataupun mengesankan dari film tersebut. 2 Pendamping meminta peserta untuk menjawab pertanyaan berikut dalam kelompok: • Sikap apa yang ditunjukkan oleh guru dalam film “Freedom Writters”? • Sejauh mana anda sudah memiliki sikap seperti guru yang ada dalam film “Freedom Writters”tersebut? • Inspirasi apa saja yang anda dapatkan dari film tersebut? 3 Pendamping meminta peserta untuk mensharingkan hasil refleksinya mengenai film “Freedom Writters” yang dikaitkan dengan pengalaman peserta dalam membimbing siswanya. 4 Pendamping mengajak peserta untuk merumuskan kesimpulan mengenai pentingnya motivasi belajar dalam mempelajari Pendidikan Agama Katolik.

5. Sesi IV: Penerapan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama

Katolik untuk Memotivasi Siswa dalam Mempelajari Pendidikan Agama Katolik a. Tujuannya: Peserta bersama dengan pendamping dapat mengetahui cara menerapkan komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik untuk memotivasi siswa dalam mempelajari Pendidikan Agama Katolik. 141 b. Langkah-langkahnya: 1 Untuk dapat memotivasi siswa dalam belajar melalui komunikasi interpersonal, maka guru Pendidikan Agama Katolik hendaknya terlebih dahulu memiliki sikap yang mendukung komunikasi interpersonal diungkapkan oleh Suranto mengutip pandangan Devito 2011: 82-84 mengenai 5 sikap yang mendukung terjadinya komunikasi interpersonal, seperti: f. Keterbukaan Keterbukaan sebagai sikap menerima masukan dari orang lain dan berkenan untuk menyampaikan informasi secara jujur kepada orang lain. Dengan keterbukaan maka komunikasi interpersonal akan berlangsung adil, transparan, dua arah, dan dapat diterima semua pihak yang berkomunikasi. Komunikasi interpersonal yang terbuka menunjukkan kejujuran dan kejujuran akan menimbulkan rasa percaya trust dari semua pihak yang berkomunikasi. Sebagai guru Pendidikan Agama Katolik haruslah mampu menjadi pribadi yang terbuka untuk menerima siswa sebagai anugerah Tuhan dan menyambut siswa seperti menyambut Yesus sendiri. Guru juga bersedia saran atau masukan dari siswa. g. Empati Empati diartikan sebagai “ikut merasakan”. Berempati dengan seseorang berarti ikut merasakan apa yang dirasakan orang tersebut. Dalam berempati seseorang dapat memahami perasaan orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, dan dapat memahami suatu persoalan dari sudut pandang orang lain melalui kaca mata orang lain. Empati akan muncul apabila 142 seseorang mampu mendengarkan orang lain dan berusaha untuk memahami orang lain. Empati juga menjadi filter agar orang tidak mudah untuk menyalahkan orang lain. Sebagai guru Pendidikan Agama Katolik memang kita dituntut untuk mampu mendengarkan keluh kesah yang dialami oleh siswa kita dan ikut merasakan apa yang dialami oleh siswa kita. h. Dukungan Dukungan meliputi tiga hal: pertama, descriptiveness dipahami sebagai lingkungan yang tidak mengevaluasi. Lingkungan yang tidak mengevaluasi menjadikan orang bebas dalam mengungkapkan perasaannya, sehingga orang tidak malu dan tidak akan merasa dirinya menjadi bahan kritikan terus-menerus. Kedua, spontaneity merupakan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara spontan. Ketiga profesionalisme adalah sebagai kemampuan untuk berfikir secara terbuka, mampu menerima pandangan yang berasal dari orang lain dan bersedia untuk mengubah dirinya apabila perubahan itu dipandang perlu. Dalam mewujudkan dukungan kepada siswa, kita sebagai guru Pendidikan Agama Katolik dapat mencontoh sikap Yesus dengan menarik hal yang terbaik dari siswa kita. Yesus Kristus mencontohnya menekankan berbagai kemungkinan kepada murid-muridNya tantang masa depan mereka dan mendorong murid-muridNya untuk mencapai yang terbaik dan diwujudkan dengan iman sebesar biji sesawi, Yesus juga menasihati wanita tuna susila agar tidak berbuat dosa lagi dan tidak menghukumnya, dan ketika Yesus mengatakan bahwa murid-muridNya menjadi garam dan terang. Di sinilah sikap dukungan yang Yesus tunjukkan dengan menanamkan harapan dan kepercayaan bahwa muridNya akan menjadi tokoh 143 yang diharapkanNya. Begitu pula dengan kita sebagai guru Pendidikan Agama Katolik, hendaknya kita selalu mampu untuk mendorong siswa kita untuk menjadi yang terbaik seperti yang Yesus contohkan. i. Sikap Positif Sikap positif yang dimaksud orang yang terlibat dalam komunikasi interpersonal haruslah sama-sama memiliki perasaan dan pikiran positif tanpa curiga. Sikap positif dalam berkomunikasi interpersonal dapat ditunjukkan dengan berbagai macam perilaku dan sikap, yaitu: menghargai orang lain, dapat memberikan pujian dan penghargaan, dan berkomitmen untuk menjalin kerja sama. Kita sebagai guru Pendidikan Agama Katolik hendaknya dapat menunjukkan sikap positif bagi siswa kita dengan menghargai mereka dan mengasihi mereka sepenuh hati. j. Kesetaraan Equality Kesetaraan equality adalah menerima orang lain dan menganggap orang lain bernilai, berharga, dan merasa saling memerlukan. Kesetaraan dalam berkomunikasi interpersonal berupa: menunjukkan kerendahan hati, menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda, tidak memaksakan kehendak,, komunikasi dua arah, dan tercipta komunikasi yang akrab dan nyaman. Sebagai guru Pendidikan Agama Katoli, kita diajak untuk menerima siswa kita sebagai subjek dalam kegiatan belajar mengajar bukan sebagai objek, kesetaraan juga dapat kita wujudkan dengan tidak merendahkan siswa kita yang dirasa kurang mampu, namun di sinilah peran kita untuk mendorong siswa kita menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. 144 2 Komunikasi Interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik untuk memotivasi siswa belajar Pendidikan Agama Katolik dapat diwujud nyatakan dengan pendekatan: d. Pendekatan Dialogis Pendekatan dialogis memungkinkan pihak-pihak yang melakukan komunikasi interpersonal bersedia untuk mengubah pandangannya karena adanya rasa saling terbuka, saling menghargai, dan saling percaya untuk menerima gagasan maupun ide dari teman bicaranya. Yusup Pawit 1990: 10 mengungkapkan bahwa “proses belajar adalah suatu proses komunikasi.” Lebih lanjut, Yusup Pawit menjelaskan bahwa adanya komunikasi yang bersifat dua arah yang berarti para pelaku komunikasi memiliki kedudukan yang sama. Komunikator dan komunikan bebas mengemukakan gagasannya dalam suasana yang bebas dan netral. Pendekatan model dialogis dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Howe, Rouel 1962: 105-106 dalam konteks komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dengan siswanya ditandai dengan adanya dialog maka komunikasi yang terjalin akan membawa kebenaran dan cinta kasih yang diawali dengan memberikan respon secara jujur. e. Pendekatan Sharing Pengalaman Hidup Agus M. Hardjana 2009: 107-109 menjelaskan pendekatan sharing pengalaman hidup dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu: 145 5 Tahap Pertama dari Mulut ke Mulut Komunikasi pada tahap mulut ke mulut adalah bersifat dangkal dan sekedar dilakukan untuk memenuhi kebiasaan sopan santun. Komunikasi dari mulut ke mulut biasanya dilakukan oleh orang yang belum sangat kenal satu sama lain sehingga orang bertanya hanyalah untuk basa-basi. 6 Tahap Kedua dari Kepala ke Kepala Komunikasi dari kepala ke kepala menunjukkan saling bertukar pikiran, gagasan, maupun ide. Komunikasi dari kepala ke kepala ini sering disebut sebagai komunikasi dari otak ke otak sehingga dalam komunikasi ini perasaan tidak menjadi bahan sharing. Komunikasi dari kepala ke kepala ini biasanya dilakukan antar kenalan ataupun dengan teman untuk mengungkapkan ide-ide, gagasan, maupun pendapat. 7 Tahap Ketiga dari Hati ke Hati Komuknikasi dari hati ke hati berlangsung ketika orang yang terlibat dalam komunikasi saling berbagi perasaan. Hal yang dibicarakan dalam komunikasi hati ke hati adalah mengenai masalah atau keprihatinan, kekhawatiran, kegembiraan, harapan, bahkan cita-cita. Dalam komunikasi hati ke hati ini, para pelakunya saling terbuka untuk menyampaikan perasaannya karena adanya sikap saling percaya dan saling mendukung. 8 Tahap Keempat dari Iman ke Iman Komunikasi dari iman ke iman menggambarkan para pelakunya untuk saling berbagi pengalaman hidup mengenai: apa yang telah dialami, apa yang dirasakan, dan hikmah apa yang dapat dipetik dari pengalaman itu. Komunikasi 146 dari iman ke iman mengungkapkan pandangan hidup, keyakinan, dan iman. Tahap komunikasi interpersonal dari iman ke iman inilah yang menjadi pokok dalam menjalin komunikasi interpersonal antarpribadi guru Pendidikan Agama Katolik dengan siswanya untuk memaknai berbagai pengalaman hidup sebagai wujud karya penyelenggaraan Allah dalam hidup manusia. f. Pendekatan Persuasif Pendekatan persuasif menurut Suranto 2011: 116 dilakukan dengan memberikan dorongan yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengubah sikap dan tingkah laku berlandaskan kerelaan dan senang hati. Tujuan utama pendekatan persuasif adalah untuk mengubah sikap maupun mempengaruhi orang lain dengan gagasan yang dikehendai komunikator dengan cara membujuk ataupun meyakinkan komunikan. Pendekatan persuasif ini akan membuat komunikan merasa seolah-olah dalam melakukan perubahan baik itu sikap maupun gagasan berdasarkan kemauannya sendiri, tanpa paksaan. Suranto 2011: 117 menjelaskan prosedur pendekatan persuasif dengan menggunakan A-A procedure atau from attention to action procedure, melalui formula AIDDA yang berarti dari Attention perhatian, Interest Minat, Desire hasrat, Descision Keputusan, dan Action Tindakan. Fase Tujuan Attention Menarik perhatian komunikan. Interest Membangun minat komunikan dengan menjelaskan manfaat sesuai dengan logika maupun emosi komunikan. Desire Menunjukkan keinginan atau hasrat dengan menunjukkan 147 bahwa ide yang dikemukakan sebagai solusi yang baik bagi komunikan. Decision Mempersilahkan komunikan untuk mengambil keputusan terhadap solusi rasional untuk menyelesaikan masalah. Action Membangkitkan keinginan yang kuat untuk mengambil tindakan. Pendekatan persuasif dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik dapat dilakukan ketika siswa tidak mau mengerjakan tugas atau PR, atau pada saat siswa bersikap kurang sesuai dengan norma yang berlaku. Dalam pendekatan persuasif ini, guru Pendidikan Agama Katolik akan dapat mendorong siswa berubah, namun seolah-olah siswa berubah karena kemauannya sendiri. 3 Tujuan Guru Pendidikan Agama Katolik melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya adalah membantu siswanya mencapai tujuan dari mempelajari Pendidikan Agama Katolik menurut Price 1968: 36-49 yaitu: a Untuk membentuk cita-cita yang luhur yaitu setelah mempelajari Pendidikan Agama Katolik diharapkan siswa dapat memiliki supaya hidupnya semakin berguna bagi banyak orang. b Untuk menanamkan keyakinan yang teguh yaitu setelah mempelajari Pendidikan Agama Katolik diharapkan semangat siswa dibangkitkan dan keyakinan akan imannya akan Yesus Kristus semakin diteguhkan serta siswa semakin setia pada imannya akan Yesus Kristus. 148 c Untuk memperbaiki hubungan dengan Allah yaitu setelah mempelajari Pendidikan Agama Katolik, siswa dapat bertobat dan menuut Mrk 12: 30 siswa dapat mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi, dan dengan segenap kekuatanmu. d Untuk memperbaiki hubungan dengan sesama yaitu siswa dapat semakin mengasihi sesamanya karena kasih kepada Allah juga harus diwujudkan dengan kasih kepada sesama. e Untuk membina watak yang kuat yaitu watak yang sebisa mungkin bebas dari dosa sehingga kehidupan siswa dipenuhi dengan sukacita. f Untuk semakin mampu melayani yaitu bahwa iman diwujudkan dalam pelayanan, maka bagi siswa setelah ia mempelajari Pendidikan Agama Katolik diharapkan dapat semakin terlibat aktif melayani dalam hidup menggereja, memasyarakat, maupun dalam kehidupan sekolah, serta keluarganya. 4 Pendamping meminta peserta untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 3-4 orang dan meminta peserta untuk menjawab pertanyaan berikut dalam kelompok: 9 Menurut pengalaman anda, apakah seorang guru Pendidikan Agama Katolik yang mampu menjalin komunikasi interpersonal dapat meningkatkan motivasi belajar siswa? Mengapa? 10 Sejauh mana anda sudah melakukan komunikasi interpersonal dengan siswa anda? Dan pendekatan seperti apa yang biasanya anda gunakan? 149 11 Sejauh mana tujuan dari mempelajari Pendidikan Agama Katolik sudah dapat dicapai oleh siswa anda? 5 Setelah itu, pendamping meminta peserta untuk mempresentasikan hasil sharing kelompok secara pleno. Pendamping mengajak peserta untuk merumuskan kesimpulan terkait pertanyaan refleksi.

2. Penutup