Kerangka Pemikiran Operasional Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani baby buncis (Phaseolus vulgaris L) pada petani mitra International Cooperation and Development Fund ( ICDF) Bogor

34 dilaksanakan terdiri dari lima pola. Pola-pola tersebut adalah pola inti plasma, sub kontrak, dagang umum, keagenan, dan waralaba. Pola inti plasma merupakan pola yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk bermitra dengan petani. Pola ini mengatur dimana perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi. Namun perusahaan inti tetap memproduksi kebutuhan perusahaan. Sedangkan kelompok mitra usaha memiliki tugas memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang disepakati. Salah satu perusahaan yang menggunakan pola ini adalah pola Perusahaan Inti Rakyat PIR dimana kemitraan ini bergerak dalam bidang perkebunan. Kemitraan inti plasma tidak lepas dari adanya kekurangan. Kekurangan dari pola ini adalah para petani umumnya belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik. Kemudian perusahaan sebagai inti belum sepenuhnya memberikan perhatian dalam memenuhi fungsi dan kewajiban seperti apa yang diharapkan. Selain itu, belum adanya kontrak kemitraan yang benar-benar menjamin hak dan kewajiban dari komoditi yang dimitrakan juga menjadi kendala Hafsah 2000.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Konsumsi masyarakat Indonesia akan sayuran meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari persentase pengeluaran per kapita per bulannya akan sayurang yang menigkat setiap tahunnya dengan persentase rata-rata pengeluaran untuk sayuran adalah 12,51 persen BPS 2011b. Peningkatan pengeluaran per kapita tersebut menunjukkan potensi permintaan sayuran yang meningkat. Baby buncis yang merupakan salah satu jenis sayuran secara tidak langsung akan merasakan manfaat akan hal ini. Baby buncis merupakan sayuran buncis yang waktu pemanenannya lebih awal dibandingkan buncis yang ada dipasaran biasanya. Baby buncis dipasarkan di pasar modern, seperti mall dan hypermart. Karena dipasarkan di pasar modern tentunya sayuran ini dituntut untuk memiliki kulitas yang baik, kuantitas yang mencukupi, kontinuitas yang terjaga, dan memiliki harga yang kompetitif. 35 Salah satu produsen baby buncis adalah ICDF Bogor. ICDF yang merupakan suatu lembaga yang bermitra dengan petani dalam memenuhi produksi berbagai produk sayuran dan buah yang dihasilkan, salah satunya baby buncis. Baby Buncis merupakan komoditas dengan permintaan tertinggi pada kelompok sayuran non organik. Total permintaan baby buncis pada periode Oktober 2011 – September 2012 adalah 32.997,6 Kg atau setara dengan 32 ton dengan permintaan rata-rata per bulannya adalah 2.749,8 Kg atau setara dengan 2,7 ton. Hal ini menunjukkan bahwa baby buncis memiliki potensi permintaan yang cukup besar. Akan tetapi, permintaan yang cukup besar tersebut belum mampu terpenuhi seluruhnya oleh pihak ICDF. Setiap bulannya ICDF baru mampu memenuhi 1.339,6 Kg dari total permintaan yang mencapai 2.748,9 Kg, yang berarti ICDF baru mampu memenuhi 48,71 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masih terdapat peluang untuk memenuhi permintaan yang tidak dapat dipasok oleh ICDF sebesar 51,29 persen. Seluruh produk Baby buncis yang dipasok oleh ICDF dihasilkan dari petani mitra sehingga ICDF sangat bergantung pada produksi petani mitra. Ketidakmampuan ICDF dalam memenuhi permintaan ini mengindikasikan ketidakmampuan petani mitra-binaan dalam meproduksi baby buncis sesuai hasil yang ditargetkan. Meskipun, pihak ICDF telah membuat sistem kuota tanam dan waktu tanam bagi para petani mitranya agar dapat memenuhi permintaan pasar yang ada setiap harinya. Ketidakmampuan petani mitra ICDF dalam memenuhi permintaan tersebut dikarenakan masih rendahnya produktivitas rata-rata petani mitra, yaitu hanya baru mencapai 3,7 tonha. Produktivitas ini lebih rendah dari produktivitas baby buncis yang diharapakan oleh ICDF yaitu 4 sampai 5 tonha. Hal ini diduga karena proses budidaya yang dilakukan oleh petani mitra ICDF masih belum efisien secara teknis. Proses budidaya yang belum efisien menyebabkan hasil panen yang didapatkan kurang optimal. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada pendapatan usahatani para petani mitra, sehingga diperlukan suatu penelitian mengenai pendapatan usahatani dan tingkat efisiensi teknis budidaya baby buncis serta melihat bentuk kemitraan antara ICDF dan petani mitranya. Pertama dilihat kergaan usahatani para petani mitra. Kemudian dilakukan analisis efisiensi teknis dimana efisiensi ini menggambarkan sebarapa efisien 36 petani dalam menggunakan input yang ada untuk menghasilkan produksi yang optimal. Penghitungan efesiensi teknis akan menggunakan analisis fungsi produksi stochastic frontier dengan menggunakan faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi produksi baby buncis adalah luas lahan, jumlah benih yang digunakan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk kimia, jumlah pupuk kandang, dan jumlah pestisida yang digunakan. Penentuan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi baby buncis berdasarkan penelitian terdahulu dan juga memahami cara budidaya baby buncis oleh petani mitra ICDF. Selanjutnya akan dilakukan perhitungan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi efesiensi adalah pengalaman bertani baby buncis, pendidikan formal, umur, lama bermitra dengan ICDF, dan dummy bertani sebagai pekerjaan utama atau tidak. Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan cara menghitung berapa penerimaan, biaya, dan pendapatan yang diperoleh selama satu musim tanam. Setelah itu dilakukan penghitungan rasio penerimaan atas biaya untuk melihat apakah usahatani yang dijalankan layak atau tidak. Setelah melakukan perhitungan terhadap rasio pendapatan atas biaya. Hasil perhitungan pendapatan usahatani, efisiensi, dan inefisiensi teknis petani mitra nantinya akan menjadi saran dan rekomendasi bagi petani dan ICDF agar produksi baby buncis dapat meningkat. Adapun bagan kerangkan pemikiran operasional tersaji pada Gambar 4. 37 Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Kerjasama kemitraan baby buncis antara ICDF dan petani Permintaan baby buncis tertinggi dan belum dapat terpenuhi Produksi dan produktivitas masih rendah karena pengalokasian input-input yang belum efisien Analisis pendapatan usahatani Penerimaan Biaya 1. Pendapatan bersih usahatani 2. RC rasio atas biaya tunai dan RC rasio atas biaya total Analisis efisiensi teknis dengan pendekatan fungsi produksi stochastic frontier 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi: Luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk kimia, jumlah pupuk kandang, jumlah pestisida, dan tenaga kerja 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi: Pengalaman bertani baby buncis, pendidikan formal, umur, Lama bermitra dengan ICDF, dan dummy bertani sebagai pekerjaan utama atau tidak Efisiensi teknis dan pendapatan usahatani petani mitra ICDF Hasil dan rekomendasi kepada petani dan ICDF Baby buncis dipasarkan di pasar modern maka harus memiliki kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan harga yang kompetitif 38 IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian