60
VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI
BABY BUNCIS PETANI MITRA ICDF BOGOR
6.1. Analisis Budidaya Baby Buncis
6.1.1. Pengadaan Benih
Varietas baby buncis yang dibudidayakan oleh petani mitra semuanya adalah french bean. Petani mitra memperoleh benih ini dari pihak ICDF. Benih ini
diberikan oleh pihak ICDF tanpa dipungut biaya. Namun semenjak November 2012 sudah dipungut biaya dengan besar Rp 30.000,00 per kilogram yang mana
harga ini lebih murah dari pada di pasaran yaitu Rp 100.000,00 per kilogram, artinya para petani masih mendapatkan subsidi dari pihak ICDF. Tidak semua
petani dapat mendapatkan jumlah benih sesuai yang mereka inginkan. Karena dari pihak ICDF telah mengatur waktu tanam dan kuota tanam. Waktu tanam dan
kuota tanam ini berdasarkan seberapa besar permintaan pasar retail modern yang telah menjadi konsumen ICDF dan kapan mereka membutuhkannya. Benih ini
bukanlah benih yang bersertifikat. Pihak ICDF mendapatkan benih ini dari koleganya yang berasal dari Bali. Sehingga benih ini tidak diketahui secara pasti
berapa daya tumbuh dan berbagai informasi yang dibutuhkan tentang benih, tidak seperti benih buncis yang dijual di pasaran yang telah memiliki label tentang hasil
pengujian daya tumbuh.
6.1.2. Persiapan Lahan dan Penanaman
Persiapan lahan merupakan salah satu bagian terpenting yang harus dilakukan sebelum melakukan budidaya baby buncis. Persiapan lahan merupakan
langkah untuk mempersiapkan kondisi lahan yang ideal sehingga dapat membantu pertumbuhan tanaman menjadi baik. Persiapan lahan terdiri pembersihan lahan,
pengolahan tanah, pembuatan bedengan, dan saluran air. Pembersihan lahan merupakan langkah yang pertama dilakukan ketika
akan memulai proses persiapan lahan. Pembersihan lahan dimaksudkan untuk membersihkan gulma. Pembersihan gulma ini perlu dilakukan agar nantinya benih
yang ditanam tidak akan bersaing dengan gulma untuk penyerapan unsur hara atau makanan Setianingsih Khaerodin 2002.
61 Pembersihan lahan ini dilakukan oleh petani yang membuka lahan baru.
Lahan baru yaitu lahan yang sebelumnya belum digarap atau sudah lama tidak digarap dan dipergunakan sebagai lahan budidaya pertanian. Untuk pembukaan
lahan baru ini akan lebih susah dibandingkan dengan pembersihan lahan yang sebelumnnya telah digunakan untuk budidaya dan telah panen. Karena gulma
pada lahan baru ini lebih banyak. Para petani melakukan pembersihan lahan dengan cara mencabut atupun menggunakan alat bantu seperti cangkul dan koret.
Pengolahan lahan merupakan upaya memperbaiki kondisi tanah untuk mendapatkan struktur tanah yang baik. Pengolahan tanah yang dilakukan oleh
petani mitra dilakukan dengn cara mencangkulnya. Menurut Setianingsih Khaerodin 2002 dalam pengolahan lahan tanah dibajak dan dicangkul satu
sampai dua kali sedalam 20-30 cm. Petani melakukan pengolahan lahan dengan cara dua tahap yaitu pencangkulan pertama untuk membalik tanah. Hal ini
dimaksudkan agar aerasi tanah dapat menjadi baik. Kemudian baru dilakukan pencangkulan sekali lagi agar struktur tanah menjadi lebih kecil yaitu berupa
bongkahan kecil. Secara umum para petani telah melakuakan pengolahan lahan dengan baik sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh pihak ICDF maupun yang
ada dari literatur. Tanah yang sudah berbentuk bongkahan kecil selanjutnya disiapkan untuk
dibuat menjadi bedengan disesuaikan dengan jarak tanam yang digunakan oleh petani. Para petani mitra ini memiliki jarak tanam yang bervariasi sehingga lebar
dan tinggi bedengan pun bervariasi. Mayoritas petani membuat bedengan dengan lebar 100-120 cm dan tinggi 20-30 cm. Sementara untuk panjang bedengan
disesuaikan dengan bentuk lahan yang ada. Bersamaan dengan pembuatan bedengan juga dibuat saluran air yang sekaligus jarak antar bedengan. Mayoritas
petani membuat jarak antar bedengan sekaligus saluran air dengan lebar 40 cm. Saluran air ini juga merupakan tempat lalu lintas petani untuk melakukan
budidaya buncis seperti untuk penyiraman, pembersihan gulma, penyemprotan, pemupukan, dan pada saat pemanenan. Kondisi di lapang ini berbeda dengan
literatur yang ada yaitu menurut Setianingsih Khaerodin 2002 bedengan untuk penanaman buncis tegak memiliki lebar 50 cm dengan tinggi 75 cm serta jarak
antar bedengan 75 cm. Selain itu kondisi ini juga tidak sesuai dengan apa yang
62 dianjurkan oleh ICDF yaitu lebar bedengan 90 cm dan jarak antar bedengan
adalah 40 cm. Perbedaan ini karena petani menggunakan jarak tanam yang lebih lebar untuk jarak antar barisnya dibandingkan dengan literatur. Hal ini mungkin
akan memberikandampak yang positif yaitu untuk area penyerapan hara yang lebih luas dan cahaya yang mengenai daun juga lebih luas, namun juga dapat
menimbul inefisiensi karena penggunaan lahan yang luas. Setelah bedengan dibuat maka dilakukan pemberian pupuk dasar. Para
petani keseluruhan memberikan pupuk dasar berupa pupuk kandang. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan unsur hara di dalam tanah karena lahan
tersebut telah digunakan untuk usahatani sebelumnya. Menurut Setianingsih Khaerodin 2002 pupuk kandang diberikan dengan dosis 15-20 ton per hektar.
Petani mitra ini melakukan pemupukan dengan pupuk kandang dengan dosis rata- rata 22,67 ton per hektar. Dosis ini melebihi dosis dari yang dianjurkan pada
literatur. Hal ini mungkin nanti akan berpengaruh pada efisiensis. Walaupun di sini juga terdapat ketidak sesuaian antara apa yang dianjurkan oleh ICDF dengan
sumber dari literatur. Berdasarkan dari literatur adalah apa yang disampaikan diatas sedangkan dianjurkan ICDF adalah 20-30 tonha. Hal ini akan dibahas pada
bab berikutnya. Kegiatan tanaman dilakukan setelah kegiatan pembuatan bedengan dan
saluran air selesai serta telah diberikan pupuk dasar. Penanaman biasanya berjarak beberapa waktu setelah peberian pupuk dasar. Menurut Setianingsih Khaerodin
2002 penanaman dilakukan setelah satu minggu pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar. Para petani melakukan penanamn secara bervariasi. Ada
yang tiga hari setelah pemupukan dasar ada juga yang setelah seminggu pemberian pupuk dasar.
Jarak tanam yang digunakan oleh petani di lapang cukup bervariasi. Sebanyak 33,33 persen petani mitra menggunakan jarak tanam 50 cm x 50 cm. Ini
merupakan jarak tanam yang terbanyak dipakai oleh petani. Jarak tanam 40 cm x 40 cm dan 20 cm x 20 cm, keduanya digunakan sebanyak 13,33 persen petani.
Kemudian jarak tanam 20 cm x 30 cm digunakan oleh 20 persen petani sementara jarak tanam 40 cm x 50 cm, 30 cm x 30 cm, dan 80 x 80 cm digunakan oleh
sedikit petani yaitu 6,67 persen. Jarak tanam yang luas digunakan petani dengan
63 harapan hasilnya akan lebih baik jika menggunakan jarak tanam yang sempit.
Penanaman dilakukan dengan cara melubangi tanah dengan menggunakan tugal kemudian memasukkan dua benih baby buncis kedalam lubang tanam kemudian
ditutup. Sementara jarak tanam yang dianjurkan oleh ICDF adalah 50 cm x 50 cm. Ini adalah jarak tanam ideal yang dianjurkan oleh ICDF. Tiga puluh tiga persen
petani memang telah menggunakan jarak tanam ideal ini walaupun masih ada 77 persen petani lainnya yang tidak menggunakan jarak tanam ideal ini
Setelah dilakukan penanaman maka seminggu setelah itu dilakukan penyulaman. Penyulaman adalah kegiatan memperbaiki atau mengganti benih
yang tidak tumbuh dengan benih yang baru agar populasi yang ada sesuai dengan populasi yang diharapkan. Penyulaman benih buncis yang dilakukan oleh petani
mitra berbeda beda setiap orangnya bahkan 33,33 persen petani tidak melakukan penyulaman sama sekali. Bagi yang melakukan penyulaman ada dua model
penyulaman yang mereka lakukan yaitu penyulaman yang hanya dilakukan satu kali yaitu pada saat umur 7- 10 hari setelah tanam HST dan dua kali penyulaman
yaitu padaa saat 21 HST dan 28 HST. Penyulaman mayoritas yang dilakukan petani adalah satu kali penyulaman yaitu berkisar antara umur tanaman tujuh hari
setelah tanam sampai dengan sepuluh hari setelah tanam. Jumlah penyulaman yang dilakukan tergantung dengan berapa banyak benih yang tidak tumbuh.
Paling banyak penyulaman yang dilakukan adalah 25 persen dari jumlah total benih yang ditanam. Tetapi ada juga benih yang tidak disulam karena benih yang
ditanam petani tersebut yang tumbuh hanya 40 persen sehingga petani tidak berkeinginan untuk melakukan penyulaman. Menurut petani kondisi ini karena
musim kemarau sehingga benih tidak dapat tumbuh. Tenaga kerja yang digunakan petani untuk pengolahan lahan, penanaman,
dan penyulaman biasanya menggunakan tenaga kerja campuran yaitu pria dan wanita. Wanita lebih banyak ditujukan untuk pemupukan dan penanaman. 33,33
persen petani lebih memilih menggunakan tenaga kerja dalam keluarga tani TKDK dan tidak menggunakan tenaga kerja di luar keluarga taniTKLK sama
sekali.Sementara yang hanya menggunakan TKLK adalah 40 persen. Sisanya menggunakan campuran TKLK dan TKDK. Secara rata-rata para petani mitra
ICDF dalam melakukan proses pengolahan lahan dan penanaman membutuhkan
64 TKDK sebanyak 54,80 HOK dan untuk TKLK adalah 63,94 HOK untuk satu
hektar lahan baby buncis. Artianya adalah petani mitra ini lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dibandingkan dalam keluarga. Para
petani lebih memilih untuk lebih banyak mengupahkan pekerjaan ini kepada orang lain. Karena bagian pekerjaan ini merupakan yang paling berat dalam artian
butuh tenaga yang lebih dibandingkan tahapan budidaya lainnya.
6.1.3. Perawatan Tanaman