60
Penambahan lahan sulit untuk dilakukan karena intensitas tanam sudah maksimal setiap  tahunnya.  Implikasinya  produksi  hanya  mungkin  di  tingkatkan  dengan
menambah  luas  tanam  pada  musim  hujan,  sehingga  perlu  diciptakan  dan pemasyarakatan  teknologi  yang  terkait  dengan  pengembangan  bawang  merah
pada  musim  hujan.  Selain  itu,  penggunaan  pupuk  P  dan  K  dapat  di  tingkatkan dengan  memperhatikan  dosis,  waktu,  dan  cara  pemberian  yang  tepat  sehingga
dapat dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman Purmiyanti, 2002. Luas  areal  panen  bawang  merah  di  Indonesia  berkembang  dengan
kecepatan yang berfluktuasi  dari 82 147 Ha di tahun 2001 turun menjadi 79 867 Ha  pada  tahun  2002  dengan  jumlah  produksi  sebesar  766  572  Ton.  Luas  panen
tersebut  meningkat  tajam  menjadi  104  009  Ha  pada  tahun  2009  dengan  jumlah produksi  sebesar  965  164  Ton.  Walaupun  demikian  pertumbuhan  luas  panen
bawang  merah  mengalami  peningkatan  yaitu  dengan  rata-rata  pertumbuhan sebesar 3.44 persen. Sementara produktivitas lahan menunjukkan kecenderungan
menurun  dengan  nilai  rata-rata  pertumbuhan  sebesar  negatif  0.85  persen Tabel  9.  Tandipayuk  2010  mengemukakan  bahwa  perkembangan  luas  areal
panen  bawang  merah  dipengaruhi  oleh  harga  bawang  merah  domestik  tahun sebelumnya, harga pupuk tahun sebelumnya, harga cabe merah tahun sebelumnya,
trend  waktu,  dan  harga  tenaga  kerja  tahun  sebelumnya,  namun  tidak  responsif terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut.
5.2. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia
Bawang  merah  merupakan  sayuran  rempah  yang  berfungsi  sebagai bumbupenyedap  masakan.  Selain  itu,  bawang  merah  dapat  digunakan  sebagai
obat tradisional seperti untuk penurun panas, sakit perut, penurun kolesterol, dan
61
anti  radang  karena  mengandung  vitamin  dan  mineral  cukup  tinggi  Dirjen  Bina Produksi Hortikultura, 2004.
Bardasarkan  data  Kementerian  Pertanian,  permintaan  bawang  merah Indonesia diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan  jumlah
penduduk  dan  pengembangan  pengolahan  komoditas  bawang  merah,  namun besarnya pendapatan per kapita tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini sesuai
dengan  penelitian  Hutabarat,  et  al.  1999  yang  menyebutkan  bahwa  besar kecilnya tingkat konsumsi bawang merah tidak selalu dipengaruhi besar kecilnya
pendapatan  seseorang  atau  wilayah  kota  atau  desa  karena  bawang  merah termasuk kebutuhan pokok yang permintaannya relatif tetap setiap hari.
Tabel 10. Perkembangan  Permintaan  Bawang  Merah  di  Indonesia  Tahun 2001-2010
Ton
Tahun Permintaan
rumahtangga Permintaan non
rumahtangga Permintaan total
2001 422 461.6370
480 642.3630 903 104.0000
2002 444 623.5210
348 061.4791 792 685.0000
2003 454 770.4318
344 630.5683 799 401.0000
2004 453 929.7992
347 759.2008 801 689.0000
2005 495 293.6183
286 128.3817 781 422.0000
2006 441 443.6102
416 248.3898 857 692.0000
2007 644 848.8834
256 253.1166 901 102.0000
2008 593 251.6639
376 064.3362 969 316.0000
2009 551 513.8719
468 221.1281 1 019 735.0000
2010 558 417.3600
557 857.6400 1 116 275.0000
Rata-rata 506 055.4397
388 186.6603 894 242.1000
Proporsi 56.5904
43.4096
Sumber: Badan Pusat Statistik 2010
Berdasarakan  Tabel  10  dapat  dilihat  bahwa  permintaan  bawang  merah untuk  konsumsi  lebih  banyak  digunakan  oleh  rumahtangga  daripada  non
rumahtangga. Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan bawang merah sebagai konsumsi  akhir  lebih  besar  karena  bawang  merah  dapat  dikonsumsi  secara
langsung  maupun  diolah.  Permintaan  bawang  merah  konsumsi  total  dari  tahun
62
2001  sampai  dengan  tahun  2005  mengalami  penurunan  yakni  sebesar 903 104 Ton menjadi 781 422 Ton. Permintaan bawang merah mulai  meningkat
kembali pada tahun 2006 sampai dengan tahun  2010  yakni sebesar 857 692 Ton menjadi 1 116 275 Ton.
5.3. Perkembangan Impor Bawang Merah ke Indonesia