Latar Belakang Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani baby buncis (Phaseolus vulgaris L) pada petani mitra International Cooperation and Development Fund ( ICDF) Bogor

1 I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sub sektor hortikultura merupakan salah satu sub sektor yang memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto PDB pertanian. Berdasarkan data BPS 2011a sub sektor ini menyumbang rata-rata 11,23 persen setiap tahunnya pada periode 2006 hingga 2010 pada PDB pertanian. Sumbangan sub sektor ini lebih rendah dibandingkan tanaman pangan yaitu 36,7 persen. Akan tetapi jika dibandingkan dengan sub sektor lainnya yaitu perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan maka sumbangan PDB dari sub sektor hortikultura merupakan yang tertinggi. Hal ini menunjukkan sub sektor hortikultura merupakan sub sektor yang memiliki peran penting dalam penyumbang PDB sektor pertanian maupun PDB nasional. Komoditi hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Diantara komoditi tersebut sayuran dan buah-buahan merupakan komoditi yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari nilai PDB hortikultura, dimana nilai PDB buah-buahan dan sayuran menempati urutan pertama dan kedua. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2005-2010 Kelompok Komoditas Nilai PDB Milyar Rp 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Buah-buahan 31.694 35.448 42.362 47.060 48.437 45.482 Sayuran 22.630 24.694 25.587 28.205 30.506 31.244 Tanaman Hias 4.662 4.734 4.741 4.960 5.494 6.174 Biofarmaka 2.806 3.762 4.105 3.853 3.897 3.665 Total Hortikultura 61.792 68.638 76.795 84.078 88.334 85.958 Sumber: Pusdatin Kementerian Pertanian 2011 Berdasarkan Tabel 1, nilai PDB hortikultura cenderung meningkat dari tahun 2005-2010. Hal ini juga berlaku pada komoditi sayuran yang terus meningkat dari tahun 2005 hingga 2010, dimana peningkatan terbesar terjadi dari tahun 2007 ke 2008 yaitu sebesar 10,23 persen. Rata rata setiap tahunnya PDB sayuran meningkat sebesar 6,11 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa PDB 2 dari komoditas sayuran akan terus meningkat dan menunjukkan bahwa sayuran merupakan komoditi yang prospektif. Kegiatan usaha budidaya sayuran di Indonesia sangat potensial. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai PDB komoditi sayuran yang terus meningkat dan tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia. Tingkat konsumsi ini ditunjukkan oleh pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk sayuran yang terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2010 ke 2011 yaitu sebesar 34,58 persen, dimana pengeluaran untuk sayuran pada tahun 2010 adalah Rp 18.995,00 dan pada tahun 2011 adalah Rp 25.563,00 BPS 2011b. Tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia ini masih dapat terus meningkat, dikarenakan standar konsumsi sayuran yang direkomendasikan Food and Agricultural Organization FAO adalah sebesar 73 kgkapitatahun dan standar kecukupan untuk sehat adalah 91,25 kgkapitatahun sementara tingkat konsums sayuran masyarakat Indonesia masih 40,6 kgkapitatahun. 1 Berdasarkan penjelasan di atas kita dapat mengetahui bahwa kegiatan budidaya sayuran sangat prospektif. Hal ini membuat para petani meningkatkan usaha budidaya sayuran. Peningkatan ini terlihat dari produksi sayuran pada tahun 2011 yang meningkat sebesar 3,99 persen dibandingkan tahun sebelumnya Kementerian Pertanian 2012. Produksi sayuran ini diharapkan terus meningkat agar kebutuhan sayuran dapat terus terpenuhi dan tidak terjadi kelangkaan yang dapat meningkatkan harga komoditi ini. Komoditi sayuran yang memiliki prospek yang baik dan perlu dikembangkan adalah baby buncis. Baby buncis merupakan jenis sayuran buncis yang umur panennya lebih muda dibandingkan dengan jenis buncis biasanya. Baby buncis memiliki ukuran yang lebih kecil dengan bentuk polong yang lurus dan belum memiliki tonjolan biji pada polongnya. Prospek komoditi ini dapat dilihat dari tingkat konsumsi buncis per kapita Indonesia per tahunnya adalah 0,88 kg pada tahun 2002 dan terjadi peningkatan 6,82 persen pada tahun 2008 menjadi 0,94 kg. Tingkat konsumsi ini diperkirakan akan terus meningkat karena masyarakat Indonesia yang cenderung untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi 1 Prabowo HE. 2010. Tingkat Konsumsi Sayuran Masih Rendah. http:kesehatan.kompas.comread2010061108520874Tingkat.Konsumsi.Sayuran.Masih.Ren dah [diakses 20 November 2012] 3 secara baik dan memilih makanan yang menyehatkan terutama masyarakat perkotaan. Selain dipasarkan di dalam negeri komoditas ini juga diekspor keluar negeri bahkan ekspor untuk ke Singapura mencapai 1 sampai 2 ton per hari 2 . Selain itu permintaan ekspor dari Singapura tersebut baru dapat dipenuhi 20 persen dari total permintaannya 3 . Sayuran baby buncis ini dipasarkan di dalam negeri dan luar negeri. Di dalam negeri sayuran ini hanya dipasarkan pada pasar modern. Karena dipasarkan di pasar modern dan diekspor ke luar negeri maka sangat dibutuhkan kualitas yang baik, kuantitas yang mencukupi, kontinuitas pasokan, dan harga yang kompetitif. Sangat dibutuhkan pengelolaan yang baik dalam budidaya sayuran ini salah satunya adalah harus efisien dalam segi teknis. Hal ini dibutuhkan agar dapat memenuhi kuantitas dan kualitas. Para petani Indonesia cenderung belum dapat berproduksi secara efisien. Hal ini dikarenakan masih kurangnya kemampuan dalam hal majerial budidaya petani. Selain itu masih kurangnya informasi akan teknologi baru dalam berproduksi. Kemudian juga umumnya petani Indonesia mengusahakan lahan yang belum terlalu besar sehingga pengelolaannya menjadi tidak efisien Saptana et al. 2010 Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menjalin hubungan kemitraan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan membesarkan Hafsah 2000. Melalui kegiatan kemitraan memungkinkan adanya dukungan yang lebih luas terhadap petani dari perusahaan mitranya serta dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan minimnya informasi Jiaravanon 2007. Kegiatan kemitraan yang biasa dijalin adalah kemitraan antara perusahaan dengan petani. Bantuan modal dan penyuluhan yang diberikan perusahaan dapat 2 Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia. 2013. Permintaan ekspor Baby Buncis Capai 1-2 Ton per Hari. http:jpmi.or.id20130101permintaan-ekspor-baby-buncis-mencapai-2-ton-per-hari . [diakses 25 Februari 2013] 3 Trubus-online. 2011. Kupas Tuntas Sayuran Kelas Premium. http:www.trubus- online.co.idindex.phppelatihan5283-kupas-tuntas-sayuran-kelas-premium.html. [diakses 25 Februari 2013 4 meningkatkan efisiensi teknis petani dan dapat meningkatkan produksi baby buncis oleh petani. Kegiatan keitraan baby buncis yang ada di Provinsi jawa barat diantaranya adalah PT Ramaputra dan PT Alamanda di daerah Bandung serta PT Saung Mirwan di Kabupaten Bogor 4 . PT Ramaputra dan PT Saung Mirwan memasok untuk kebutuhan pasar domestik di daerah Jawa Barat. Sedangkan PT Alamanda merupakan eksportir yang melakukan ekspor ke beberapa negara diantaranya Singapura, Thailand, Brunei Darusslam, Malaysia, dan Hongkong 5 . PT Saung Mirwan bukanlah satu-satunya perusahaan yang bermitra dengan petani dalam memproduksi baby buncis di Kabupaten Bogor. Terdapat International Coopertaion and Development Fund ICDF merupakan sebuah lembaga kerjasama internasional antar Indonesia dan pemerintah Taiwan yang bermitra dengan para petani untuk mengembangkan beberapa komoditi sayuran agar dapat memasuki pasar modern dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. ICDF berlokasi di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga

1.2. Perumusan Masalah