116
HP saat di kelas maupun di Gereja, dan terkadang masih belum bisa mensyukuri hidup.
Dari hasil kuesioner diketahui bahwa motivasi belajar siswa untuk mempelajari Pendidikan Agama Katolik dalam penelitian ini menunjukkan lebih
dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa dibandingkan dari luar diri siswa. Hampir seluruh siswa sudah menyadari fungsi dari motivasi belajar dan sudah
mengetahui tujuan dari mempelajari Pendidikan Agama Katolik untuk dapat mengembangkan imannya akan Yesus Kristus dan mewujudkan imannya melalui
sikap kasih kepada sesama. Tujuan dari mempelajari Pendidikan Agama Katolik memang belum tercapai sepenuhnya karena untuk mencapainya dibutuhkan
proses yang sangat panjang bahkan proses itu berjalan seumur hidup hingga seseorang dapat menjadi pribadi yang utuh dalam iman akan Yesus Kristus dan
untuk mewujudkannya dibutuhkan motivasi yang kuat.
3. Kemampuan Komunikasi Interpersonal Guru Pendidikan Agama
Katolik dan Pengaruhnya bagi Motivasi Belajar Siswa-siswi kelas VII di SMP Pangudi Luhur St. Vincentius Sedayu
Guru Pendidikan Agama Katolik dalam mengemban tugasnya mewartakan Yesus Kristus bagi siswanya haruslah memiliki kecakapan yang memadai dalam
menyampaikan pewartaannya. Samana 1994: 31 mengungkapkan dasar seluruh kecakapan keguruan adalah kecakapan untuk melakukan komunikasi secara
pribadi antara pribadi guru dengan pribadi siswa. Inilah yang disebut sebagai komunikasi interpersonal antara guru dengan siswa, karena komunikasi
interpersonal menurut Suranto 2011: 3 diartikan sebagai komunikasi
117
antarpribadi yang dilakukan secara tatap muka mengungkapkan pesan secara verbal menggunakan kata-kata ataupun non verbal gesture, seperti:
melambaikan tangan, tersenyum, dan lain sebagainya dilakukan dua arah. Maka, kemampuan komunikasi interpersonal seorang guru Pendidikan Agama Katolik
juga sangat berpengaruh pada pewartaan yang ia sampaikan dan berdampak pada motivasi belajar siswa.
Dari hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Katolik mengatakan bahwa kemampuan guru dalam menjalin komunikasi yang interpersonal sebagai
komunikasi yang dekat dengan siswa tentu dapat meningkatkan semangat siswa dalam belajar. Guru mengatakan jika terjalin hubungan yang baik dan dekat
dengan siswa tentu siswa merasa diperhatikan dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa juga mengungkapkan jika guru bisa menjalin komunikasi
interpersonal dengan siswa maka guru menjadi lebih mampu mendorong siswa dalam belajar dan figur guru yang dekat dengan siswa memberikan keteladanan
pada siswa. Kelima siswa mengungkapkan jika guru semakin dapat berkomunikasi dekat dengan siswa, maka guru semakin mengenal siswa, semakin
dapat mendukung siswa dalam belajar, guru juga menjadi figur yang lebih menarik sehingga pelajaran yang dibawakannya juga menjadi lebih menarik,
siswa juga tidak malu bertanya kepada guru tentang materi yang belum ia pahami. Figur guru yang mampu menjalin komunikasi interpersonal membuat siswa
bersemangat untuk mempelajari mata pelajaran yang diampu oleh guru tersebut. Komunikasi interpersonal yang dilakukan guru Pendidikan Agama Katolik
tentu membuat guru semakin mengenal siswa dan semakin dapat mendukung
118
siswa dalam belajar. Price 1968: 8-9 mengungkapkan bahwa syarat penting bagi seorang guru adalah memperhatikan kebutuhan siswanya dan untuk dapat
mengetahui kebutuhan siswanya, guru harus mengenal siswa secara mendalam. Setelah mengetahui kebutuhan siswanya, seorang guru Pendidikan Agama Katolik
harus memiliki hasrat untuk menolong siswanya. Price juga mengatakan jika kasih dan hasrat untuk melayani siswa dapat menutup ketidaksempurnaan tehnik
guru dalam mengajar. Dengan memberikan perhatian dan mengajar dengan menggunakan metode komunikasi interpersonal yang diwarnai dengan kasih
sayang maka siswa juga dapat semakin mengasihi Tuhan dan sesama. Hal ini bisa terjadi karena siswa terinspirasi oleh guru Pendidikan Agama Katoliknya
sehingga siswa semakin termotivasi untuk mengembangkan imannya sampai pada keutuhan pribadi.
E. Kesimpulan Hasil Penelitian