Skenario Kebijakan Kredit Perbankan dan Penurunan Ketimpangan Pendapatan

Dalam Rencana Strategis Pemerintah Propinsi Jawa Barat, tertuang salah satu misinya yakni mengembangkan struktur perekonomian regional yang tangguh dengan harapan meningkatnya pemerataan dan pertumbuhan ekonomi sehingga Indeks Gini Jawa Barat berada di bawah 0.2. Oleh karena itu, upaya pembangunan ekonomi Koperasi dan Usaha Kecil serta Menengah, menghilangkan kemiskinan dan mendorong kemajuan wilayah-wilayah tertinggal, maupun keseimbangan pembangunan antara perdesaan dengan perkotaan, menjadi sangat strategis guna mengurangi terjadinya kesenjangan yang makin melebar yang dapat melahirkan kecemburuan sosial, urbanisasi dan dapat mengganggu stabilitas keamanan wilayah. Untuk itu perlu dilakukan upaya pembangunan desa-desa dan kota-kota kecil dengan mengacu pada struktur ruang yang telah ditetapkan dan mengedepankan unsur padat karya Pemprov Jabar, 2003. Berbagai program sudah digulirkan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat golongan bawah seperti program Raksadesa, Dakabalarea, pengembangan kluster industri kecil berbasis sumberdaya lokal, pengembangan desa percontohan tiap kabupaten. Program tersebut bersifat multidimensi yakni berupa bantuan finansial, bantuan teknis dan pengembangan kapasitas kelembagaan melalui pembentukan kelompok usaha bersama. Berkembangnya micro-financing yang dimotori swasta memberikan peluang besar untuk turut mempercepat perkembangan usaha masyarakat golongan bawah. Dengan asumsi program-program tersebut berjalan sebagaimana yang diharapkan maka disimulasikan angka GR dapat turun 0.01 dari angka yang diproyeksikannya. Dampak dari kebijakan penurunan angka GR tersebut dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Simulasi Ramalan Dampak Kebijakan Peningkatan Kredit Perbankan dan Penurunan Ketimpangan Pendapatan No Variabel Keterangan Δ 1 AGRO Sektor Pertanian 0.8579 2 INDS Sektor Industri 1.4851 3 JASA Sektor Jasa 2.8414 4 PR Jumlah Penduduk Miskin -0.3121 5 GR Gini Ratio 6 LKp Lahan Kritiskapita -1.4925 7 TG Tambang dan Galian 0.1134 8 KN Kontruksi 0.2970 9 TDSp Total Dissolved Solidkapita 1.2155 10 BODp Biologi Oxigen Demandkapita 1.0582 11 CO Carbon Monoksida 0.9442 12 CO2p Carbon Dioksidakapita 1.8235 13 PDRB Produk Domestik Regional Bruto 1.6480 14 YT PDRBkapita 1.6336 15 SA Pangsa Pertanian -0.0869 16 SI Pangsa Industri -0.0749 17 SJ Pangsa Jasa-Jasa 0.3647 18 PRDA Produktivitas TK Pertanian 0.8575 19 PRDI Produktivitas TK Industri 1.4655 20 PRDJ Produktivitas TK Jasa-Jasa 2.8229 Hasil simulasi kedua yang mengkombinasikan kebijakan peningkatan kredit perbankan untuk sektor jasa 20 persen, sektor industri pengolahan 10 persen dan untuk sektor pertanian 10 persen dengan penurunan angka GR sebesar 0.01 memberikan dampak lebih baik dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya. Hal ini ditunjukan oleh seluruh indikator baik indikator ekonomi maupun lingkungan. Peningkatan output agregat mencapai 1.65 persen, lebih besar 0.0632 persen dibandingkan kebijakan pertama. Lahan kritis per kapita turun sebesar 1.49 persen, padahal jika kebijakan terfokus pada peningkatan kredit, luas lahan kritis tidak mengalami perubahan. Demikian halnya kualitas air tidak menurun sebesar kebijakan pertama. Artinya, kenaikan jumlah TDSp dan BODp lebih sedikit setelah ada kebijakan penurunan angka GR dibandingkan dengan sebelumnya. Kualitas udara sedikit lebih buruk karena pengaruh kuat dari peningkatan PDRBkapita yang lebih besar dibandingkan kebijakan pertama, sementara tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan tidak berpengaruh langsung terhadap kedua indikator kualitas udara tersebut. 9.3. Skenario Kebijakan Kredit Perbankan, Penurunan Ketimpangan Pendapatan dan Penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk Mencermati peran pertumbuhan penduduk yang signifikan terhadap kemiskinan dan degradasi lingkungan maka kebijakan menurunkan laju pertumbuhan penduduk mutlak harus dilakukan. Skenario berikutnya adalah kebijakan penurunan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0.3 persen dari yang diproyeksikan. Terkendalinya laju pertumbuhan penduduk sehingga berada di bawah 2 persen pada tahun 2008 merupakan salah satu sasaran dalam rangka meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana tertuang dalam Renstra Pemerintah Jabar. Upaya yang telah diusahakan mencakup penurunan angka kelahiran murni dan pengendalian arus migrasi masuk melalui peraturan tentang pengarahan mobilitas penduduk. Mencegah arus migrasi masuk lebih sulit dibandingkan dengan pengendalian angka kelahiran murni karena Jawa Barat termasuk propinsi tujuan utama bagi masyarakat dari luar Jabar, apalagi tidak ada aturan yang bisa membatasi jumlah imigran. Selama aktivitas ekonomi terpusat di Pulau Jawa khususnya di ibu kota negara, maka sulit bagi Jawa Barat untuk menghindari masuknya kaum migran. Sementara program transmigrasi dari Jawa Barat keluar Jawa tidak berjalan secara berkesinambungan dan tidak sesuai dengan harapan. Jika aktivitas ekonomi lebih pesat di luar Jawa dimungkinkan akan merubah pola pergerakan penduduk selama ini. Kebijakan pengendalian jumlah penduduk di Jabar terkait erat dengan pola pembangunan nasional keseluruhan. Hasil simulasi penurunan laju pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38. Simulasi Ramalan Dampak Peningkatan Kebijakan Kredit Perbankan, Penurunan Ketimpangan Pendapatan dan Penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk No Variabel Keterangan Δ 1 AGRO Sektor Pertanian 0.6633 2 INDS Sektor Industri 1.5009 3 JASA Sektor Jasa 2.8392 4 PR Jumlah Penduduk Miskin -1.3938 5 GR Gini Ratio 6 LKp Lahan Kritiskapita -1.9900 7 TG Tambang dan Galian 0.1123 8 KN Kontruksi 0.2944 9 TDSp Total Dissolved Solidkapita 1.1050 10 BODp Biologi Oxigen Demandkapita 1.0582 11 CO Carbon Monoksida 0.9362 12 CO2p Carbon Dioksidakapita 1.8122 13 PDRB Produk Domestik Regional Bruto 1.6317 14 YT PDRBkapita 1.6175 15 SA Pangsa Pertanian -0.1064 16 SI Pangsa Industri -0.0615 17 SJ Pangsa Jasa-Jasa 0.3688 18 PRDA Produktivitas TK Pertanian 0.6633 19 PRDI Produktivitas TK Industri 1.4811 20 PRDJ Produktivitas TK Jasa-Jasa 2.8211 Kebijakan yang lebih lengkap yakni peningkatan kredit perbankan yang bias pada sektor jasa disertai dengan kebijakan perbaikan distribusi pendapatan dan penurunan laju pertumbuhan penduduk berdampak pada pencapaian kinerja lingkungan yang lebih baik. Sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 38, nampak bahwa luas lahan kritis per kapita turun dalam persentase yang lebih besar yakni 1.99 persen dibandingkan dengan tidak ada kebijakan penurunan laju pertumbuhan penduduk yang turun sebesar 1.49 persen. Kenyataan tersebut tidak lepas karena pengaruh turunnya kemiskinan yang sangat signifikan yakni 1.39 persen sebagai variabel yang langsung terpengaruh oleh penurunan jumlah penduduk. Kualitas air relatif lebih baik dibandingkan dengan sebelum ada kebijakan penurunan laju pertumbuhan penduduk, kenaikan TDSp lebih rendah yakni sebesar 1.11 persen. Sementara jumlah BODp relatif tetap. Demikian halnya kualitas udara, kenaikan CO dan CO2p lebih rendah dibandingkan sebelum ada kebijakan penurunan laju pertumbuhan penduduk.

9.4. Skenario Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan

Agar kualitas lingkungan lebih baik, kebijakan sebelumnya perlu dikembangkan dengan upaya peningkatan kepedulian lingkungan baik pihak industri, pemerintah maupun masyarakat sehingga merupakan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan hasil estimasi dan survei, tingkat kepedulian memegang peranan strategis untuk mengendalikan degradasi lingkungan terutama untuk kasus pencemaran air dan udara. Tingkat kepedulian yang diproksi oleh rata-rata lamanya sekolah masyarakat Jabar diproyeksikan meningkat selama periode 2007 - 2010. Selanjutnya diskenariokan pelaksanaan kebijakan peningkatan kepedulian lingkungan berjalan secara berkesinambungan sehingga tingkat kepedulian tersebut dapat meningkat sebesar 0.1 tahun dari yang diproyeksikan. Program wawasan lingkungan melalui integrasi modul spesifik pengelolaan LH ke dalam kurikulum yang sudah mulai berjalan di sekolah-sekolah menengah yang ada di Jawa Barat, merupakan salah satu bukti berjalannya upaya peningkatan kepedulian. Selain itu kampanye publik tentang peduli lingkungan pun semakin meningkat. Peningkatan kepedulian lingkungan yang mengikuti kebijakan-kebijakan sebelumnya benar-benar ampuh dapat memperbaiki kualitas lingkungan. Hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Dampak Simulasi Ramalan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan No Variabel Keterangan Kenaikan Ed 0.1 0.12 0.2 1 AGRO Sektor Pertanian 0.5055 0.4739 0.3477 2 INDS Sektor Industri 1.2109 1.1529 0.9209 3 JASA Sektor Jasa 2.5909 2.5412 2.3425 4 PR Jumlah Penduduk Miskin -1.3585 -7.4515 -7.2960 5 GR Gini Ratio 6 LKp Lahan Kritiskapita -2.4876 -2.4876 -2.4876 7 TG Tambang dan Galian 0.0978 0.0949 0.0832 8 KN Kontruksi 0.2562 0.2486 0.2181 9 TDSp Total Dissolved Solidkapita 0.2210 0.0000 -0.6630 10 BODp Biologi Oxigen Demandkapita 0.0000 0.0000 -1.0582 11 CO Carbon Monoksida 0.1082 -0.0574 -0.7197 12 CO2p Carbon Dioksidakapita 0.1586 -0.1699 -1.4837 13 PDRB Produk Domestik Regional Bruto 1.4068 1.3618 1.1819 14 YT PDRBkapita 1.3950 1.3511 1.1740 15 SA Pangsa Pertanian -0.0994 -0.8525 -0.8038 16 SI Pangsa Industri -0.0887 -0.2141 -0.2639 17 SJ Pangsa Jasa-Jasa 0.3616 1.1681 1.1493 18 PRDA Produktivitas TK Pertanian 0.5046 0.4734 0.3473 19 PRDI Produktivitas TK Industri 1.1953 1.1380 0.9094 20 PRDJ Produktivitas TK Jasa-Jasa 2.5757 2.5267 2.3304