Usia Petani Baby Buncis Tingkat Pendidikan Formal

55 mengantarkan hasil panen maupun mengambil pembayaran. Komunikasi yang dijalankan petani dan pihak ICDF juga dapat dalam bentuk komunikasi tidak langsung seperti menggunakan telepon genggam melalui sms short message service ataupun ditelepon langsung. Komunikasi seperti ini biasanya untuk menanyakan jadawal panen, kesiapan petani untuk menambah kuota, dan lain sebagainya yang dirasa perlu oleh kedua belah pihak.

5.4. Karakteristik Petani Baby Buncis

5.4.1. Usia Petani Baby Buncis

Karakteristik petani baby buncis dapat diidentifikasi melalui umur responden yang dikelompokkan dalam empat golongan dan secara keseluruhan responden tersebut berjenis kelamin laki-laki. Adapun pembagian dan persentase jumlah responden dari masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sebaran Petani Baby Buncis Mitra ICDF Tahun 2012 berdasarkan Usia Kelompok Usia tahun Jumlah Petani orang Persentase 22-31 4 26,67 32-41 3 20,00 42-51 7 46,67 51 1 6,67 Jumlah 15 100 Dari Table 8 dapat dilihat bahwa petani baby buncis mitra ICDF mayoritas berada pada rentang usia 42-51 tahun. Umur termuda dari responden adalah 22 tuhan dan tertua adalah 55 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani baby buncis ini sebagian besar berada pada usia yang masih produktif. Sebaran yang hampir merata berada pada kelompok usia 22-31 tahun dan 32-41 tahun. Kelompok usia ini juga termasuk usia produktif 66 tahun. Dari segi usia para petani mitra ini masih mampu untuk menjalani kegiatan usahatani baik secara langsung ke lahan ataupun hanya manajerialnya saja seperti penentuan pengalokasian input ataupun penentuan waktu panen. 56

5.4.2. Tingkat Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan formal terakhir petani baby buncis mitra ICDF mayoritas adalah Sekolah Dasar SD. Yakni sebesar 40 persen. Namun demikian petani mitra juga ada yang pendidikan terakhirnya adalah diploma dan sarjana yaitu sebesar 13,33 dan 6,67 persen. Petani yang berpendidikan terakhir SMP dan SMA sebanyak 20 persen. Pendidikan formal terakhir ini akan berhubungan dengan bagaimana proses pengambilan keputusan oleh masing-masing petani tentang usahatani baby buncis. Hal ini terkait dengan penerapan teknik budidaya dan teknologi yang digunakan. Para petani yang mayoritas berpendidikan SD cenderung tidak menggunakan teknologi yang dapat membantu proses produksi, seperti dalm penggunaan mulsa. Penggunaan mulsa hanya digunakan oleh dua orang petani saja yang mana mereka adalah tamatan diploma dan sarjana. Tabel 4. Sebaran Petani Baby Buncis Mitra ICDF Tahun 2012 berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir Tingkat Pendidikan Jumlah Petani orang Persentase SD 6 40,00 SMP 3 20,00 SMA 3 20,00 Diploma 2 13,33 Sarjana 1 6,67 Jumlah 15 100

5.4.3. Pengalaman Usahatani Baby Buncis