74
masing sebesar 0.7928 dan 0.8306. Hal ini berarti dalam jangka pendek apabila luas areal panen bawang merah meningkat sebesar satu persen maka produksi
bawang merah akan meningkat sebesar 0.7928 persen, ceteris paribus. Selanjutnya, perubahan tingkat suku bunga kredit bank persero
berpengaruh negatif terhadap produksi bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 9 999.170. Berdasarkan uji statistik-t perubahan tingkat suku
bunga kredit bank persero berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen. Hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan perubahan pada tingkat suku bunga
kredit sebesar satu persen, maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 9 999.170 Ton, ceteris paribus.
Curah hujan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi bawang merah. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi budidaya bawang merah di
Indonesia saat ini semakin membaik. Produksi bawang merah yang rendah akibat gagal panen yang disebabkan oleh hama penyakit khususnya jamur karena curah
hujan yang tinggi pada siang hari, saat ini sudah dapat diantisipasi dengan menggunakan fungisida dan pestisida baik kimia maupun organik serta perawatan
teratur dari petani setelah tanaman tersebut terkena air hujan secara langsung. Selain itu, teknologi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah.
Hal ini mengindikasikan bahwa petani bawang merah di Indonesia membutuhkan waktu yang relatif lambat untuk mengadopsi perkembangan teknologi.
6.4. Penawaran Bawang Merah
Penawaran bawang merah merupakan persamaan identitas dari produksi bawang merah ditambah impor bawang merah dan dikurangi ekspor bawang
75
merah. Secara matematis persamaan identitas dari total penawaran bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:
QSBM
t
= QBM
t
+ MBM
t
- XBM
t
Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap perubahan kebijakan atau perubahan faktor lain yang mempengaruhi produksi bawang merah atau impor
bawang merah maka akan mempengaruhi total penawaran bawang merah. Selanjutnya perubahan total penawaran bawang merah akan memberikan
pengaruh kepada variabel endogen lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
6.5. Permintaan Bawang Merah
6.5.1. Permintaan Bawang Merah Rumahtangga
Berdasarkan hasil estimasi parameter pada Tabel 16, nilai koefisien determinasi terkoreksi adj R
2
dari persamaan permintaan bawang merah rumahtangga adalah sebesar 0.8400. Hal ini menunjukkan bahwa 84.00 persen
keragaman permintaan bawang merah rumahtangga dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel penjelas, sedangkan sisanya 16.00 persen dapat
dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam persamaan. Nilai prob-F yang diperoleh adalah sebesar 0.0001, yang berarti bahwa variabel penjelas
secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen dalam persamaan permintaan bawang merah rumahtangga.
76
Tabel 16. Hasil Estimasi
Parameter Permintaan
Bawang Merah
Rumahtangga
Variabel Koefisien
Pr │t│ Elastisitas
Nama Variabel SR
LR Intersep
-1 136 282.0000 0.0001 -
- Intercept PKBMR
-11.7770 0.1099 -0.1457
- Harga riil bawang merah di
tingkat konsumen
RpKg TPKBPR
-298.1050 0.3736 0.0036
- Laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat
konsumen POP
0.0075 0.0001 3.2536
- Jumlah penduduk
Indonesia Jiwa TGDPkap
283.2656 0.1881 0.0099
- Laju pertumbuhan GDP riil per kapita
R-Sq 0.8737 F value
25.9400 Adj R-Sq
0.8400 Pr F 0.0001
DW stat 2.2943
Variabel yang berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 10
persen terhadap permintaan bawang merah rumahtangga adalah jumlah penduduk Indonesia. Jumlah penduduk mempunyai dampak positif terhadap permintaan
bawang merah rumahtangga dengan koefisien dugaan sebesar 0.0075. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan jumlah penduduk sebanyak satu jiwa,
maka akan meningkatkan permintaan bawang merah rumahtangga sebesar 0.0075 Ton, ceteris paribus. Tingkat konsumsi bawang merah per kapita per tahun relatif
tetap, sehingga peningkatan permintaan bawang merah tiap tahunnya akan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Respon permintaan bawang merah
rumahtangga terhadap perubahan jumlah penduduk Indonesia bersifat elastis dalam jangka pendek yaitu dengan nilai elastisitas sebesar 3.2536. Artinya, jika
terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan bawang merah rumahtangga sebesar 3.2536 persen
pada jangka pendek, ceteris paribus.
77
Harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen sebagai komoditas komplementer bawang
merah berdampak negatif terhadap permintaan bawang merah rumahtangga, sedangkan pertumbuhan GDP riil per kapita penduduk Indonesia berdampak
positif terhadap permintaan bawang merah rumahtangga. Berdasarkan uji statistik-t ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan
bawang merah rumahtangga pada taraf α sebesar 10 persen. Hutabarat, et al.
1999 dan Tentamia 2002 dalam penelitiannya mengemukakan bahwa meskipun harga bawang merah berfluktuasi tinggi, tetapi karena konsumsinya
relatif kecil maka permintaan bawang merah tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat harga dan GDP per kapita penduduk di Indonesia.
6.5.2. Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga
Berdasarkan hasil estimasi parameter di Tabel 15 menunjukkan bahwa permintaan bawang merah non rumahtangga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan
harga riil bawang merah di tingkat konsumen, harga riil mie instan, laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen, dan GDP total
masyarakat Indonesia. Berdasarkan uji statistik-t dapat dijelaskan bahwa hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh ny
ata pada taraf α sebesar 10 persen yaitu harga riil mie instan dan GDP riil.
78
Tabel 17. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga
Variabel Koefisien
Pr │t│ Elastisitas
Nama Variabel SR
LR Intersep
-263 070.0000 0.1699
Intercept TPKBMR
-933.3900 0.1433
-0.0003 - Laju pertumbuhan harga riil
bawang merah
di tingkat
konsumen PKMIR
781.0029 0.0216
1.3049 - Harga
riil mie
instan Rpbungkus
TPKBPR -655.8640
0.3668 0.0094
- Laju pertumbuhan harga riil bawang
putih di
tingkat konsumen
GDP 8.38E-08
0.0122 0.2688
- GDP riil 000 Rp R-Sq
0.3649 F value 2.1500
Adj R-Sq 0.1956 Pr F
0.1241 DW stat
2.4255
Harga riil mie instan berpengaruh positif dan nyata terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga
pada taraf α sebesar 10 persen. Respon harga riil mie instan bersifat elastis terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga
dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 1.3049. Hal ini berarti bahwa jika harga riil mie instan naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan
permintaan bawang merah non rumahtangga sebesar 1.3049 persen dalam jangka pendek, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan konsumen non rumahtangga
merupakan produsen produk olahan berbahan baku bawang merah, sehingga peningkatan dan penurunan permintaan bawang merah sangat dipengaruhi oleh
harga jual produk olahan tersebut. Dalam penelitian ini produk olahan berbahan baku bawang merah yang digunakan adalah mie instan.
GDP riil mempengaruhi permintaan bawang merah non rumahtangga secara nyata dan positif pada taraf α sebesar 10 persen. ζilai koefisien dugaan
variabel GDP adalah sebesar 8.38E-8. Hal ini berarti bahwa terjadinya peningkatan GDP sebesar Rp 1 000 maka akan meningkatkan permintaan bawang
merah non rumahtangga sebesar 8.38E-8 Ton, ceteris paribus. GDP bersifat
79
inelastis terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.2688. Selanjutnya, laju pertumbuhan
harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan
bawang merah non rumahtangga pada taraf α sebesar 10 persen, seperti yang
terjadi pada permintaan bawang merah rumahtangga.
6.5.3. Permintaan Bawang Merah Total
Permintaan bawang merah total merupakan persamaan identitas dari permintaan bawang merah rumahtangga ditambah permintaan bawang merah non
rumahtangga. Secara matematis persamaan identitas dari total permintaan bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut:
QDBM
t
= QDRT
t
- QDNRT
t
Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap perubahan kebijakan atau perubahan faktor lain yang mempengaruhi permintaan bawang merah
rumahtangga atau permintaan bawang merah non rumahtangga maka akan mempengaruhi total permintaan bawang merah.
6.6. Impor Bawang Merah
Nilai koefisien determinasi terkoreksi adj R
2
dari persamaan impor bawang merah sebesar 0.6060. Hal ini berarti bahwa sebesar 60.60 persen
keragaman dari variabel endogen mampu diterangkan oleh variabel-variabel penjelas di dalam persamaan, sedangkan sisanya dapat diterangkan oleh faktor
lain di luar persamaan. Berdasarkan uji statistik-F diperoleh nilai prob-F sebesar 0.0020, artinya bahwa variabel penjelas secara bersama-sama mampu
menjelaskan variabel endogennya dengan baik Tabel 18.
80
Tabel 18. Hasil Estimasi Parameter Impor Bawang Merah
Variabel Koefisien
Pr │t│ Elastisitas
Nama Variabel SR
LR Intersep
8 551.8440 0.4427
Intercept PMBMR
-13.2816 0.2582
0.4044 -0.6708 Harga riil bawang merah impor
RpKg PKBMR
4.0641 0.2263
0.3533 0.5860 Harga riil bawang merah di
tingkat konsumen RpKg QBM
-0.0223 0.3776 -0.2338
-0.3879 Produksi bawang merah nasional Ton
QDRT 0.1077
0.0520 0.6221
1.0318 Permintaan bawang
merah rumahtangga Ton
LMBM 0.3971
0.0781 -
- Impor bawang merah tahun sebelumnya Ton
R-Sq 0.7097 F value
6.8500 Adj R-Sq
0.6060 Pr F 0.0020
DW stat 1.6592 DH stat
-
Harga riil bawang merah impor memiliki hubungan negatif terhadap impor bawang merah. Koefisien dugaan harga riil bawang merah impor adalah sebesar
-13.2816. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan harga riil bawang merah impor sebesar Rp 1Kg maka akan menurunkan impor bawang merah sebesar 13.2816
Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t, harga riil bawang merah impor tidak berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen atau pada selang
kepercayaan sebesar 90 persen, namun harga riil bawang merah impor akan menjadi nyata pada selang kepercayaan sebesar 74 persen.
Harga riil bawang merah di tingkat konsumen berpengaruh positif terhadap impor bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 4.0641. Hal
ini berarti jika terjadi peningkatan harga riil bawang merah di tingkat konsumen sebesar Rp 1Kg maka akan meningkatkan impor bawang merah sebesar
4.0641 Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t harga riil bawang merah impor tidak berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen atau pada selang
kepercayaan sebesar 90 persen, namun harga riil bawang merah di tingkat konsumen akan menjadi nyata pada selang kepercayaan sebesar 77 persen.
81
Produksi bawang merah berpengaruh negatif terhadap impor bawang merah ke Indonesia dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0.0223. Artinya, jika
terjadi peningkatan produksi bawang merah nasional sebesar satu Ton maka akan menurunkan impor bawang merah sebesar 0.0223 Ton, ceteris paribus.
Berdasarkan uji statistik-t produksi bawang merah tidak berpengaruh nyata terhadap impor
bawang merah pada taraf α sebesar 10 persen atau pada selang kepercayaan sebesar 90 persen, namun harga riil bawang merah di tingkat
konsumen akan menjadi nyata pada selang kepercayaan sebesar 62 persen. Berdasarkan uji statistik-t, permintaan bawang merah rumahtangga
berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen terhadap impor bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0.1077.
Respon impor bawang merah terhadap perubahan permintaan bawang merah rumahtangga bersifat inelastis
dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.6221, namun bersifat elastis dalam jangka panjang dengan nilai elastisitas sebesar 1.0318. Artinya, jika
permintaan bawang merah rumahtangga naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan impor bawang merah sebesar 1.0318 persen dalam jangka panjang,
ceteris paribus .
Variabel impor bawang merah tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap impor bawang merah. Artinya, impor bawang merah tahun sebelumnya
mempengaruhi besarnya impor bawang merah saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa impor bawang merah relatif lamban dalam merespon perubahan ekonomi
yang terjadi, karena variabel dirinya sendiri yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut.
82
6.7. Harga Riil Bawang Merah Impor