Analisis Surplus Produsen dan Konsumen

56 merah dinaikkan sesuai standar maksimum komitmen tarif impor bawang merah pada forum WTO Lampiran 3. 4. Penghapusan tarif impor bawang merah menjadi sebesar nol persen. Alternatif kebijakan ini berdasarkan tarif impor bawang merah yang berasal dari negara yang telah melakukan perjanjian FTA dengan Indonesia seperti negara-negara anggota ASEAN dan Cina Lampiran 4. 5. Penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen. Alternatif kebijakan ini dibuat untuk melihat kecenderungan perilaku faktor ekonomi di Indonesia dengan adanya kebijakan yang diterapkan baik di negara pengekspor maupun pengimpor bawang merah dunia. 6. Penerapan kebijakan penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50 persen. Alternatif kebijakan ini dibuat untuk melihat efektivitas kebijakan non tarif dalam melindungi produsen bawang merah dalam negeri. 7. Kombinasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen. Alternatif kebijakan ini dilakukan untuk melihat efektivitas kebijakan tarif dalam melindungi pasar domestik. 8. Kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen. Alternatif kebijakan ini dilakukan untuk melihat efektivitas kebijakan tarif dalam melindungi konsumen bawang merah di Indonesia.

4.8. Analisis Surplus Produsen dan Konsumen

Surplus ekonomi terdiri dari surplus produsen, surplus konsumen, dan penerimaan pemerintah dari adanya tarif impor. Analisis surplus ekonomi 57 digunakan untuk mengetahui perubahan dan distribusi tingkat kesejahteraan pelaku ekonomi komoditas bawang merah. Perubahan surplus ekonomi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut Sinaga, 1989; Hadi dan Wiryono, 2005; dan Hadi dan Nuryanti, 2005: ∆SP = PPBMR s – PPBMR b QBM b + ½ QBM s - QBM b ………….....4.19 ∆SK = PKBMR b – PKBMR s QDBM s + ½ QDBM b – QDBM s ……...4.20 ∆PP = MBM s PMBMR s TRF s – MBM b PMBMR b TRF b ..……....4.21 dimana: ∆SP = Perubahan surplus produsen ∆SK = Perubahan surplus konsumen ∆PP = Perubahan penerimaan pemerintah b = Nilai simulasi dasar s = Nilai simulasi kebijakan 58

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH

5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia. Budidaya bawang merah dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim seperti kelembaban, temperatur, cahaya, curah hujan, dan angin. Lokasi yang cocok untuk pertumbuhan bawang merah berkisar antara 0-1 100 mdpl. Bawang merah memerlukan tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, gembur, drainase baik, sirkulasi udara baik, tidak ternaungi, dan tidak tergenang air Dirjen Hotikultura, 2004. Tabel 8. Perkembangan Produksi Bawang Merah di 10 Sentra Produksi Tahun 2006-2010 Ton No Propinsi 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Pertumbuhan 1 Jawa Tengah 253 411 268 914 379 903 406 725 506 357 19.7368 2 Jawa Timur 232 953 228 083 181 517 181 490 203 739 -2.5656 3 Jawa Barat 112 964 116 142 116 929 123 587 116 396 0.8416 4 Nusa Tenggara Barat 85 682 90 180 68 748 133 945 104 324 13.5511 5 Sumatera Barat 20 037 18 170 20 737 21 985 25 058 6.2015 6 Sulawesi Selatan 12 088 10 701 10 517 13 246 23 276 22.1189 7 DI Yogyakarta 24 511 15 564 16 996 19 763 19 950 -2.5187 8 Bali 9 915 9 668 7 759 11 554 10 981 5.4287 9 Sulawesi Tengah 8 659 8 369 5 773 6 490 10 301 9.1932 10 Sumatera Utara 8 666 11 005 12 071 12 655 9 413 3.9742 Sumber: Kementerian Pertanian 2012 diolah Sentra produksi bawang merah terletak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Tenggara, dan Sumatra Utara. Rata-rata pertumbuhan produksi bawang merah di sentra-sentra produksi tersebut dari tahun 2006 sampai dengan 2010 cenderung meningkat lambat, kecuali di Propinsi Jawa Timur dan DI Yogyakarta Tabel 8. Produksi bawang merah nasional sebesar 75 persen masih berasal dari pulau Jawa.