13 mendapatkan sumbangan biaya tenaga kerja mencapai 58,28 persen. Dari ketiga
penelitian yang berbeda komoditas, tempat, dan peneliti ini menunjukkan bahwa umumnya sumber terbesar dalam biaya usahatani berasal dari tenaga kerja.
Karena umumnya petani Indonesia belum menggunakan tenaga mesin sebagai pengganti tenaga manusia dalam melakukan tahapan budidaya tanaman.
Dilihat dari sisi pendapatan maupun RC rasio dari penelitian ketiga peneliti ini menunjukkan hasil akhir yang tidak jauh berbeda yaitu ketiga
usahatani ini menguntungkan untuk dijalankan. Penelitian Siregar 2012, Irsyadi 2011, dan Sujana 2011 mendapatkan hasil pendapatan atas biaya total per
musim tanam untuk satu hektar lahan masing-masing secara berurutan sebesar Rp 86.863.853,00, Rp 9.619.652,43, dan Rp20.765.060,00. Dari pendapatan atas
biaya total ditunjukkan bahwa petani mendapatkan pemasukkan nyata dari sekali musim tanam untuk satu hektar luas lahan masing-masing komoditi tersebut
cukup besar. Selanjutnya, dilihat dari RC rasio atas biaya total yang dihasilkan dari penelitian Siregar 2012, Irsyadi 2011, dan Sujana 2011 dengan nilai
masing-masing secara berurutan sebesar 2,46, 1,59, dan 1,30 menunjukkan bahwa usahatani ini masih cukup menguntungkan karena setiap satu rupiah biaya yang
dikeluarkan akan memberikan imbalan sebesar angka rasio tersebut dalam rupiah.
Ketiga penelitian di atas merupakan penelitian tentang usahatani komoditas sayuran. Ketiga penelitian tersebut menghasilkan Rc rasio atas biaya
total yang bervariasi. Perbedaan RC rasio ini dapat berbeda-beda karena perbedaan komoditi, perbedaan input yang digunakan, maupun harga dari masing-
masing komoditi tersebut. Hal ini dapat memberikan gambaran pada penelitian ini bahwa hasil yang didapatkan kemungkinan dapat sama dengan penelitian
sebelumnya atau bahkan berbeda sama sekali. Karena yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah komoditi, tempat, dan pelaku
usahataninya petani.
2.3. Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Output suatu usahatani berupa produk-produk pertanian, tergantung pada jumlah, jenis, dan bagaimana input tersebut digunakan dalam proses produksi.
14 Hubungan antara input dan output digambarkan dalam suatu fungsi produksi.
Fungsi produksi stochastic frontier merupakan salah satu bentuk fungsi produksi yang menggambarkan hubungan antara input yang tersedia dan output maksimum
yang dapat dicapai dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam usahatani.
Pendekatan Stochastic Producton Frontier ini telah digunakan oleh Saptana et al. 2010 untuk mengkaji usatani cabai merah di Jawa Tengah;
Sukiyono 2005 pada usahatani cabai merah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong; Maryono 2008 pada usahatani padi program benih
bersertifikat di Karawang; Astuti 2003 pada usahatani buncis perancis di Desa Sutopati, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Pendekatan ini dipilih karena sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk linier Maryono 2008; Saptana et al. 2010. Fungsi produksi stochastic frontier
dapat digunakan untuk mengidentifikasi efisiensi faktor produksi yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani dari sisi input dan efek inefesiensi yang
berkaitan Maryono 2008; Astuti 2003; Sukiyono 2005. Selain itu fungsi ini dapat menjadi alat perkiraan yang baik untuk proses produksi yang faktor-faktor
produksinya tidak bersubstitusi secara sempurna Saptana et al. 2010. Pendugaan ouput produksi suatu usahatani diperlukan variabel-variabel
faktor produksi tertentu. Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian terdahulu diantaranya jumlah benih, tenaga kerja dalam keluarga dan luar
keluarga, dan urea Sukiyono 2005; Maryono 2008; Astuti 2003. Sukiyono 2005 juga menambahkan pupuk kandang, KCL, TSP, dan pestisida dalam
variabelnnya. Maryono 2008 juga menambahkan pestisida serta luas lahan sebagai variabel faktor produksi. Astuti 2003 memasukkan insektisida,
fungisida, TSP, Za, Kcl, NPK, dan luas lahan ke dalam variabel faktor produksi. Maryono 2008 dan Astuti 2003 menggunakan variabel dependen awalnya
adalah produksi namun karena tidak memenuhi kriteria OLS Ordinary Least Square maka dilakukan modifikasi pada model yaitu merubah variabel
dependennya menjadi produktivitas. Sehingga semua variabel independennya menjadi persatuan lahan. Sementara Sukiyono 2005 tetap menggunakan
produksi sebagai variabel dependennya karena model yang dibuat memenuhi
15 kriteria OLS. Tidak jauh berbeda dengan peneliti sebelumnya Saptana et al.
2010 memasukkan variabel dependennya adalah produksi kemudian variabel faktor produksi independen yang lebih banyak, yaitu: luas garapan, jumlah
benih, jumlah pupuk nitrogen, jumlah pupuk P
2
O
5
, jumlah pupuk K
2
O, jumlah PPC Pupuk Pelengkap Cair, jumlah ZPT Zat Pengatur Tumbuh, pupuk
kandangorganik, pupuk kapur, pestisida, fungisida, tenaga kerja dalam kelurga dan luar keluarga, dummy musim, dummy irigasi, dummy benih, dummy
penggunaan mulsa, dan dummy agroekosistem. Pada usahatani cabai merah oleh Sukiyono 2005, menunjukkan hasil
hampir semua peubah faktor produksi tersebut mempunyai tanda sesuai harapan positif kecuali variabel tenaga kerja yang mempunyai tanda negatif. Sebagian
besar variabel nyata secara statistik pada tingkat kepercayaan 99 persen, kecuali untuk variabel pupuk urea, KCL, dan pestisida yang digunakan, meskipun mereka
memiliki tanda positif. Dari beberapa penelitian terdahulu yang diuraikan di atas para peneliti
menggunakan jumlah variabel yang bervariasi antar enam sampai tujuh belas variabel. Jumlah variabel ini tergantung pada jenis komoditas maupun jenis faktor
produksi dan teknik budidaya yang digunakan. Namun ada beberapa variabel yang dipakai oleh hampir semua peneliti, yaitu: luas lahan, benih, tenaga kerja,
pestisida, dan pupuk urea. Kemudian beberapa variabel yang signifikan pada semua penelitian tersebut adalah benih.
2.4. Tinjauan Empiris Efisiensi dan Inefisiensi Teknis