51 Taiwan membina tiga bagian kelompok petani, yaitu Kelompok Buah, Kelompok
Sayuran Organik, dan Kelompok Sayuran Non-Organik. Kelompok buah hanya terdiri dari satu jenis saja yakni jambu kristal.
Kelompok sayuran organik terdiri dari tujuh jenis yakni, bayam hijau, bayam merah, kangkung, selada, caisim, pakcoy, dan kalian. Sedangkan kelompok
sayuran non organik terdiri dari tiga belas jenis yakni, tomat cherry, kucai, pare putih, labu air, oyong Taiwan, asparagus, kancang panjang merah, papaya, lobak
merah, terong bulat, terong panjang, dan baby buncis.
5.3. Gambaran Kemitraan Petani Baby Buncis dengan ICDF Bogor
ICDF bukanlah murni sebuah perusahaan yang berorientasi mencari keuntungan karena posisi yang seperti ini maka kegiatan kemitraan yang
dijalankan oleh pihak ICDF lebih mengutamakan bagaimana untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sehingga dalam kemitraan yang dijalankan tidak terdapat
kontrak tertulis ataupun aturan tertulis antara pihak ICDF dan petani mitra. Kemitraan yang dijalankan lebih berlandaskan pada kepercayaan kedua belah
pihak. Namun jika dilihat secara menyeluruh praktik kemitraan yang dijalankan oleh ICDF dengan petani mitranya mendekati pola inti plasma. ICDF menjadi
perusahaan inti dan petani mitranya merupakan plasma. Persyaratan untuk menjadi petani mitra ICDF khususnya sayuran non
organik−termasuk di dalamnya baby buncis−melalui beberapa tahapan. Pertama petani mendatangi ICDF dan menyampaikan keinginan menjadi mitra ICDF. Pada
ummnya calon anggota baru ini mendapatkan informasi dari temannya tentang adanya ICDF dan manfaat yang mereka dapatkan. Kemudian pihak ICDF mencari
informasi tentang petani dan lahan yang mereka miliki. Pihak ICDF melakukan wawancara ke petani untuk mendapatkan informasi ini. Kemudian pihak ICDF
akan menjelaskan tentang sistem kerjasama yang akan dijalankan. Apabila petani tersebut menyepakati sistem kerjasama tersebut maka pihak ICDF akan
melanjutkan ketap berikutnya yaitu survei ke lokasi. Pihak ICDF melakukan pengecekan terhadap kondisi lahan yang akan ditanami oleh petani. Apabila lahan
yang dimiliki petani sesuai dengan kriteria lahan maka petani akan diberikan benih untuk uji coba. Apabila uji coba ini berhasil maka petani dapat
52 mendapatkan tambahan kuota tanam untuk berikutnya dan petani telah menjadi
mitra ICDF. Kemitraan yang dijalankan seharusnya mempunyai suatu ikatan yang kuat
salah satunya dengan adanya kontrak. Akan tetapi kondisi yang terjadi antara pihak ICDF dan petani tidak memiliki suatu kontrak yang tertulis. Mereka hanya
menyepakati kerjasama secara lisan dan berlandaskan rasa kepercayaan saja. Kondisi ini akan dapat merugikan kedua belah pihak baik petani maupun ICDF.
Kedua belah pihak ini hanya melandasi hubungan kerjasama atas dasar kepercayaan. Bagi pihak ICDF tidak adanya kontrak ini akan membuat mereka
akan bermasalah dengan faktor produksi. Dari sisi petani ini akan merugikan mereka tentang bagaimana standar produk karena tidak tertulis dan juga produksi
yang dimiliki juga tidak seluruhnya terserap. Setelah petani menjadi mitra maka petani akan mendapatkan benih secara gratis dari pihak ICDF dan petani wajib
menjual hasil panen mereka ke ICDF. Produk yang dibeli oleh ICDF adalah baby buncis yang bentuknya lurus, belum ada tonjolan biji pada polongnya, panjang
polong antara 13-15 cm, dan berat satu polongnya rata-rata 3-4 gram. Sementara polong baby buncis yang cacat akan dikembalikan ke petani dan petani akan
menjualnya ke pasar tradisional. Hasil produksi baby bunics dari petani yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan akan dibeli oleh ICDF dengan harga Rp 9.000,00 per kilogram. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan harga di pasar tradisional yang berkisar antara
Rp 2.000,00 sampai dengan Rp 7.000,00. Tetapi harga pasaran yang banyak diterima petani adalah Rp 2.500,00. Terhitung mulai November 2012 harga baby
buncis yang dibeli dari petani akan naik menjadi Rp 11.000,00. Sebagian besar baby buncis yang tidak sesuai standar sebagian besaradalah karena ukurannya
sudah besar dibandingkan yang seharusnya dan bentuknya tidak lurus. Hal ini terjadi karena petani terlambat dalam pemanenan. Pembayaran hasil panen dapat
diambil pada saat produk diserahkan dan ditimbang di packing house. Namun sebagian besar petani lebih memilih untuk menunda pengambilan pembayaran
yang biasanya dikumpulkan selama seminggu atau bahkan satu bulan. Para petani berpendapat bahwa kalau dikumpulkan maka uangnya akan lebih banyak dan
lebih terasa manfaatnya jika dibandingkan diambil langsung pada saat penyerahan
53 pemanenan. Tidak ada satu pun petani mitra yang mengeluhkan masalah
pembayaran. Karena semua pembayaran tepat waktu kecuali pengambilan dilakukan pada saat tutup buku per bulannya maka akan dilakukan penundaan
pembayaran. Tetapi petani telah mengetahui kondisi ini sehingga tidak terjadi masalah.
ICDF menjalin kemitraan dengan petani juga mengatur waktu tanam dan kuota penanaman. Asisten ahli non organik bertugas untuk mengatur waktu tanam
dan seberapa besar kuota tanam. Waktu penanaman dan kuota tanam ini disesuaikan dengan jumlah permintaan dari toko-toko ke ICDF. Benih yang
diberikan oleh ICDF kepada petani merupakan benih yang dibeli dari rekanan ICDF di Bali dengan jenis french bean buncis peraancis dan benih ini diberikan
kepada petani secara gratis karena disubsidi dari dana TTM. Akan tetapi semenjak bulan November 2012 benih baby buncis dihargai Rp 30.000,00 per kilogramnya.
Jika dibandingkan dengan harga benih buncis di pasaran yaitu Rp 100.000,00 per kilogramnya harga ini termasuk murah karena ICDF masih mensubsidi dengan
dana dari TTM. Hal ini dimaksudkan agar petani tidak dimanjakan dengan benih yang gratis karena nanti pada akhirnya petani yang akan mengelola ADC dan
menjadi petani yang mandiri. Meskipun ICDF telah melakukan pengaturan waktu tanam dan kuota
tanam namun produksi petani masih tidak sesuai jadwal yang seharusnya. Hal ini karena adanya petani yang telah diberikan kuota tanam dan jadwal untuk
menanam namun mereka tidak menanam sesuai jadwal. Penanaman yang dilakukan petani terlambat satu minggu bahkan ada yang dua minggu. Akibatnya
pasokan yang seharusnya sesuai jadwal menjadi tidak sesuai. Masalah kuota tanam ini juga dikeluhkan petani. Petani meras belum puas dengan kuota tanam
yang sekarang karena mereka mendapatkan sedikit kuota tanam. Kemudian juga ada petani yang berpendapat bahwa kuota tanam harus lebih banyak bagi petani
yang lokasinya jauh dari ICDF karena nanti pada saat panen apabila kuotanya sedikit hasilnya akan sedikit dan tidak seimbang dengan biaya pengiriman yang
mereka keluarkan. Selain memberikan bantuan benih pihak ICDF tidak melepas begitu saja.
ICDF tetap melakukan pengontrolan. Pengontrolan ini dilakukan oleh para asisten
54 ahli non organik. Pengontrolan ke lahan petani dilakukan dua kali seminggu dan
bergilir kepada semua petani mitra non organik. Kegiatan pengontrolan biasanya sambil melakukan diskusi di lahan tentang permasalahan apa yang dihadapi
petani. Kemudian para asisten non organik akan memberikan saran kepada petani tentang permasalahannya. Walaupun pihak asisten telah memberikan saran terkait
permasalahan petani yang biasanya tentang hama penyakit, ada tiga orang petani dari lima belas orang yang belum merasa puas dengan kinerja asisten ahli non
organik. Karena menurut mereka solusi yang diberikan para asisten ahli organik ini masih terlalu umum sehingga tidak dapat mengatasi masalah mereka secara
khusus. Selain pengontrolan ke lapang pihak ICDF juga melakukan pelatihan
tentang budidaya. Pelatihan ini tidak memiliki jadwal pasti akan tetapi ditargetkan empat kali dal setahun dan ini telah terlaksana. Pelatihan ini merupakan pelatihan
tentang bagaimana teknik budidaya yang baik dan benar sesuai dengan standar. Pelatihan ini dimaksudkan agar petani dapat mendapatkan hasil yang maksimal.
Akan tetapi setiap pelatihan diadakan tidak semua petani yang hadir. Selain itu walaupun telah dilaksanakan pelatihan seperti ini terkadang tidak semua hal yang
disampaikan oleh petani diterapkan di lapang. Hal ini juga menjadi kendala produksi. Pelatihan yang diadakan bergilir untuk semua komoditi non organik
yang dipilih oleh asisten ahli non organik. Pelatihan diadakan di ICDF ataupun juga di tempat salah satu petani yang memadai dan dipilih oleh ICDF. Para petani
mitra berharap agar pelatihan ini lebih sering karena empat kali dalam setahun dirasa masih kurang oleh petani. Pelatihan untuk baby buncis sendiri pada tahun
2012 dilakukan sebanyak satu kali yaitu pada bulan Juni 2012 Setiap bulannya ICDF mengadakan rapat bulanan dengan seluruh petani
mitra baik sayuran organik, non organik, maupun jambu kristal. Pertemuan ini dimaksudkan untuk memberikan laporan tentang kondisi penjualan, hasil panen,
masalah-masalah produk, dan keuangan kepada petani. Pada saat rapat bulanan ini juga dilakukan diskusi tentang berbagai hal. Salah satunya adalah penentuan
kenaikan harga pembelian seperti untuk baby buncis dan juga memberikan harga untuk benihnya. Selain bentuk komunikasi formal bulanan ini, pihak ICDF dan
petani juga biasanya melakukan koordinasi secara langsung bertemu ketika petani
55 mengantarkan hasil panen maupun mengambil pembayaran. Komunikasi yang
dijalankan petani dan pihak ICDF juga dapat dalam bentuk komunikasi tidak langsung seperti menggunakan telepon genggam melalui sms short message
service ataupun ditelepon langsung. Komunikasi seperti ini biasanya untuk menanyakan jadawal panen, kesiapan petani untuk menambah kuota, dan lain
sebagainya yang dirasa perlu oleh kedua belah pihak.
5.4. Karakteristik Petani Baby Buncis