110
1. Gambaran Sejauh Mana Guru Pendidikan Agama Katolik Telah
Melakukan Komunikasi Interpersonal dengan Siswa di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu
Guru sebagai orang dewasa yang berkewajiban untuk melakukan kegiatan pendidikan. Guru adalah tenaga pendidik di sekolah. Guru memiliki tugas untuk
mendidik yang berarti memiliki tugas untuk meneruskan nilai hidupnya dan membantu siswa mengembangkan nilai hidupnya. Selain mendidik, tugas guru
adalah mengajar yang berarti guru meneruskan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa dan mengembangkan ilmu pengetahuan siswanya.
Tugas guru yang lainnya adalah melatih yang berarti guru membimbing siswa dalam melatih kemampuan yang dimilikinya.
Guru Pendidikan Agama Katolik dipandang sebagai orang dewasa beriman Kristiani dengan tugas untuk membantu siswa dapat tumbuh menjadi pribadi yang
utuh dalam iman akan Yesus Kristus. Guru Pendidikan Agama Katolik haruslah memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang memadai karena tugas guru
Pendidikan Agama Katolik adalah mewartakan Yesus Kristus kepada setiap siswanya. Samana 1994: 31 mengungkapkan bahwa dasar kecakapan keguruan
adalah kecakapan komunikasi antar pribadi guru dengan pribadi siswa. Maka, guru Pendidikan Agama Katolik haruslah memiliki kemampuan komunikasi
interpersonal agar segala yang diwartakan akan dapat diterima, dipahami, dan diimani oleh siswanya.
Peneliti mewawancarai guru Pendidikan Agama Katolik dan 5 orang siswa kelas VII untuk mendapatkan informasi sejauh mana kemampuan guru
Pendidikan Agama Katolik untuk melakukan komunikasi interpersonal dengan
111
siswanya. Guru Pendidikan Agama Katolik yaitu Ibu Budi dan kelima responden siswa mengungkapkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sudah mengenal
siswanya baik itu nama, sifat, dan sebagian latar belakang siswa. Dari hasil observasi penulis saat mengkuti proses belajar mengajar mata pelajaran
Pendidikan Agama Katolik di kelas VII dapat disimpulkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sudah mengenal siswanya cukup baik meskipun
belum terlalu mendalam karena memang jumlah siswa yang begitu banyak. Guru Pendidikan Agama Katolik sudah melakukan komunikasi
interpersonal baik itu dengan model pendekatan dialogis, sharing pengalaman hidup, maupun dengan pendekatan persuasif. Data ini diperoleh melalui waancara
dengan guru Pendidikan Agama Katolik dan dari kelima responden siswa, diperoleh dari hasil observasi penulis baik pada saat jam pelajaran maupun saat di
luar jam pelajaran, dan diperoleh dari hasil kuesioner siswa di atas 90 siswa mengungkapkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sering melakukan dialog,
sharing pengalaman hidup, maupun melakukan pendekatan persuasif ketika siswa tidak mau mengerjakan tugas atau PR.
Guru Pendidikan Agama Katolik juga sudah menunjukkan sikap keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif, dan juga kesetaraan dalam
melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya. Data ini diperoleh dari hasil wawacara dengan guru Pendidikan Agama Katolik dan kelima responden
siswa menjawab jika guru Pendidikan Agama Katolik sudah menunjukkan sikap keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif, dan juga kesetaraan dalam
melakukan komunikasi interpersonal di mana guru dapat diterima oleh siswa,
112
guru juga menunjukkan sikap rendah hati, dan sikap guru yang dapat dipercaya membuat siswa berani untuk menceritakan kepada guru Pendidikan Agama
Katolik tentang permasalahan hidup yang mereka alami. Sebagian dari data ini juga terbukti saat penulis melakukan observasi baik saat jam pelajaran maupun di
luar jam pelajaran Pendidikan Agama Katolik di mana guru menunjukkan sikap keterbukaan, dukungan, sikap positif, dan juga kesetaraan. Namun, sikap empati
guru tidak teramati pada saat dilakukan observasi. Dari hasil kuesioner yang dibagikan ke 70 responden siswa kelas VII juga didapat hasil lebih dari 90
siswa menjawab bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sudah menunjukkan sikap keterbukaan, dukungan, sikap positif, empati, dan juga kesetaraan.
Komunikasi interpersonal yang dilakukan guru Pendidikan Agama Katolik dapat membuat siswa semakin mampu mengenal Tuhan Yesus dan membuat
siswa dapat memaknai hidupnya sebagai karya Allah. Rouel Howe 1962: 105- 106 juga menjelaskan bahwa komunikasi dua arah akan membawa kebenaran dan
cinta kasih diawali dengan memberikan respon secara jujur. Komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik tidak akan bisa terjadi tanpa adanya
komunikasi dengan Tuhan Yesus sendiri. Maka, memang guru Pendidikan Agama Katolik diharapkan dapat semakin total dalam mengasihi Tuhan Yesus sehingga
akan dapat meningkatkan komunikasi interpersonal dengan siswanya dan dapat semakin mengenal pribadi siswanya secara lebih mendalam.
113
2. Gambaran Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik dan Faktor-