Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik

31

c. Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama Katolik

Samana 1994: 31 mengungkapkan bahwa dasar seluruh kecakapan keguruan adalah kecakapan komunikasi secara pribadi atau secara personal antara guru dengan siswa. Inilah yang disebut sebagai komunikasi interpersonal antara guru dengan siswa, karena komunikasi interpersonal menurut Suranto 2011: 3-4 diartikan sebagai komunikasi antarpribadi secara tatap muka yang memungkinkan setiap penerima pesan mendapat reaksi langsung orang lain secara verbal maupun secara non verbal. Kecakapan yang harus dimiliki oleh Guru Pendidikan Agama Katolik adalah kecakapan untuk melakukan komunikasi interpersonal atau komunikasi antara pribadi guru dengan siswa. Peran guru Pendidikan Agama Katolik adalah menjadi pewarta iman bagi siswanya, maka guru haruslah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga segala yang diwartakannya dapat dipahami dan diterima oleh siswanya dan dapat membawa siswanya semakin mengenal dan beriman pada Yesus Kristus. Luk 9: 48 menjadi dasar dan inspirasi bagi guru Pendidikan Agama Katolik dalam menjalin komunikasi interpersonal dengan siswanya yaitu: “barang siapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku, dan barang siapa menyambut Dia yang menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.” Guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya berlandaskan Luk 9: 48 yang menunjukkan bahwa sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik dalam menyambut siswa hendaknya sama seperti menyambut Yesus Kristus sendiri. Guru menerima siswa sebagai anugerah dari 32 Tuhan yang harus dihargai dan dikasihi yang didasari dengan sikap terbuka. Guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi interpersonal dipandang sebagai sebuah pelayanan kepada siswa untuk memberikan perhatian dan kasih. Yulia Sri Prihartini 2013b: 50 mengemukakan pendapatnya mengenai guru dalam membangun relasi yang baik dengan siswanya diawali dengan kesediaan untuk membuka hati terhadap orang lain. Maka, guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi antarpribadi yang baik dengan siswa diawali dengan kesediaan membuka hati untuk menerima siswanya sebagai subjek yang harus dihargai dan dikasihi sehingga guru dapat membagikan pengalaman hidupnya berdasarkan Sang Inspirasi yaitu Yesus Kristus. Widi Nugraha 2013: 71 mengutip pandangan Mintara mengungkapkan bahwa “mengajar pada dasarnya adalah membagikan dari kedalaman hati apa pun yang menjadi pengalaman dan nilai-nilai keutamaan yang dihayati.” Maka, guru dalam mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik diwujudkan dengan cara mengkomunikasikan secara terbuka dan dari hati yang terdalam mengenai pengalaman hidupnya yang berdasarkan pada keutamaan nilai-nilai Kristiani untuk membantu siswa dalam memaknai hidup yang bersumber pada kasih Allah untuk sampai pada keutuhan pribadi. Guru Pendidikan Agama Katolik dalam melakukan komunikasi antarpribadi diwarnai cinta kasih, kesabaran, dan kebijaksanaan. Komunikasi interpersonal yang dilakukan guru Pendidikan Agama Katolik apabila menggunakan pendekatan dialogis maka akan terjadi dialog antara guru dengan siswa. Rouel Howe 1962: 105-106 menjelaskan pendekatan dialogis 33 membuat komunikasi yang terjalin akan membawa kebenaran dan cinta kasih yang diawali dengan memberikan respon secara jujur. Bahkan Rouel menjelaskan jika komunikasi antarpribadi manusia tidak akan bisa terjadi tanpa adanya komunikasi dengan Tuhan. Jadi, untuk dapat melakukan komunikasi interpersonal dengan siswanya, seorang guru Pendidikan Agama Katolik juga harus mencintai Tuhan terlebih dahulu supaya dapat benar-benar mencintai dan mengenal siswanya sehingga komunikasi interpersonal yang terjadi antara guru dengan siswa sebagai komunikasi untuk dapat semakin mengenal kasih Allah.

B. Motivasi Belajar

1. Pengertian Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi

Moh Uzer 1989: 24 menjelaskan motivasi sebagai daya dari dalam diri seseorang yang mendorongnya dalam melakukan perbuatan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Senada dengan Moh. Uzer, Muh. Ali 1987: 15 menjelaskan motivasi sebagai “dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu.” Rooijakkers 1980: 16 melengkapi pengertian motivasi sebagai keinginan untuk mencapai suatu hal tertentu. Motivasi adalah keinginan, daya, dorongan, perbuatan atau tingkah laku seseorang untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan. Dengan adanya motivasi maka seseorang akan berusaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan motivasilah yang dapat menggerakkan seseorang untuk berusaha memenuhi kebutuhannya.