40
beriman di dalam Kristus. Melalui Pendidikan Agama Katolik, siswa akan dapat memaknai kehadiran Kristus dalam seluruh kehidupannya baik itu: fisik dan
spiritual, intelektual dan moral, pribadi, dan sosial. Pendidikan Agama Katolik diharapkan mampu untuk meningkatkan,
mengatur, dan menyempurnakan pribadi setiap siswa supaya semakin sesuai dengan wajah Kristus. Siswa yang mempelajari Pendidikan Agama Katolik
dengan bersungguh-sungguh, imannya akan semakin berkembang di dalam Kristus berkat kekuatan dari Allah yang menyelamatkan setiap orang yang setia
beriman kepadaNya. Jika siswa termotivasi untuk belajar maka ia mengetahui tujuan belajarnya. Price 1968: 35-50 mengungkapkan tujuan siswa mempelajari
Pendidikan Agama Katolik adalah untuk memperkuat iman, memperluas pengetahuan iman supaya semakin mengenal Yesus Kristus, dapat menjadikan
Yesus Kristus sebagai teladan hidup, membantu siswa dalam mengubah sikapnya supaya semakin sesuai dengan Yesus Kristus, membuat siswa semakin terlibat
aktif dalam kegiatan menggereja, dan membuat siswa dapat memaknai pengalaman hidupnya sebagai karya Allah.
C. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan
Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa
Pada bagian terakhir ini, penulis akan menjelaskan mengenai komunikasi interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik dan pengaruhnya bagi motivasi
belajar Pendidikan Agama Katolik siswa. Guru yang mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya, tentu dapat menumbuhkan motivasi
belajar bagi siswanya baik secara intrinsik maupun ekstrinsik.
41
Mintara 2009: xix-xxi menjelaskan guru Kristiani memiliki tugas mencerdaskan siswa secara jiwa dan raga, membimbing siswa dalam meneladan
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Guru Sejati. Maka penulis memahami guru Pendidikan Agama Katolik sebagai orang yang beriman Kristiani yang
mengkomunikasikan pengetahuan iman, hidupnya sendiri, kebaikan, kebenaran, dan kerohanian yang diteladani berlandaskan pada Yesus Kristus sebagai Tuhan
kepada siswanya, supaya siswa dapat mengenal dan semakin beriman pada Yesus Kristus.
Guru Pendidikan Agama Katolik dalam mengemban tugasnya mewartakan Yesus Kristus bagi siswanya haruslah memiliki kecakapan yang memadai dalam
menyampaikan pewartaannya. Samana 1994: 31 mengungkapkan dasar seluruh kecakapan keguruan adalah kecakapan untuk melakukan komunikasi secara
pribadi antara pribadi guru dengan pribadi siswa. Inilah yang disebut sebagai komunikasi interpersonal antara guru dengan siswa, karena komunikasi
interpersonal menurut Suranto 2011: 3-4 diartikan sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan secara tatap muka mengungkapkan pesan secara
verbal menggunakan kata-kata ataupun non verbal gesture, seperti: melambaikan tangan, tersenyum, dan lain sebagainya dilakukan dua arah. Maka,
kemampuan komunikasi interpersonal seorang guru Pendidikan Agama Katolik juga sangat berpengaruh pada pewartaan yang ia sampaikan dan berdampak pada
motivasi belajar siswa. Guru Pendidikan Agama Katolik pada kenyataannya sering mengalami
banyak tantangan untuk melakukan komunikasi interpersonal dengan siswa
42
sehingga pelajaran agama sering kali jatuh pada suasana yang diam bahkan terkesan membosakan. Hal ini sebagai salah satu contoh tantangan dalam
berkomunikasi yang sering kali dialami seorang guru berdasarkan pengalaman Parker J. Palmer 2009: 14 dalam mengajar adalah:
Siswa-siswa di kelas jam pertama saya begitu diam bagaikan biksu. Meski melalui bujukan yang memalukan, saya tidak berhasil mendapatkan respon
mereka. Sehingga saya begitu cepat tenggelam dalam salah satu fobia saya: Saya pasti begitu membosankan, sampai-sampai membius mereka dengan
begitu cepat, melumpuhkan anak-anak muda yang beberapa saat sebelumnya begitu hidup bercakap-cakap di sepanjang lorong ruangan.
Tidak jarang dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik juga menemui tantangan seperti yang dialami oleh Parker J. Palmer yang menunjukkan
bahwa siswa tidak termotivasi untuk belajar. Palmer 2009: 16 lebih lanjut menjelaskan bahwa hubungan yang dibuat
oleh guru dengan siswanya bukanlah terletak pada metode melainkan terletak di dalam hati nurani mereka. Hati nurani dipandang sebagai tempat di mana
intelektual, emosi, spirit, dan kesediaan terkumpul dalam diri manusia. Untuk mampu menyentuh hati nurani siswa, maka guru haruslah mampu melakukan
komunikasi interpersonal dengan siswanya. Melalui komunikasi interpersonal, guru Pendidikan Agama Katolik akan dapat memahami keinginan dan kebutuhan
siswanya karena ia mengenal siswanya secara mendalam. Komunikasi interpersonal sangat berpengaruh karena bersifat dua arah
berarti bahwa dalam menjalin komunikasi antara guru Pendidikan Agama Katolik dengan siswa. Siswa dipandang sebagai subjek sehingga tercipta rasa saling
diterima, suasana saling terbuka, saling menghargai, dan saling mendengarkan. Jika siswa diterima sebagai subjek maka akan tercipta pembelajaran Pendidikan
43
Agama Katolik yang aktif dengan dialog dan sharing akan membuat siswa termotivasi untuk mengungkapkan berbagai pengalaman maupun gagasannya
dalam terang iman. Melalui komunikasi interpersonal pendekatan persuasif guru Pendidikan Agama Katolik akan memotivasi siswa yang belum bersemangat
dalam belajar melalui bujukan dan dorongan supaya siswa bersemangat dalam belajar. Suranto 2011: 82-84 mengungkapkan pandangan Devito yang
menyebutkan dan menjelaskan mengenai lima sikap yang mendukung kesuksesan komunikasi interpersonal yaitu: sikap keterbukaan, empati, dukungan, sikap
positif, dan kesetaraan. Guru Pendidikan Agama Katolik dalam memotivasi siswanya hendaknya
mampu: Pertama-tama, bersikap terbuka untuk mendengarkan setiap pengalaman hidup, maupun suka duka, ataupun berbagai harapan yang diungkapkan oleh
siswanya. Kedua, guru menunjukkan sikap empati yaitu ikut merasakan apa yang dirasakan oleh siswanya dengan memahami perasaan siswanya dengan
mendengarkannya. Ketiga, sikap yang menunjukkan dukungan sebagai tindakan yang tidak mengevaluasi siswa sehingga siswa dapat bebas dan tidak merasa malu
dalam mengungkapkan perasaannya. Guru Pendidikan Agama Katolik hendaknya mampu berkomunikasi spontan artinya menjadi guru yang komunikatif dan
mampu menerima pandangan dari siswanya untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Guru Pendidikan Agama Katolik mampu menunjukkan sikap keempat yaitu sikap positif yang diwujudkan dengan cara menerima siswa sebagai anugerah
Tuhan sehingga harus dihargai, mampu untuk memberikan pujian dan
44
penghargaan kepada siswanya, serta menunjukkan sikap berkomitmen dalam menjalin kerja sama dengan siswanya. Kelima, guru Pendidikan Agama Katolik
menunjukkan kesetaraan dalam berkomunikasi dengan siswanya yang diwujudkan dengan menganggap siswa sebagai subjek sehingga komunikasi yang terjadi
adalah komunikasi antarpribadi yang bersifat dua arah dengan menunjukkan kerendahan hati dan akan tercipta komunikasi yang dekat, nyaman, dan
mendalam. Guru Pendidikan Agama Katolik akan dapat memotivasi siswa maupun
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar apabila ia mampu menjalin komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang dekat dan mendalam dengan
siswanya. Dalam mempelajari Pendidikan Agama Katolik perlu adanya motivasi belajar. Motivasi dalam memperlajari Pendidikan Agama Katolik hendaknya
membuat siswa bersemangat untuk terus memperkembangkan imannya. Apabila guru Pendidikan Agama Katolik mampu untuk melakukan komunikasi
interpersonal dengan seluruh siswanya maka motivasi belajar akan tumbuh dari dalam diri siswa sendiri melalui keteladanan yang diberikan oleh guru. Siswa
akan belajar Pendidikan Agama Katolik dengan sepenuh hati bukan karena takut dihukum. Namun, apabila siswa belum termotivasi untuk belajar, guru Pendidikan
Agama Katolik dapat melakukan komunikasi interpersonal dengan pendekatan persuasif.
Kesuksesan yang akan dirasakan siswa apabila ia termotivasi untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik adalah ia akan menjadi pribadi utuh yang
sungguh beriman Kristiani. Maka, diharapkan apabila guru Pendidikan Agama
45
Katolik dapat melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya sehingga dapat memotivasi siswanya untuk belajar Pendidikan Agama Katolik. Siswa yang
termotivasi belajar akan mengetahui tujuan ia belajar. Price 1968: 35-50 mengungkapkan tujuan siswa mempelajari Pendidikan Agama Katolik adalah
untuk memperkuat iman, memperluas pengetahuan iman supaya semakin mengenal Yesus Kristus, dapat menjadikan Yesus Kristus sebagai teladan hidup,
membantu siswa dalam mengubah sikapnya supaya semakin sesuai dengan Yesus Kristus, siswa juga dapat semakin mengasihi sesama, membuat siswa semakin
terlibat aktif dalam kegiatan menggereja, dan membuat siswa dapat memaknai pengalam hidupnya sebagai karya Allah.
46
BAB III GAMBARAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN PENGARUHNYA BAGI MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR ST. VINCENTIUS SEDAYU
Bab ini merupakan jawaban dari rumusan masalah kedua mengenai seberapa besar komunikasi interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik di SMP
Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu dapat memberikan pengaruh untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VII berdasarkan keadaan yang
sebenarnya. Dalam bab sebelumnya penulis telah menjelaskan tentang komunikasi interpersonal, motivasi belajar, dan hubungan antara komunikasi
interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik dengan motivasi belajar siswa. Penulis menyusun bab III ini untuk mengetahui sejauh mana komunikasi
interpersonal guru Pendidikan Agama Katolik berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Pada bagian pertama, penulis akan menguraikan gambaran umum
SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu yang meliputi: sejarah, visi, misi, tujuan, lingkungan fisik, administrasi organisatorik, akademik dan sosial, keadaan
guru, dan keadaan siswa. Data mengenai gambaran umum SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu ini didapatkan berdasarkan hasil observasi pada tanggal 29
Oktober 2016, dari hasil wawancara dengan kepala sekolah, dari data-data yang diberikan oleh Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu, dan
dari website SMP Pangudi Luhur http:www.smpplsedayu.pangudiluhur.org
.