Analisis Faktor faktor yang Berpengaruh

73 VII ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKSI USAHATANI BABY BUNCIS

7.1. Analisis Faktor faktor yang Berpengaruh

terhadap Usahatani Baby Buncis Analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi fator-faktor yang berpengaruh terhadap usahatani buncis baby adalah analisis fungsi produksi Cobb-douglas Stochastic Frontier. Analisis ini digunakan untuk menduga faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani baby buncis pada petani mitra ICDF. Variabel bebas yang diduga mempengaruhi produksi baby buncis adalah luas lahan X 1 , jumlah benih X 2 , jumlah pupuk kimia X 3 , jumlah pupuk kandang X 4 , jumlah pestisida X 5 , dan jumlah tenaga kerja X 6 . Pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-douglas Stochastic Frontier dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah menggunakan metode Ordinary Least Square OLS. Pendugaan fungsi Cobb-douglas dengan metode OLS adalah untuk menggambarkan kinerja rata-rata best-fit dari proses produksi petani pada tingkat teknologi yang ada. Kemudian digunakan metode Maximum Likelihood Estimated MLE untuk menggambarkan kinerja terbaik best practice dari petani dalam melakukan proses produksi baby buncis. Dari hasil perhitungan yang didapatkan bahwa model yang dibentuk telah fit dan tidak menyalahi aturan OLS. Jadi pada model tersebut tidak terdapat autokorelasi karena nilai Durbin watson-nya bernilai 1,895, yang mana nilai ini berada diantara nilai 4-du dan du yaitu berada diantara 1,67 dan 2,33. Kemudian model tersebut juga tidak mengandung multolinearitas karena nilai Variance Inflation Factor VIF dari masing-masing variabel tersebut bernilai kurang dari sepuluh. Kemudian juga diperkuat dengan nilai R-square dari model tersebut yang bernilai 0,935 yang artinya sebesar 93,5 persen keragaman produksi baby buncis pada petani mitra ICDF dapat dijelaskan oleh input-input produksi yang digunakan di dalam model sedangkan sisanya sebesar 6,5 persen dijelaskan oleh komponen error yang tidak dimasukkan ke dalam model. Selain itu, secara keselurah model tersebut telah signifikan pada taraf nyata 1 persen karena F- 74 hitung yang didapat adalah 19,333 dan ini lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 1 persen yaitu 6,37. Setelah dilakukan pengujian dengan metode OLS maka dilakukan perhitungan dengan metode MLE untuk mendapatkan hasil untuk pendugaan model fungsi produksi Cobb-douglas Stochastic Frontier. Dari hasil perhitungan model fungsi produksi dengan menggunakan alat bantu software Frontier 41 didapatkan hasil sebagaimana pada Tabel 15 berikut. Tabel 15. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-douglas Stochastic Frontier dengan Menggunakan Metode MLE Variabel Koefisien t-hitung Intersep -1,348 -2,997 LnX 1 Luas Lahan 0,054 0,233 LnX 2 Jumlah Benih 0,099 -1,484 LnX 3 Pupuk Kimia 0,404 9,220 LnX 4 Pupuk Kandang 0,087 0,792 LnX 5 Pestisida 0,014 1,236 LnX 6 Tenaga Kerja 1,221 6,878 Sigma-squared 2 0,027 Gamma γ 0,999 LR test of the one-sided error 22,17 Keterangan: nyata pada taraf α = 1 nyata pada taraf α = 5 nyata pada taraf α = 10 Dari hasil pendugaan model Tabel 21 dapat dilihat bahwa nilai γ sebesar 0,9999 yang nyata pada taraf kepercayaan 99 persen, dimana γ merupakan rasio antara deviase inefisiensi teknis U i terhadap deviasi yang mungkin disebabkan faktor acak V i . Secara statistik, 0,9999 mendekati 1 yang menunjukkan bahwa sebesar 99,99 persen dari error yang ada dalam fungsi produksi disebabkan oleh adanya inefisiensi teknis, sedangkan sisanya 0,01 persen oleh variabel kesalahan acak risiko. Kemudian juga model ini memiliki LR galat satu sisi sebesar 22,17 yang lebih besar dari pada Tabel Kodde dan Palm 1985 pada α = 5 yaitu 17,791. Ini berarti model fungsi produksi stochastic frontier yang 75 diperoleh dapat menunjukkan adanya keberadaan inefisiensi teknis pada model. Adapun model yang diperoleh tersebut ditunjukkan pada persamaan berikut. Ln Y = -1,328 + 0,054 LnX 1 + 0,099 LnX 2 + 0,404 LnX 3 + 0,087 LnX 4 + 0,014 LnX 5 + 1,221 LnX 6 + V i - U i Berdasarkan model fungsi produksi di atas, terlihat bahwa semua variabel input memberikan pengaruh yang positif atau elastisitas masing masing variabel lebih dari nol. Ini sesuai dengan yang diharapakan yaitu penambahan input akan membuat tambahan produksi. Dilihat dari pendugaan model tersebut variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata bertingkat 1, 5, dan 10 adalah jumlah benih, pupuk kimia, pestisida, dan tenaga kerja. Nilai elastisitas jumlah benih adalah 0,099 artinya bahwa penambahan jumlah benih sebesar sepuluh persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,99 persen, cateris paribus. Berdasarkan data lapang pengunaan benih petani mitra juga masih kecil yaitu antara 250 gram dan tertinggi 3.000 gram dengan rata-rata 1,3 kilogram. Rata-rata penggunaan benih per hektarnya adalah 15,74 kilogram. Ini karena umumnya jarak tanam yang dibuat oleh petani lebih luas dari anjuran yang seharusnya dari pihk ICDF. Seharusnya dalam satu hektar lahan dibutuhkan 20 kg benih dengan jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm. Namun ada petani yang menggunakan jarak tanam sampai 80 cm x 80 cm. Sehingga sebenarnya petani masih dapat meningkatkan penggunaan benihnya untuk meningkatkan produksi. Peningkatan jumlah benih ini juga sangat berhubungan dengan pihak ICDF karena ICDF membuat sistem kuota penanaman jumlah benih. Jadi sebaiknya pemberian benih yang diberikan ke petani ditingkatkan agar dapat meningkatkan produksi baby buncis. Selain itu, ICDF juga harus memperhatikan kualitas benih yang akan digunakan. Karena benih yang digunakan saat ini bukanlah benih yang bersertifikat. Para petani mitra pun banyak yang menyatakan bahwa terkadang ada sekitar 50 persen benih yang ditanam tidak tumbuh. Variabel pupuk kimia berpengaruh nyata dan memiliki elastisitas 0,404. Nilai elastisitas ini berarti setiap penambahan sepuluh persen pupuk kimia dapat 76 meningkatkan produksi sebesar 4,04 persen, cateris paribus. Pupuk kimia yang digunakan petani cukup beragam jenisnya. Petani dapat meningkatkan jumlah pupuk kimia yang digunakan karena toleransi penggunaan pupuk ini adalah antara 300-400 kilogram per hektar berdasarkan Setianingsih dan Khaerodin 2002. Sementara berdasarkan anjuran ICDF adalah berkisar antara 500-1.000 kgha. Secara rata-rata petani menggunakan 395,59 kilogram per hektar. Penggunaan pupuk kimia terendah oleh petani adalah 20 kilogram per hektar. Sehingga petani masih memiliki kesempatan untuk meningkatkan penggunaan pupuk kimia untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih banyak lagi. Petani ini menggunakan pupuk tidak terlalu banyak karena keterbatasan modal untuk membeli pupuk. Selain itu berhubungan dengan pupuk kimia ini ada hal yang harus menjadi perhatian kedepannya baik oleh pihak ICDF. Beberapa tahun belakangan ini sedang maraknya dengan isu residu pupuk kimia pada sayuran maupun buah. Tidak menutup kemungkinan isu ini akan menjadi perhatian utama bagi masyarakat nantinya. Karena konsumen Indonesia yang cenderung semakin bijak dalam memilih sumber makanan yang berhubungan dengan kesehatan. Kemudian juga untuk kedepannya produk baby buncis ini bisa dipasarkan ke luar negeri ekspor. Pasar luar negeri memiliki banyak persyaratan dalam hal produknya terutama pada negara maju yang menjadi konsumen utama dari pasar ekspor Indonesia terutama komoditi sayuran, seperti: Singapura, Jepang, Amerika, dan beberapa negara Eropa. Residu pupuk kimia dalam bahan makanan seperti sayuran telah menjadi persyaratan utama untuk dapat menembus pasar negara tersebut. Masing-masing negara memiliki ambang batas pada tingkat residu pupuk kimia dalam bahan makanan. Variabel selanjutnya yang signifikan adalah pestisida. Penggunaan pestisida pada petani mitra berpengaruh nyata dengan elastisitas 0,014. Hal ini berarti setiap penambahan sepuluh persen pestisida makan akan dapat meningkatkan produksi baby buncis sebesar 0,14 persen, cateris paribus. Penggunaan pestisida pada petani mitra paling banyak adalah 7,1 liter per hektar dan terendah adalah nol. Artinya ada petani yang tidak menggunakan pestisida dengan alasan hama dan penyakitnya tidak terlalu parah sehingga tidak dibutuhkan penanganan kimiawi. Pada dasarnya untuk mempercepat dan 77 mempermudah penanganan hama dan penyakit petani dapat menggunakan pestisida. Tidak menggunakan pestisida tidak selamanya memberikan pengaruh negatif pada tanaman. Karena memang penanganan hama penyakit tidak selamanya hanya dapat ditangani dengan pestisida kimiawi. Walaupun memang ada beberapa hama ataupun penyakit tertentu yang harus ditangani dengan menggunakan pestisida organik. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan pencegahan melalui perawatan tanaman yang baik pada tanaman seperti aerasi tanah sehingga akan dapat mengurangi timbulnya beberapa penyakit. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan segera mencabut tanaman yang baru terserang penyakit dan membakarnya agar tidak menular pada tanaman lain. Hal ini perlu dilakukan karena penggunaan pestisida kimiawi secara terus menerus akan dapat mengahasilkan hama maupun penyakit yang kebal atau resisten terhadap jenis pestisida tertentu. Selain itu penggunaan pestisida ini juga dapat meninggalkan residu pada tanaman seperti pada buah dan jika terkonsumsi dalam jangka waktu yang lama akan dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Isu seperti ini telah banyak dimengerti oleh sebagian konsumen terutama didaerah perkotaan. Tentunya nanti hal ini akan memberikan dampak pada perhatian konsumen yang ingin memilih sumber makanan seperti sayur yang lebih sehat dan memiliki jaminan akan tingkat residu pestisida dalam sayuran tersebut. Isu ini juga berhubungan langsung dengan residu pupuk kimia sebagaimana yang dijabarkan sebelumnya. Variabel tenaga kerja memiliki pengaruh nyata dan positif dengan nilai elastisitas 1,221. Nilai ini berarti setiap penambahan sepuluh persen tenaga kerja maka dapat meningkatkan produksi baby buncis sebesar 12,21 persen, cateris paribus. Penggunaan tenaga kerja masih dirasa kurang terutama dalam hal perawatan tanaman. Petani tidak menggunakan tenaga kerja yang banyak untuk perawatan tanaman sehingga mengindikasikan tumbuhnya gulma dilahan dan kurangnya melakukan penyiraman terutama di musim kemarau. Tumbuhnya gulma akan menyebabkan persaingan antara tanaman dengan gulma untuk memperebutkan unsur hara yang mana ini akan berpengaruh dalam pembentukan cadangan makanan yaitu buah yang berupa polong bagi tanaman baby buncis. 78 Kemudian kurangnya tenaga kerja untuk melakukan penyiraman terutama ketika musim kemarau akan menyebabkan tanaman menjadi layu dan akhirnya mati. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada produksi baby buncis. Selain terdapat variabel yang berpengaruh nyata dalam model pendugaan juga terdapat variabel yang tidak berpengaruh nyata yaitu luas lahan dan pupuk kandang. Luas lahan memiliki elastisitas yang positif walaupun ia tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Nilai elastisitas luas lahan adalah 0,054 yang bermakna setiap penambahan luas lahan sebesar sepuluh persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,54 persen. Luas lahan tidak berpengaruh nyata karena ada hubungannya dengan kualitas tanah pada masing-masing lahan petani mitra. Karena sebagian besar wilayah petani merupakan tanah yang berjenis latosol dan ultisol yang memiliki pH 4,7-5,4 seperti di daerah Tenjolaya dan Cijayanti Avelina 2008; Amanda 2009. Kondisi tanah ini merupakan tanah yang masam yang tidak sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh buncis yaitu dengan pH 5,5-6 Setianingsih Khaerodin 2002. Hal ini akan menyebabkan gangguan pada pertumbuhan buncis. Sehingga hal ini membuat luas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi baby buncis. Perlu dilakukan pengecekkan kemasaman tanah oleh ICDF sebelum dilakukan budiday baby buncis pada setiap lahan yang akan ditanami oleh petani mitra pihak ICDF agar kendala keasaman tanah tidak menjadi kendala dalam produksi baby buncis. Kondisi tanah yang masam dapat diatasi dengan cara pengapuran yaitu dengan menggunakan batu kapur kalsit, batu kapur gips, batu kapur dolomit, atau batu kapur talk yang diolah bersama tanha dengan dosis 480 kilogram per hektar untuk menaikkan pH sebesar 0,1. Kemudian yang tidak berpengaruh nyata pada produksi lainnya adalah pupuk kandang. Variabel ini walaupun tidak berpengaruh nyata namun memiliki elastisitas yang positif juga yaitu sebesar 0,087 yang berarti setiap penambahan sepuluh persen pupuk kandang maka dapat menaikkan produksi sebesar 0,87 persen. Penggunaan pupuk kandang pada petani mitra hampir sama per petani sehingga membuat pengaruh pupuk kandang tidak nyata. Selain itu penggunaan pupuk kandang petani adalah sebesar 22,27 ton per hektar. Anjuran yang diberikan adalah 15-20 ton per hektar Setianingsih Khaerodin 2002. 79 Sedangkan penggunaan pupuk komposkandang yang dianjurkan pihak ICDF adalah 2-3 kgm 2 atau setara dengan 20-30 tonha. Ini menunjukkan penggunaan saat ini 22,7 tonha telah melebihi kapasitas penggunaan pupuk kandang. Berarti pihak ICDF harus menelaah kembali kuantitas penggunaan pupuk komposkandang yang optimal. Penggunaan yang berlebihan inilah yang menyebabkan t-hitung pupuk kandang tidak berpengaruh nyata.

7.2. Analisis Efisiensi Teknis