11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah
Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan
perdagangan berupa tarif impor maupun non tarif harus dikurangi hingga akhirnya dihapuskan. Hal yang paling diperhatikan dalam perjanjian pertanian WTO adalah
larangan pemberian subsidi bagi petani baik subsidi domestik maupun subsidi ekspor, namun di beberapa negara maju masih sarat dengan pemberian subsidi
yang mendistorsi pasar. Dengan adanya subsidi, surplus mereka dapat dijual dengan harga murah yang menyebabkan harga pasar dunia menjadi sangat rendah
Saptana dan Hadi, 2008. Indonesia saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998 kurang mampu
melaksanakan program-program pembangunan sektor pertanian yang telah disusun dalam rangka menghadapi liberalisasi produk pertanian yang telah
disepakati dalam WTO. Kondisi tersebut memaksa Indonesia untuk meliberalisasi produk pertaniannya jauh lebih cepat daripada yang seharusnya. Meskipun
komitmen tarif produk pertanian Indonesia dalam forum WTO masih cukup tinggi yaitu maksimal sebesar 40 persen untuk bawang merah konsumsi, namun selama
kurun waktu 1998-2004 Indonesia menerapkan tarif impor sebesar lima persen untuk bawang merah konsumsi Kementerian Keuangan, 2012.
Indonesia setelah tanggal 1 Januari 2005 melakukan Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk dengan menerapkan tarif yang relatif tinggi untuk beberapa
produk pertanian termasuk hortikultura yaitu sebasar 10-40 persen. Program tersebut dikenakan atas barang impor yang masuk ke Indonesia dari negara lain,
12
kecuali negara yang memiliki perjanjian khusus dengan Indonesia seperti ASEAN Free Trade Area
AFTA, ASEAN China Free Trade Area AC-FTA, dan ASEAN Korea Free Trade Area AK-FTA. Keputusan pemerintah tentang
harmonisasi tarif diterbitkan dalam Permenkeu Nomor 591PMK.0102004 tanggal 21 Desember 2004. Tarif impor yang dikenakan untuk bawang merah
konsumsi adalah sebesar 25 persen pada tahun 2005-2010. Berdasarkan Permenkeu Nomor 90PMK.0112011 tarif impor tersebut turun menjadi sebesar
20 persen mulai tahun 2011 Kementerian Keuangan, 2012. Tarif impor bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN dan
China pada tahun 2006 telah dihapuskan atau nol persen. Keputusan tersebut tertulis dalam Permenkeu Nomor 28PMK.0102005 serta Kepmenkeu Nomor
355KMK.012004 dan 356KMK.012004. Kemudian pemerintah menanggapi adanya AK-FTA dengan menerbitkan Permenkeu Nomor 236PMK.0112008
tanggal 23 Desember 2008. Peraturan tersebut mengemukakan bahwa tarif impor bawang merah dari Korea tahun 2009-2011 adalah sebesar lima persen dan akan
turun menjadi nol persen pada tahun 2012 Kementerian Keuangan, 2012.
2.2. Penelitian Terdahulu