Persamaan Output Sektor Industri Pengolahan

Untuk persamaan output sektor industri pengolahan hanya tenaga kerja di sektor ini dan LKp yang tidak signifikan, sedangkan investasi dan CO signifikan pada taraf nyata 5 persen dan 10 persen. CO adalah sisa pembakaran yang tidak sempurna dari BBM. Gas ini berbahaya jika sering terhirup yang akan mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja. Jumlah CO relatif banyak di daerah padat penduduk sehingga dimungkinkan mengganggu produktivitas tenaga kerja di sektor industri yang akhirnya berdampak pada penurunan output. Variabel CO ini responsif terhadap perubahan output sektor industri pengolahan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, bahwa setiap kenaikan CO sebesar 1 persen dalam jangka pendek akan menurunkan output sektor industri pengolahan sebesar 0.17 persen dan 2.95 persen dalam jangka panjang. Variabel CO2 sangat signifikan dengan tanda positif, bahwa jika CO2 naik output sektor industri pengolahan meningkat pula. Temuan ini mendukung studi empiris yang dilakukan oleh Iwami 2001, Morancho 2001, Hung 2002 dan Lieb 2004 bahwa ada kecenderungan ketika pendapatan naik CO2 naik pula. Kenyataan ini dimungkinkan terjadi karena sifat CO2 bisa menghilang dissipate dengan cara yang lebih cepat sehingga dampak negatif terhadap produksi akhirnya pertumbuhan ekonomi tidak cukup serius. Selain itu masalah CO2 lebih sulit diatasi karena menyangkut biaya yang sangat besar sehingga berdampak pada rendahnya upaya internalisasi eksternalitas. Dengan demikian alokasi anggaran tetap pada upaya peningkatan output. Meskipun demikian temuan ini harus disikapi hati-hati bahwa dengan membiarkan jumlah CO2 semakin banyak beberapa tahun ke depan pada gilirannya akan melebihi kapasitas daya dukung lingkungan sehingga berdampak negatif terhadap kehidupan termasuk aktivitas ekonomi. Oleh karena itu khusus untuk kasus ini tidak dihitung besaran elastisitasnya. Untuk variabel input, ternyata kredit investasi lebih responsif dibandingkan dengan tenaga kerja. Setiap kenaikan kredit investasi 1 persen akan meningkatkan output sektor industri pengolahan sebesar 1.19 persen dalam jangka panjang. Bandingkan dengan input tenaga kerja yang hanya menaikan 0.77 persen. Hal ini bisa dipahami karena selama ini industri yang berkembang di Jawa Barat adalah industri yang padat modal.

5.1.3. Parameter Persamaan Output Sektor Jasa

Sektor jasa yang dimaksud di sini mencakup sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor transportasi dan telekomunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Hasil pendugaan parameter dan tingkat signifikansi pada persamaan output sektor jasa disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Output Sektor Jasa Variable Parameter Standard Error Prob |T| Elastisitas SR LR INTERCEP -5876154 3012721 0.062 TKJ 4.031291 1.245201 0.0033 0.50021 0.76849 KKJ 0.391009 0.29848 0.2017 0.09336 0.14343 CO 12.59959 7.662401 0.1121 0.20731 0.3185 LJASA 0.349095 0.21989 0.1245 ProbF 0.0001 Adj R 2 = 0.9733 DW = 1.042 Semua variabel bebas signifikan pada taraf 20 persen dan tanda sesuai harapan kecuali variabel CO. Dalam persamaan output sektor jasa ternyata setiap terjadi peningkatan CO mendorong meningkatkan output. Ini pun dimungkinkan terjadi karena sifat pencemaran CO yang setipe dengan CO2. Variabel tenaga kerja paling responsif terhadap output sektor jasa, setiap kenaikan tenaga kerja di sektor ini sebesar 1 persen akan menaikan outputnya sebesar 0.5 persen dalam jangka pendek dan 0.7 persen dalam jangka panjang. Hal ini bisa dipahami karean sektor jasa merupakan sektor yang padat ilmu pengetahuan seperti teknologi informasi dimana tenaga kerja yang terserap sebagian besar memiliki skill dan kreativitas tinggi.

5.1.1. Parameter Persamaan Gini Ratio

Perbedaan laju pertumbuhan output antar sektor akan berdampak pada perubahan pangsa sektor-sektor tersebut dalam PDRB Jawa Barat. Perubahan dominasi pangsa sektor pertanian oleh sektor industri menunjukan bahwa perekonomian Jawa Barat sudah berada dalam tahap industrialisasi. Tabel 9 menunjukan perkembangan perubahan pangsa sektor pertanian, industri dan jasa di Jawa Barat ternyata tidak diikuti oleh perubahan struktur tenaga kerjanya secara proporsional. Berdasarkan data pada tabel tersebut nampak bahwa sebagian besar tenaga kerja masih terserap di sektor pertanian sementara pangsa sektor ini dalam PDRB Jawa Barat semakin rendah. Kesenjangan antara dominasi input dengan output berdampak pada perbedaan produktivitas tenaga kerja dan pendapatan antar sektor ekonomi. Pekerja di sektor industri dan jasa cenderung memperoleh pendapatan lebih besar dibandingkan dengan pekerja di sektor pertanian. Dengan demikian perbedaan produktivitas tersebut berdampak pada ketimpangan pendapatan