54
2. Jika nilai elastisitas antara nol dan satu 0 E 1, maka dikatakan inelastis tidak responsif karena perubahan satu persen variabel penjelas
mengakibatkan perubahan variabel endogen kurang dari satu persen. 3. Jika nilai elastisitas sama dengan nol E = 0, maka dikatakan inelastis
sempurna. 4. Jika nilai elastisitas tak hingga E = ~, maka dikatakan elastis sempurna.
5. Jika nilai elastisitas sama dengan satu E = 1, maka dikatakan unitary elastis.
4.6. Validasi Model
Validasi model dilakukan untuk mengetahui apakah model cukup valid digunakan untuk simulasi kebijakan. Simulasi kebijakan yang digunakan dalam
penelitian ini berupa simulasi kebijakan perdagangan bawang merah ke Indonesia. Kriteria statistik yang digunakan untuk validasi estimasi model ekonometrika
adalah Root Mean Squares Percent Error RMSPE, dan Theil’s Inequality
Coefficient U Pindyck dan Rubinfeld, 1998. Kriteria-kriteria itu dapat
dirumuskan sebagai berikut: √ ∑
⁄ ………………...…………….....4.16
√ ∑ ⁄
√ ∑ ⁄
√ ∑ ⁄
…………………….…………...4.17
dimana: RMSPE = Akar tengah kuadrat persen galat
U = Koefisien pertidaksamaan Theil
= Nilai dugaan dari model = Nilai aktual
T = Jumlah periode pengamatan dalam simulasi
55
Statistik RMSPE berguna untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil pendugaan yang menyimpang dari alur nilai-nilai
aktualnya dalam ukuran relatif persen. Nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi historis maupun
peramalan. Semakin kecil nilai RMSPE dan U semakin baik pendugaan model. Nilai U berkisar antara 0 dan 1. Jika U = 0, maka pendugaan model sempurna.
4.7. Simulasi Model Kebijakan
Simulasi kebijakan historis pada periode tahun 2000-2010 dilakukan dengan tujuan melihat dan mengetahui dampak kebijakan tarif impor, kuota
impor, dan faktor eksternal harga riil bawang merah dunia terhadap penawaran, permintaan, harga, kesejahteraan produsen dan kesejahteraan konsumen bawang
merah Indonesia. Skenario simulasi kebijakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Penetapan kebijakan tarif impor bawang merah sebesar 20 persen.
Alternatif kebijakan ini berdasarkan tarif impor bawang merah ketika diterapkan Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk MFN Most Favourable
Nations tahap II mulai tahun 2011 Lampiran 1. 2.
Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah menjadi sebesar 12.5 persen. Alternatif kebijakan ini berdasarkan pada rencana penerapan tarif
impor bawang merah pada tahun 2025 dalam perjanjian AANZ-FTA ASEAN, Australia, New Zealand Free Trade Area Lampiran 2.
3. Penerapan kebijakan tarif impor bawang merah menjadi 40 persen.
Alternatif kebijakan ini sengaja dibuat untuk melihat kecenderungan perilaku variabel-variabel endogen ketika kebijakan tarif impor bawang
56
merah dinaikkan sesuai standar maksimum komitmen tarif impor bawang merah pada forum WTO Lampiran 3.
4. Penghapusan tarif impor bawang merah menjadi sebesar nol persen.
Alternatif kebijakan ini berdasarkan tarif impor bawang merah yang berasal dari negara yang telah melakukan perjanjian FTA dengan
Indonesia seperti negara-negara anggota ASEAN dan Cina Lampiran 4. 5.
Penurunan harga riil bawang merah dunia sebesar 12 persen. Alternatif kebijakan ini dibuat untuk melihat kecenderungan perilaku faktor ekonomi
di Indonesia dengan adanya kebijakan yang diterapkan baik di negara pengekspor maupun pengimpor bawang merah dunia.
6. Penerapan kebijakan penurunan kuota impor bawang merah sebesar 50
persen. Alternatif kebijakan ini dibuat untuk melihat efektivitas kebijakan non tarif dalam melindungi produsen bawang merah dalam negeri.
7. Kombinasi penerapan tarif impor bawang merah sebesar sembilan persen
dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen. Alternatif kebijakan ini dilakukan untuk melihat efektivitas kebijakan tarif dalam melindungi pasar
domestik. 8.
Kombinasi penghapusan tarif impor bawang merah dan penurunan harga dunia sebesar 12 persen. Alternatif kebijakan ini dilakukan untuk melihat
efektivitas kebijakan tarif dalam melindungi konsumen bawang merah di Indonesia.
4.8. Analisis Surplus Produsen dan Konsumen