Dari data diatas dapat diketahui bahwa secara umum dari siklus I sudah menunjukkan hasil ketercapaian target. Namun setelah
dilakukan kembali disiklus II terjadi peningkatan nilai meskipun tidak banyak. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap ketuntasan klasikal
kelas dari 84.37 pada siklus I menjadi 100 pada siklus II. Sehingga dapat dikatakan penelitian ini berhasil sesuai kriteria
indikator ketercapaian yang telah ditetapkan sebelumnya.
PEMBAHASAN
Penelitian Tindakan Kelas PTK ini dilakukan dalam 2 siklus pembelajaran dengan masing-masing siklus sebanyak 2 kali pertemuan.
Masing-masing siklus dilaksanakan menurut ketentuan dan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Sebelum memulai pembelajaran hendaknya terlebih
dahulu mengetahui kemampuan awal siswa yang akan diteliti. Kemampuan awal siswa dapat dilihat dengan mengadakan pre-test. Selanjutnya dilakukan
penilaian secara keseluruhan untuk keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa untuk masing-masing siklus dan dilihat perbandingan kedua
siklus tersebut.
A. Proses Sains
Proses sains yang dimaksud disini mencakup aspek psikomotorik diukur dengan lembar observasi dan aspek afektifsikap sains diukur
dengan kuesioner afektif. Pada siklus I dilakukan pembelajaran dengan metode praktikum berbasis guided inquiry. Praktikum yang dilakukan
disiklus I ini merupakan praktikum mengenai Olfactory Fatigue Time OFT dan Olfactory Recovery Time ORT. Target ketercapaian keterampilan
proses sains siswa dibagi menjadi dua aspek yaitu psikomotorik yang mencakup ranah proses sains dan afektif yang mencakup ranah sikap sains
siswa. Untuk aspek psikomotorik ditetapkan target ketercapaian siswa di kelas dengan persentase
≥ 70 termasuk dalam kategori tinggi. Hasil yang diperoleh untuk aspek ini sudah melebihi target ketercapaian, yaitu mencapai
persentase rata-rata diatas 70 . Adapun indikator yang diamati dalam aspek psikomotorik ini
mencakup kemampuan siswa dalam mengamati hasil pengamatan dan kemampuannya dalam mengembangkan secara lengkap sesuai prosedur yang
telah mereka tetapkan secara kelompok. Dalam pelaksanaan mengamati keterampilan siswa tersebut, peneliti dibantu oleh 2 orang observer yang
bertugas mengamati kinerja dan keterampilan siswa dalam menerapkan proses menuju pelaksanaan praktikum. Berdasarkan indikator ini secara rata-
rata siswa memperoleh skor 3.5 87.5 termasuk kategori tinggi. Selanjutnya kemampuan mengajukan pertanyaan, setidaknya siswa mampu
memberikan pertanyaan sesuai substansi disertai fakta konkret yang mereka temukan saat melakukan percobaan. Indikator ini rata-rata skor yang
diperoleh siswa adalah 3.1 79.68 termasuk dalam kategori tinggi juga. Selanjutnya yang terpenting adalah merencanakan percobaan, dalam
merencanakan percobaan diharapkan siswa mampu melakukannya secara mantap sesuai substansi materi bahasan. Maka dari itu sangat diperlukan
bimbingan guided dari peneliti dan juga LKS. Awalnya memang siswa dibebaskan membuat rancangan percobaan apapun yang berhubungan dengan
materi namun tetap sesuai tujuan yang tertera pada LKS. Ini bertujuan untuk mengetahui sejauh apa daya pikir siswa. Untuk selanjutnya siswa diajak
mendiskusikannya dalam kelompok besar dan saling menanggapi antar kelompok, barulah pada akhirnya peneliti meluruskan dan menyatukan semua
hasil rancangan percobaan siswa. Indikator ini rata-rata siswa memperoleh skor 2.9 73.43 . Artinya masih harus ditingkatkan lagi. Namun sudah
memenuhi kriteria ketercapaian. Aspek yang diamati selanjutnya adalah kemampuan dalam menggunakan alat dan bahan. Dalam menggunakan alat
dan bahan sangat diperlukan keterampilan, hendaknya siswa melist terlebih dahulu semua yang akan digunakan dalam praktikum secara tepat sesuai
dengan fungsinya. Sehingga alat dan bahan yang diambil adalah yang memang digunakan untuk praktikum terkait. Untuk indikator ini rata-rata skor
yang diperoleh siswa adalah 3.4 85.93 termasuk dalam kategori tinggi. Indikator-indikator tersebut dinilai dengan cara melakukan observasi selama
pembelajaran berlangsung. Pada siklus I ini pembelajaran dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan, yaitu pertemuan I dan pertemuan II. Nilai yang diperoleh
dari pertemuan I dan II kemudian dirata-rata. Dari hasil rata-rata diperoleh penggolongan siswa berdasarkan kategori Tinggi dan Sangat Tinggi. Nilai
terendah siswa adalah 75, nilai tertinggi siswa adalah 90.62 dan nilai rata- ratanya 81.63. Untuk persentase siswa yang mendapat kategori sangat rendah,
rendah dan cukup adalah 0 , artinya tidak satupun siswa yang masuk dalam
kategori tersebut. Persentase siswa yang masuk kategori tinggi dan sangat tinggi masing-masing adalah 50 . Dengan demikian 16 orang siswa dikelas
tesebut termasuk kategori tinggi dan 16 orang siswa lainnya masuk dalam kategori sangat tinggi. Hal ini bisa disebabkan setengah bagian dari jumlah
siswa di kelas ada yang belum paham mengenai konsep pembelajaran. Sehingga memicu beberapa kelompok tidak maksimal dalam proses
pembelajaran. Peneliti bersama guru kolaborator masih beranggapan kurang maksimal untuk beberapa kelompok.
Pada siklus II juga dilakukan penelitian dengan menggunakan metode praktikum berbasis guided inquiry seperti pada siklus I. Hanya saja praktikum
yang dilakukan berbeda dengan praktikum pada siklus I. Praktikum pada siklus II ini mengenai lokasi sensasi reseptor pengecap.
Peneliti bersama guru kolaborator berusaha memperbaiki hal-hal yang dirasa masih kurang dan perlu ditingkatkan disiklus II ini diantaranya dalam
persiapan materi pembelajaran, kesiapan belajar siswa, serta perombakan kelompok baru berdasarkan kemampuan siswa, hasil yang diperoleh disiklus I
serta jenis kelamin siswa. Pada siklus II indikator ketercapaian untuk aspek kemampuan
mengamati memperoleh rata-rata skor 3.5 87.5 termasuk kategori tinggi. Untuk aspek mengajukan pertanyaan memperoleh rata-rata skor 3.3 82.81
. Aspek merencanakan percobaan mengalami penurunan dibandingkan dengan siklus I yaitu sebesar 2.8 71 . Sedangkan aspek menggunakan alat
dan bahan memperoleh rata-rata skor 3.5 89 . Persentase tersebut
menyatakan penguasaan siswa untuk masing-masing aspek yang dinilai diatas. Jika dibandingkan dengan siklus I, pada siklus II ini mengalami
peningkatan aspek yang dinilai dengan cara mengobservasi siswa ini. Hanya saja ada satu aspek yaitu merencanakan percobaan yang harapan awalnya
setelah dilakukan perbaikan disiklus II akan mengalami peningkatan, malah mengalami penururan dari siklus I. Peneliti bersama guru kolaborator
menganalisis hal ini terjadi karena beberapa siswa pada awal pembelajaran kurang memperhatikan klu yang digunakan peneliti dalam membimbing
siswa merencanakan percobaan. Sehingga akhirnya siswa banyak pertanyaan dan malah membingungkan siswa sendiri. Namun diluar hal tersebut aspek
yang lainnya justru mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena siswa sudah mulai terbiasa dengan metode yang digunakan peneliti dari awal siklus
I. Ketercapaian keterampilan proses sains aspek psikomotorik siswa pada
siklus II ini sudah sangat baik dan mencapai kriteria yaitu dengan nilai rata- rata 82.81. Nilai terendah adalah 68.75, dan nilai tertingginya adalah 93.75.
Pada siklus II ini tidak ada siswa dengan kategori sangat rendah, rendah dan cukup.Sedangkan jumlah siswa dengan kategori tinggi adalah 4 orang,
kategori Sangat Tinggi 28 orang. Persentase siswa dengan kategori sangat rendah, rendah dan cukup adalah 0 . Sama dengan siklus I artinya tidak ada
siswa dengan kategori sangat rendah, rendah dan cukup. Sedangkan untuk persentase siswa dengan kategori Tinggi adalah 12.5 dan persentase siswa
dengan kategori Sangat Tinggi adalah 87.5 . Meskipun hasil yang diperoleh
beberapa kelompok pada siklus II ini ternyata tidak sesuai yang diharapkan oleh peneliti, dimana peneliti mengharapkan bisa 100 namun hasil
akhirnya tetap menunjukkan adanya peningkatan persentase. Jika dibandingkan dengan siklus I, pada siklus II ini menunjukkan peningkatan
hasil. Peningkatan keterampilan proses sains siswa ini terjadi dikarenakan peneliti melakukan perbaikan, serta acara praktikum yang baru juga menjadi
alasan siswa untuk senang dan tidak merasa bosan dalam pelaksanaan metode praktikum. Berdasarkan hasil observasi, siswa yang kurang aktif disiklus I
menunjukkan adanya perubahan menjadi sedikit lebih aktif dengan kelompok barunya. Metode ceramah saat membimbing siswa merancang percobaan
disiklus II ini lebih bervariasi sehingga siswa menjadi semangat dan muncul banyak ide. Peneliti menjadi mudah untuk mengarahkan praktikum yang
dikehendaki. Sebagian besar siswa sudah memahami materi praktikum sehingga tidak banyak kesulitan saat merancang praktikum hingga
melaksanakannya didalam laboratorium. Saat melakukan praktikum di laboratorium, peneliti mencoba memberikan arahan terlebih dahulu mengenai
kinerjanya. Baik dalam penggunaan alat dan bahan, sehingga alat dan bahan yang diambil masing-masing kelompok adalah yang akan digunakan untuk
praktikum tersebut. Perbaikan-perbaikan seperti inilah yang menyebabkan kemampuan psikomotorik siswa menjadi meningkat disiklus II. Meskipun
begitu, tetap saja ada kelompok yang dirasa sudah cukup baik namun ketika kelompoknya dirombak malah menunjukkan hasil yang kurang memuaskan.