Perumusan Masalah Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani baby buncis (Phaseolus vulgaris L) pada petani mitra International Cooperation and Development Fund ( ICDF) Bogor

4 meningkatkan efisiensi teknis petani dan dapat meningkatkan produksi baby buncis oleh petani. Kegiatan keitraan baby buncis yang ada di Provinsi jawa barat diantaranya adalah PT Ramaputra dan PT Alamanda di daerah Bandung serta PT Saung Mirwan di Kabupaten Bogor 4 . PT Ramaputra dan PT Saung Mirwan memasok untuk kebutuhan pasar domestik di daerah Jawa Barat. Sedangkan PT Alamanda merupakan eksportir yang melakukan ekspor ke beberapa negara diantaranya Singapura, Thailand, Brunei Darusslam, Malaysia, dan Hongkong 5 . PT Saung Mirwan bukanlah satu-satunya perusahaan yang bermitra dengan petani dalam memproduksi baby buncis di Kabupaten Bogor. Terdapat International Coopertaion and Development Fund ICDF merupakan sebuah lembaga kerjasama internasional antar Indonesia dan pemerintah Taiwan yang bermitra dengan para petani untuk mengembangkan beberapa komoditi sayuran agar dapat memasuki pasar modern dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. ICDF berlokasi di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga

1.2. Perumusan Masalah

International Cooperation and Development Fund ICDF Bogor bermitra dengan para petani untuk memproduksi sayuran yang mereka hasilkan. Bentuk kemitraan ini berupa penyediaan bibit dari pihak ICDF serta keterjaminan harga yang stabil dan lebih tinggi dari pada pasar tradisional serta pelatihan yang diberikan oleh pihak ICDF kepada petani. Harga buncis yang diterima petani pada pasar tradisional adalah Rp 2.500,00 sedangkan yang diterima petani dari ICDF adalah Rp 9.000,00. Karena memang kualitas yang dihasilkan baik dan dipasarkan di pasar modern. ICDF memproduksi sayuran organik, sayuran non organik, pepaya, dan jambu kristal. Semua komoditi ini dihasilkan dari hasil kemitraan dengan petani serta dari kebun milik ICDF. Namun secara keseluruhan sekitar 90 persen dari total produksi dipasok oleh petani mitra. Karena hampir seluruhnya diproduksi oleh petani mitra maka ICDF benar-benar harus dapat mengawasi dan membantu 4 Dinas Pertanian Jawa Barat. 2012. Daftar Kemitraan Sayuran 2012. http:diperta.jabarprov.go.idassetsdatamenuDaftar_Kemitraan_Sayuran_2012.pdf.[diakses 3 Maret 2013] 5 PT Alamanda. http:www.alamandautama.comstaticmarket . [diakses 3 Maret 2013] 5 Asparagus 3 Baby Buncis 32 Kacang Panjang Merah 2 Kucai 21 Labu 4 Lobak Merah 6 Okra 2 Oyong 3 Pare putih 10 Terong Bulat 5 Terong Panjang 3 Tomat Cherry 9 para petani agar menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang diterapkan. Selain itu, pasar yang dimasuki oleh ICDF merupakan pasar retail modern, seperti: Hypermart, Hero, Giant, dan supermarket besar lainnya dikawasan Jakarta, Bogor, dan Tanggerang. Baby Buncis merupakan komoditas dengan permintaan tertinggi pada kelompok sayuran non organik di ICDF Bogor. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 1. Total permintaan baby buncis pada periode Oktober 2011 – September 2012 adalah 32.997,6 kg atau setara dengan 32 ton dengan permintaan rata-rata per bulannya adalah 2.749,8 kg atau setara dengan 2,7 ton. Hal ini menunjukkan bahwa baby buncis memiliki potensi permintaan yang cukup besar. Gambar 1. Presentase Permintaan Pasar Ritel Modern terhadap Sayuran Non Organik ICDF Bogor Selama Satu Tahun Oktober 2011 sampai dengan September 2012 Akan tetapi, permintaan yang cukup besar tersebut belum mampu terpenuhi seluruhnya oleh pihak ICDF. Setiap bulannya ICDF baru mampu memenuhi 1.339,6 Kg dari total permintaan yang mencapai 2.748,9 Kg, yang berarti ICDF baru mampu memenuhi 48,71 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masih terdapat peluang untuk memenuhi permintaan yang tidak dapat dipasok oleh ICDF sebesar 51,29 persen. Ketidakmampuan ICDF dalam 6 memenuhi permintaan ini mengindikasikan ketidakmampuan petani mitra-binaan dalam meproduksi baby buncis sesuai hasil yang ditargetkan. Meskipun pihak ICDF telah membuat sistem kuota tanam dan waktu tanam bagi para petani mitranya agar dapat memenuhi permintaan pasar yang ada setiap harinya. Jumlah produksi di tingkat petani yang tidak mencapai target ini dapat diakibatkan oleh berbagai kendala. Kendala tersebut dimulai dari penggunaan input−seperti: pupuk, lahan, benih, obat-obatan, dan tenaga kerja−yang belum optimal. Kemudian kendala juga dapat terjadi dari faktor lingkungan. Budidaya yang dilakukan pada kondisi terbuka sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti: cuaca, iklim, suhu, kontur lahan, ketinggian, dan kelembaban. Selain itu, kendala juga dapat ditimbulkan dari kurangnya pengetahuan dalam penanganan berbagai masalah dalam budidaya Saptana et al.2010. Dalam pengelolaan usahatani juga diperlukan efisiensi agar hasil yang dicapai dapat optimum. Efisiensi dalam pengelolaan usahatani berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani. Jangkauan petani terhadap informasi yang dibutuhkan dalam memperbaiki kinerja pengelolaan usahatani beragam, baik antar individu, antar kelompok, maupun antar daerah. Oleh karena itu, kapabilitas petani dalam mengakumulasi, memilah, dan mengolah informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan dalam mengelola usahataninya tentu bervariasi. Berdasarkan uraian di ataas maka dapat dirumuskan permasalahan yang lebih spesifik sebagai berikut. 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani baby buncis yang dilakukan petani mitra ICDF? 2. Apakah proses produksi usahatani baby buncis petani mitra ICDF telah dilakukan secara efisien dilihat dari aspek teknis produksinya? 3. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani baby buncis petani mitra ICDF?

1.3. Tujuan Penelitian