Perumusan Masalah Latar Belakang

Gambar 1. Perkembangan Harga Akarwangi di Kabupaten Garut Pada Tahun 1996-2000 Selain fluktuasi harga akarwangi, adanya fluktuasi harga minyak akarwangi tahun 1996 hingga 2000 menyebabkan adanya risiko produksi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2. Selama kurun waktu 1996 hingga 1998 terjadi peningkatan harga minyak akarwangi, namun tahun 1996 hingga tahun 1999 terdapat penurunan akarwangi. Tahun 1999 hingga tahun 2000 terdapat kenaikan harga minyak akarwangi hingga mencapai Rp.220.000kg. Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Akarwangi di Kabupaten Garut Pada Tahun 1996-2004 Y e a r H a rg a A k a rw a n g i R p k g 20 00 199 9 1998 1997 19 96 450 400 350 300 250 200 Y e a r H a rg a M in y a k A k a rw a n g i R p lt r 2 0 0 0 1 9 9 9 1 9 9 8 1 9 9 7 1 9 9 6 2 2 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 1 8 0 0 0 0 1 6 0 0 0 0 1 4 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 g g y g p Selain adanya risiko harga, terdapat risiko produksi yang menyebabkan berfluktuasinya produksi akarwangi dan minyak akarwangi. Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat risiko produksi akarwangi. Tahun 2002 hingga tahun 2004 terjadi peningkatan produksi akarwangi. Namun, tahun 2004 hingga 2005 terdapat penurunan produksi. Tahun 2005 hingga tahun 2006 terdapat peningkatan produksi meskipun peningkatannya cenderung kecil. Gambar 3. Perkembangan Produksi Akar Wangi di Jawa Barat, Tahun 2002-2006 Perkembangan harga akarwangi dan minyak akarwangi, pada dasarnya menunjukkan berfluktuasinya harga dari tahun ke tahun. Harga akarwangi tertinggi sebesar Rp.425kg dan terendah Rp. 175kg Sedangkan harga minyak akarwangi tertinggi sebesar yaitu Rp. 220.000kg dan harga minyak akarwangi terendah sebesar Rp. 105.000kg harga terendah. Data terakhir yang diperoleh dari kegiatan survei diperoleh informasi bahwa harga tertinggi pada tahun 2007 yang Year P ro d u k s i A k a rw a n g i t o n h a 2006 2005 2004 2003 2002 70 60 50 40 30 20 10 diterima oleh penyuling adalah sebesar Rp.582.000kg dan terendah Rp. 466.923kg. Kendala-kendala yang dihadapi menjadi tantangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Garut untuk berupaya mengembangkan tanaman akarwangi. Hal ini dikarenakan akarwangi menjadi salah satu komoditas unggulan tanaman perkebunan di Kabupaten Garut. Pengembangan usaha akarwangi merupakan bagian dari strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri Bappeda Kabupaten Garut,1994. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka pengembangan usaha akarwangi, yang terdiri dari kegiatan budidaya dan penyulingan di Kabupaten Garut dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang belum diusahakan seluas 667 Ha. Hal ini sesuai dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut yaitu luas areal penanaman maksimal 2.400 Ha yang baru termanfaatkan seluas 1.733 Ha. Lahan yang belum diusahakan tersebut diharapkan dapat digunakan secara optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi kelayakan pengembangan usaha yang memperhatikan aspek budidaya dan pasca panen yakni kegiatan penyulingan. Penyulingan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan usaha akarwangi. tanaman akar wangi akan diolah lebih lanjut menjadi minyak akar wangi yang dilakukan oleh beberapa petani penyuling yang memiliki modal yang relatif besar bila dibandingkan dengan petani lainnya. Perhitungan atau penilaian dilakukan agar menghindari kerugian dalam penanaman modal yang terlalu besar dan melihat sasaran dari kebijakan pemerintah dalam pengembangan usaha akar wangi. Selain itu, studi kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut diperlukan untuk meminimalkan risiko dalam pengembangan usaha. Dengan melakukan analisis kelayakan usaha maka dapat membandingkan antara tingkat keuntungan yang diperoleh pada kondisi normal dengan kondisi risiko. Dengan demikian, diharapkan hasil studi kelayakan usaha ini dapat memberikan informasi kepada investor untuk menarik minatnya menanamkan modal pada usaha akarwangi. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah usaha akarwangi di Kabupaten Garut layak diusahakan? 2. Bagaimana dampak adanya risiko volume produksi dan harga output terhadap kelayakan usaha akarwangi?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut

2. Menganalisis dampak adanya risiko volume produksi dan harga output

terhadap kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Bagi petani dan penyuling akarwangi, penelitian ini memberikan alternatif dalam meminimalkan risiko yang terjadi dalam pengembangan usaha akarwangi. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan pengembangan usaha akarwangi. 3. Bagi investormasyarakat, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam mempertimbangkan penanaman modal di usaha akarwangi. 4. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis kelayakan usaha berdasarkan konsep studi kelayakan usaha.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Akarwangi

Tanaman akarwangi Vetiveria zizanioides termasuk keluarga graminae, berumpun lebat, akar tinggal, bercabang banyak, dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua. Tanaman ini ditemukan tumbuh secara liar, setengah liar, dan sengaja ditanam di berbagai negara yang beriklim tropis dan subtropics Kanisius, 1995. Tanaman akarwangi diproses melalui penyulingan yang akan menghasilkan minyak akarwangi minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan salah satu bahan pewangi yang potensial. Biasanya dipakai secara luas untuk pembuatan parfum, bahan kosmetika, dan sebagai bahan pewangi sabun. Minyak atsiri selain berfungsi sebagai zat pengikat fiksatif, juga memberikan wangi menyenangkan, tahan lama, dan keras. Pemakaiannya harus memperhatikan dosis karena baunya yang keras. Jika dosisnya berlebihan akan memberikan kesan bau yang tidak enak. Oleh karena itu, penggunaan minyak akar wangi ini dicampur dengan nilam, minyak mawar, dan minyak “sandalwood”. Seiring dengan peningkatan kebutuhan terhadap produk-produk wewangian, maka kebutuhan terhadap minyak akarwangi pun cenderung bertambah. Penghasil utama minyak akarwangi di Indonesia adalah Kabupaten Garut. Minyak akarwangi Indonesia di luar negeri dikenal dengan nama “Java Vetiver Oil ”. Tanaman ini biasanya diusahakan di hulu Daerah Aliran Sungai DAS Cimanuk dan di lereng-lereng berbukit dan bergelombang. Akarwangi dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 300-2.000 meter di atas permukaan laut.