Karakteristik Responden Petani dan Penyuling

5.2.4. Pekerjaan Petani dan Penyuling

Pekerjaan yang dilakukan oleh ke-41 responden sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani akarwangi yaitu sebesar 68,3 persen atau sebanyak 28 orang dari total responden 41 orang. Sedangkan mata pencaharian sebagai petani dan penyuling sebanyak 24,4 persen. Penyuling akarwangi yang menjadi responden sebanyak 7,3 persen. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Petani dan Penyuling Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten Garut Pekerjaan Jumlah Orang Persentase Petani Akarwangi 28 68,3 Penyuling Akarwangi 3 7,3 Petani dan Penyuling Akarwangi 10 24,4 Total 41 100

5.2.5. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani akan sangat mempengaruhi dalam pembudidayaan dan penyulingan akarwangi. Semakin lama petani memiliki pengalaman bertani, maka akan lebih mahir dalam membudidayakan akarwangi Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 41 orang responden petani dan penyuling akarwangi diperoleh kesimpulan bahwa pengalaman bertani akarwangi terbanyak berkisar antara 11 sampai 20 tahun. Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman bertani dan menyuling dapat dilihat pada Tabel 22 . Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Petani dan Penyuling Berdasarkan Pengalaman Bertani di Kabupaten Garut Pengalaman Tahun Jumlah Orang Persentase 1-10 14 34,1 11-20 19 46,3 21-30 6 14,7 31-40 2 4,9 Total 41 100

5.2.6. Luas Lahan

Berdasarkan Tabel 23, luas lahan yang digunakan oleh sebagian besar petani akarwangi atau 26 orang petani dari 38 petani responden yaitu seluas 0,1-5 Ha. Petani akarwangi sebagian besar masih berada pada skala usaha kecil yaitu sebesar 68.4 persen dari 38 responden petani akarwangi. Sedangkan 2,6 persen petani akarwangi yang luas lahan pengusahaannya mencapai 30 Ha. Tabel 23. Jumlah dan Persentase Petani Berdasarkan Luas Lahan yang Digunakan untuk Penanaman Akarwangi di Kabupaten Garut Luas Lahan Ha Jumlah Orang Persentase 0.1-5 26 68,4 5.1-10 5 13,2 10.1-20 4 10,5 20.1-30 2 5,3 30 1 2,6 Total 38 100 Berdasarkan Tabel 24, sebagian besar penyuling yaitu 38,5 persen menggunakan lahan seluas 0,051-0.,0 Ha dan 38,5 persen menggunakan lahan seluas 0,11-0.20 Ha untuk melakukan penyulingan akarwangi. Hal ini dikarenakan, sebagian besar penyuling hanya menggunakan satu buah ketel sebagai alat untuk melakukan penyulingan akarwangi. Tabel 24. Jumlah dan Persentase Penyuling Berdasarkan Luas Lahan yang Digunakan untuk Penyulingan Akarwangi di Kabupaten Garut Luas Lahan Ha Jumlah Orang Persentase 0.01-0.05 2 15,4 0.051-0.10 5 38,5 0.11-0.20 5 38,5 0.20 1 7,6 Total 13 100

5.2.7. Status Kepemilikan Lahan

Ditinjau dari status kepemilikan lahan, sebagian besar petani akarwangi memiliki lahan sendiri yang digunakan untuk menanam akarwangi yaitu sebesar 68,4 persen. Hal ini dapat ditunjukan pada Tabel 25. Sebagian besar petani akarwangi melakukan tumpangsari pada lahan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memanfaatkan lahan di sela-sela tanaman akarwangi. Tabel 25. Jumlah dan Persentase Petani Akarwangi Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Kabupaten Garut Status Kepemilikan Lahan Jumlah Orang Persentase Milik Sendiri 26 68,4 Sewa 2 5,3 Milik Sendiri dan Sewa 10 26,3 Total 38 100 Status kepemilikan lahan yang digunakan untuk melakukan penyulingan akarwangi sebagian besar milik sendiri. Hanya delapan persen yang menyewa lahan untuk melakukan penyulingan akarwangi. Hal ini menunjukkkan bahwa penyuling akarwangi di Kabupaten Garut memiliki modal yang besar untuk melakukan usaha tersebut. Hal ini dikarenakan biaya investasi penyulingan akarwangi memerlukan biaya yang besar. Hal ini dapat dilihat pada tabel 26 Tabel 26. Jumlah dan Persentase Penyuling Akarwangi Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Kabupaten Garut Status Kepemilikan Lahan Jumlah Orang Persentase Milik Sendiri 12 92 Sewa 1 8 Milik Sendiri dan Sewa Total 13 100

5.2.8. Pola Tanam Akarwangi

Jarak tanam akarwangi pada tanah subur seluas satu hektar adalah 1x 1 meter. Sedangkan pada tanah kurang subur seluas satu hektar memiliki jarak tanam 0.75 x 0.75 meter. Pada tanah yang subur, lahan digunakan untuk menanam akarwangi yang ditumpangsarikan dengan tanaman kentang, kol, caisin, kacang, tomat, dan cabe. Namun untuk tanah yang kurang subur, hanya tanaman akarwangi yang ditanam pada lahan tersebut. Pada lahan subur, satu petak lahan dapat ditanami akarwangi dan satu jenis tanaman tumpangsari. Tanaman tumpangsari yang dapat ditanam adalah tanaman yang usianya maksimal empat bulan dan ketinggian pohonnya tidak melebihi tanaman akarwangi. Pertumbuhan tanaman akarwangi pada bulan 1-4 lambat. Oleh karena itu, pada bulan ini di sela-sela tanaman akarwangi dapat ditanaman tanaman tumpangsari. Namun, pada bulan ke 5-12 pertumbuhan tanaman akarwangi sangat cepat sehingga pada bulan ini lahan tidak dapat ditumpangsarikan karena akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman akarwangi. Pada lahan yang tidak ditanami tanaman tumpangsari, tanaman akarwangi memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan tanaman akarwangi yang ditumpangsarikan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan akarwangi pada bulan 1-12 tidak terganggu. 5.3. Risiko Budidaya 5.3.1. Risiko Produksi Kegiatan budidaya akarwangi dihadapkan pada risiko baik risiko produksi maupun risiko harga output. Indikasi adanya risiko produksi dalam pembudidayaan akarwangi yaitu ditunjukkan oleh adanya variasi atau fluktuasi produksi yang diperoleh petani sampel pada setiap kondisi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Produksi dan Peluang Produksi Budidaya Akarwangi Pada Setiap Kondisi Kondisi Peluang Produksi kg Tertinggi 0,20 13.014 Normal 0,62 11.352 Terendah 0,18 8.882 Dalam melakukan pengembangan usaha akarwangi melalui kegiatan budidaya terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya risiko produksi kondisi tertinggi, normal, terendah budidaya akarwangi. Penyebab munculnya produksi pada kondisi tertinggi yaitu curah hujan rendah, tingkat kesuburan lahan tinggi, tingkat ketinggian lahan yang optimal, serta serangan hama dan penyakit yang rendah. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Curah hujan rendah Curah hujan yang rendah akan menyebabkan akarwangi yang ditanam memiliki kadar minyak yang tinggi. Hal ini mengakibatkan pada peningkatan produksi baik pada akarwangi maupun peningkatan produksi minyak akarwangi. Curah hujan rendah akan mengakibatkan akarwangi menjadi kering dan kadar air yang terkandung didalam akar menjadi sedikit. b.Tingkat kesuburan lahan tinggi Lahan yang belum digunakan untuk penanaman akarwangi akan memiliki kesuburan lahan yang tinggi. Jika lahan tersebut diolah dengan menggunakan cangkul dan membalikkan tanah yang berada di bawah maka unsur-unsur hara di dalam tanah akan semaki baik untuk penanaman akarwangi sehingga akan meningkatkan produksi akarwangi. c. Tingkat ketinggian lahan yang optimal Ketinggian lahan yang paling baik untuk menanam akarwangi yaitu pada ketinggian 600-1.500 meter di atas permukaan laut. Hal ini mengakibatkan pada peningkatan produktivitas.akarwangi yang ditanam pada ketinggian ini akan memperoleh akar yang lebat dan rindang. d. Serangan hama dan penyakit yang rendah Rendahnya hama dan penyakit yang menyerang tanaman akarwangi akan menyebabkan peningkatan produktivitas. Hal ini dikarenakan, akarwangi yang dipanen akan yang lebat dan rindang sehingga petani tidak memerlukan furadan yang berlebihan pada tanaman akarwangi. Selain itu, hal yang menjadi penyebab munculnya produksi terendah yaitu curah hujan yang tinggi, tingkat kesuburan lahan yang rendah, ketinggian lahan yang tidak optimal, serta serangan hama dan penyakit yang tinggi. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Curah hujan yang tinggi Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan akarwangi yang ditanam memiliki kadar minyak yang rendah. Hal ini mengakibatkan pada penurunan produksi baik pada akarwangi maupun penurunan produksi minyak akarwangi. Curah hujan tinggi akan mengakibatkan akarwangi menjadi basah dan kadar air yang terkandung didalam akar menjadi tinggi b Tingkat kesuburan lahan yang rendah Lahan yang sering digunakan untuk penanaman akarwangi akan memiliki kesuburan lahan yang rendah. Jika lahan tersebut diolah dengan menggunakan cangkul dan membalikkan tanah yang berada di bawah maka unsur-unsur hara di