Analisis Aspek Pasar HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 34.Perkembangan Luas Lahan Tanaman Akarwangi ha di Jawa Barat, Tahun 2002-2006 Tahun Luas Lahan Ha Persentase 2002 1253 - 2003 1917 52,9 2004 2250 17,3 2005 2035 -9,5 2006 2045 0,49 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2006 6.2.3. Harga Berdasarkan data primer yang diperoleh yang akarwangi terendah mencapai Rp. 511kg. Sedangkan harga normal akarwangi sebesar Rp.1.808kg. Harga akarwangi tertinggi mencapai Rp.2.821kg. Data harga tersebut diperoleh berdasarkan pengalaman yang diperoleh petani selama mengusahakan akarwangi. Harga minyak akarwangi terendah di Kabupaten Garut mencapai Rp.466.923kg sedangkan harga normal minyak akarwangi mencapai Rp.511.692kg. Harga tertinggi akarwangi mencapai Rp.582.000kg. Harga tersebut diperoleh berdasarkan pengalaman yang pernah dialami penyuling selama mengusahakan akarwangi.

6.2.4. Pemasaran

Akarwangi merupakan tanaman perkebunan yang membutuhkan pengolahan lanjutan. Hal ini dikarenakan, produk olahan akarwangi yang berupa minyak akarwangi dipasarkan baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, diperlukan lembaga pemasaran yang akan memasarkan akarwangi dan produk olahannya. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPEDA Kabupaten Garut dalam Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pertanian RIPP tahun 2005, lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran akarwangi antara lain: petani, pedagang pengumpul dusun, bandar, penyuling, perantara tengkulak tingkat kabupaten, dan eksportir. Saluran pemasaran akar dan minyak akar wangi di Kabupaten Garut terbagi dalam tujuh saluran Gambar 6. Saluran Pemasaran Akarwangi di Kabupaten Garut, BAPPEDA ,2005 6.2.4.1. Saluran I Saluran I memiliki rantai pemasaran yang paling panjang dibandingkan dengan rantai pemasaran yang lain. Petani menjual akarwangi ke pedagang pengumpul dusun. Hal ini dilakukan karena jumlah produksi akarwangi yang sedikit atau lahan yang tersebar dalam areal yang luas sehingga petani memerlukan jasa pengumpul tingkat dusun PPD untuk menjual produknya. Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5 Saluran 6 Saluran 7 Petani Akarwangi Pengumpul Tingkat Dusun Pengumpul Tingkat Dusun Pengumpul Tingkat Dusun Pengumpul Tingkat Dusun Eksportir Industri Penyulingan Industri Penyulingan Bandar Industri Penyulingan Industri Penyulingan Perantara Tingkat Kabupaten Eksportir Bandar Industri Penyulingan Industri Penyulingan Perantara Tingkat Kabupaten Eksportir Eksportir Eksportir Perantara Tingkat Kabupaten Eksportir Eksportir Bandar merupakan orang yang menerima akarwangi dari PPD dan melakukan penjualan langsung ke penyuling. Setelah akarwangi dijual ke penyuling, tahahp selanjutnya yaitu melakukan penyulingan yang akan menghasilkan minyak akarwangi. Minyak tersebut kemudian dijual ke tengkulak tingkat kabupaten. Di Kabupaten Garut terdapat dua orang tengkulak tingkat kabupaten dan menjualnya ke eksportir yang berada di Jakarta dan Medan.

6.2.4.2. Saluran II

Pada saluran II, petani menjual akarwangi ke PPD. Akarwangi yang berada di tangan PPD kemudian dijual kembali ke bandar. Bandar menjualnya kembali ke penyuling. Dalam hal ini, bandar menjual ke penyuling karena penyuling memberikan bantuan pinjaman kepada bandar sehingga bandar tersebut harus menjual akarwangi yang ia miliki ke penyuling. Setelah akarwangi berada di tangan penyuling, maka penyulingan dapat dilakukan. Minyak yang dihasilkan kemudian dijual ke eksportir yang berada di Jakarta dan Medan.

6.2.4.3. Saluran III

Setelah petani memanen akarwangi pada usia 12 bulan, mereka menjual akarwangi ke PPD. Pada saluran ini, PPD langsung menjual akarwangi tersebut ke penyuling tanpa melalui bandar. Hal ini dikarenakan, penyuling memberikan bantuan modal kepada PPD sehingga PPD akan menjual akarwangi ke penyuling. Setelah melakukan penyulingan, minyak akarwangi dijual ke tengkulak tingkat kabupaten. Tengkulak kabupaten akan menjualnya kembali eksportir yang ada di Jakarta dan Medan yang sebelumnya telah melakukan kesepakatan mengenai jumlah produksi dan harga minyak akarwangi.

6.2.4.4. Saluran IV

Pada saluran ini, rantai pemasaran lebih pendek dibandingkan dengan saluran III. Hal ini dikarenakan pada saluran ini setelah penyuling membeli akarwangi dari PPD dan menyulingnya, mereka tidak menjual minyak ke tengkulak tingkat kabupaten namun langsung menjualnya ke eksportir. Hal ini berakibat pada keuntungan yang diterima penyuling lebih besar bila dibandingkan dengan menjualnya ke tengkulak. Harga jual akarwangi yang diterima penyuling lebih besar dibandingkan dijual ke tengkulak. Hal ini mengakibatkan keuntungan yang diterima penyuling lebih besar bila dibandingkan dijual ke tengkulak.

6.2.4.5. Saluran V

Pada saluran V, petani menjual akarwangi langsung ke penyuling. Hal ini mengakibatkan keuntungan yang diterima petani lebih besar bila dibandingkan dijual ke PPD atau bandar. Selain itu, petani dapat memperoleh informasi langsung mengenai perkiraan harga jual minyak akarwangi tahun berikutnya dan harga jual minyak akarwangi saat itu. Jika perkiraan harga jual akarwangi tahun selanjutnya tinggi, petani akan terus membudidayakan akarwangi. Bila perkiraan harga jual akarwangi rendah pada tahun selanjutnya maka mereka cenderung untuk mengganti tanaman akarwangi dengan tanaman lainnya yang diperkirakan memiliki harga jual tinggi. Setelah akarwangi diolah dan menghasilkan minyak, maka minyak tersebut dijual ke tengkulak tingkat kabupaten dan kemudian dijual kembali ke eksportir.

6.2.4.6. Saluran VI

Pada saluran ini, petani memperoleh informasi mengenai harga minyak langsung ke penyuling yang akan menjadi keputusan bagi mereka untuk terus membudidayakan akarwangi atau beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan. Minyak yang telah disuling kemudian dijual ke eksportir di medan dan Jakarta. Dalam hal ini, penyuling memperoleh informasi langsung dari eksportir tentang harga minyak. Selain itu, petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi karena memperoleh harga jual minyak yang lebih tinggi bila dibandingkan di jual ke tengkulak tingkat kabupaten.

6.2.4.7. Saluran VII

Pada saluran ini komoditas yang dijual hanya akarwangi yang berasal dari petani. Petani langsung menjualnya ke eksportir. Hal ini biasanya dilakukan karena adanya permintaan eksportir untuk penyulingan di luar negeri. Selain itu, penjualan akarwangi ke eksportir biasanya untuk dibuat kerajinan dan hiasan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 41 responden petani dan penyuling akarwangi di Kabupaten Garut, petani menjual akarwangi langsung ke penyuling. Harga jual akarwangi lebih tinggi bila dijual ke PPD atau bandar. Setelah itu, penyuling menjual minyak akarwangi ke tengkulak tingkat kabupaten dan menjualnya ke eksportir di Jakarta dan Medan. Jadi, petani dan penyuling akarwangi di Kabupaten Garut berada pada saluran V.

6.3. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan

Kabupaten Garut merupakan daerah yang sangat potensial bagi pengembangan tanaman akarwangi. Adanya permintaan akarwangi yang terus- menerus setiap tahunnya akan menyebabkan manfaat yang dirasakan oleh pelaku budidaya dan penyulingan akarwangi serta masyarakat sekitar. Manfaat yang dirasakan adalah terserapnya jumlah tenaga kerja masyarakat sekitar. Jumlah tenaga kerja yang terserap untuk kegiatan budidaya dalam satu hektar per tahun sebanyak 332 orang. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap untuk kegiatan penyulingan sebanyak 1344 orangtahunsatu penyulingan. Hal ini dikarenakan tenaga kerja yang digunakan untuk aktivitas budidaya dan penyulingan berasal dari masyarakat sekitar. Hal ini berdampak pada meningkatnya pendapatan mereka yang sebagian besar sebagai buruh tani. Selain itu, pelaku budidaya lainnya dapat mengurangi angka pengangguran. Dengan demikian, pelaku kegiatan budidaya dan penyulingan dapat memiliki penghasilan yang dapat meningkatkan mutu hidup mereka. Analisis aspek sosial yang lain adalah kelompok tani di Kabupaten Garut sebagian besars udah tidak aktif lagi. Hal ini dikarenakan manfaat yang dirasakan petani dengan adanya kelompok tani tidak jauh berbeda ketika petani masuk dalam kelompok tani. Kelompok tani akarwangi hanya memberikan bantuan bibit dan bantuan lainnya. Padahal, bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh petani adalah bantuan modal untuk melakukan kegiatan budidaya dan penyulingan akarwangi. Melalui pengaktifan kembali kelompok tani akarwangi di Kabupaten Garut diharapkan petani dan penyuling dapat memiliki bargaining position yang tinggi sehingga terdapat iklim usaha yang saling ketergantungan. Selain itu dengan adanya kelompok tani, petani dan penyuling diharapkan memiliki kemampuan untuk menentukan harga jual akarwangi dan minyak akarwangi sehingga pendapatan yang mereka peroleh sesuai dengan upaya yang telah mereka lakukan. Selain itu, manfaat adanya kegiatan penanaman akarwangi yaitu berfungsi sebagai usaha konservasi tanah dan air. Hal ini dikarenakan kelebatan akarnya yang mencapai ± 50 cm. Maka, penanaman akarwangi di pematang sawah dapat menghindari atau mengendalikan kerusakan pematang sawah. Selain itu, akarwangi dapat ditanam di tepi jalan untuk melindungi tepi jalan agar tidak terjadi longsor dan erosi. Penanaman akarwangi pun dapat melindungi sekitar jembatan, irigasi, dan melindungi dam. Jadi, pembudidayaan dan pengolahan akarwangi memiliki pengaruh positif pada masyarakat sekitar, tidak hanya berdampak pada meningkatnya atau semakin baiknya kondisi lingkungan seperti jalan yang ada di sekitar lahan dan pabrik penyulingan. Tetapi juga memiliki peranan yang besar dalam pemerataan pembangunan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan petani, penyuling, masyarakat sekitar, dan terutama peningkatan pendapatan asli Pemerintah Daerah Kabupaten Garut. Melihat segala pengaruh positifnya, maka pembudidayaan dan penyulingan akarwangi layak untuk dilaksanakan dan juga tidak bertentangan dengan adat istiadat budaya di Kabupaten Garut.

6.4. Risiko Usaha

Produksi akarwangi pada setiap kondisi diperoleh dari data primer. Produksi tertinggi, normal, dan terendah diperoleh petani dan penyuling berdasarkan pengalaman selama kurun waktu mengusahakan akarwangi. Produksi akarwangi tertinggi dalam satu hektar mecapai 13.014 kg dan produksi minyak akarwangi tertinggi pada satu penyulingan per tahun mencapai 5.739 kg. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 35 . Tabel 35. Produksi Akarwangi Dalam 1 Ha dan Minyak Akarwangi Dalam Satu PenyulinganTahun Pada Setiap Kondisi Kondisi Produksi Akarwangi Kg Produksi Minyak Akarwangi Kg Produksi Tertinggi 13.014 5.739 Produksi Normal 11.352 4.993 Produksi Terendah 8.882 2.587 Harga akarwangi pada setiap kondisi diperoleh dari data primer. Harga tertinggi, normal, dan terendah diperoleh petani dan penyuling berdasarkan pengalaman selama kurun waktu mengusahakan akarwangi. Harga akarwangi tertinggi sebesar Rp.2.821kg dan harga minyak akarwangi tertinggi sebesar Rp.582.000Kg. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Harga Output Akarwangi dan Minyak Akarwangi Pada Setiap Kondisi Kondisi Harga Akarwangi RpKg Harga Minyak Akarwangi RpKg Harga Output Tertinggi 2.821 582.000 Harga Output Normal 1.808 511.692 Harga Output Terendah 511 466.923 6.5. Analisis Aspek Finansial Analisis kelayakan finansial pengembangan usaha akarwangi perlu dilakukan agar mengetahui seberapa layak lahan seluas 667 Ha yang belum termanfaatkan sehingga dapat memberikan pendapatan yang diharapkan petani dan penyuling. Analisis kelayakan akarwangi dikelompokkan menjadi dua yaitu