Pengaruh Kenaikan PDRB DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN
produksi sektor sekunder yakni industri pengolahan yang mengolah bahan-bahan
mentah disinyalir banyak menimbulkan limbah yang kembali ke alam. Dengan menaikan nilai variabel PDRB secara bertahap mulai dari sebesar 1
persen kemudian 2 persen dan 3 persen dari nilai aktualnya, ternyata memiliki dampak berantai ke seluruh variabel endogen dalam model ini sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 24. Simulasi historis ini menggunakan model yang telah diuji validasinya dan menggunakan data historis dari tahun 1974 - 2004.
Tabel 24. Simulasi Historis Dampak Kenaikan PDRB Terhadap Makroekonomi- Lingkungan Jawa Barat
Variabel Keterangan Kenaikan
PDRB 1
2 3
AGRO Sektor Pertanian
0.9885 1.9769 2.9654 INDS Sektor
Industri 2.1555 4.3109 6.4664
JASA Sektor Jasa
0.6525 1.3050 1.9575 GR Gini
Rasio -0.0935
-0.1869 -0.2804
PR Jumlah Penduduk Miskin
-0.1354 -0.2708
-0.4062 LK Lahan
Kritis Perkapita
-0.8264 -1.6529
-2.4793 TG
Tambang dan Galian 0.0987
0.1974 0.2960
KN Kontruksi 0.2912
0.5824 0.8736
TDSP Total Dissolved Solid percapita
1.5385 3.0769
4.6154 BODP
Biologi oxigen demand percapita 2.2410
4.4820 6.7230
COP Carbon Monoksida
2.1311 4.2622 6.3933 CO2P Carbon
Dioksida perkapita
2.9377 5.8754 8.8132 Yt PDRBkapita
0.9985 1.9970
2.9955 SA Pangsa
Pertanian -0.0623
-0.1246 -0.1869
SI Pangsa Industri
0.3370 0.6740
1.0110 SJ Pangsa
Jasa-Jasa -0.1531
-0.3062 -0.4593
PRDA Produktivitas TK
Pertanian 0.9897 1.9793
2.9690 PRDI Produktivitas
TK Industri 2.3808
4.7615 7.1423
PRDJ Produktivitas TK
Jasa-Jasa 0.6223 1.2446 1.8670
Berdasarkan hasil simulasi nampak bahwa kenaikan PDRB sebesar 1 persen berdampak pada naiknya seluruh output sektor ekonomi. Peningkatan tersebut terjadi
melalui transmisi PDRB per kapita yang naik sebesar 1 persen dan indikator kualitas
lingkungan. Karena terdapat indikator kualitas lingkungan yang berdampak positif terhadap output sektor ekonomi, maka ketika estimasi parameter tersebut meningkat
sebagai dampak dari naiknya PDRB per kapita akan mendorong peningkatan output. Pengaruh ini ternyata mendominasi estimasi parameter indikator kualitas lingkungan
lainnya yang memiliki arah negatif. Industri pengolahan paling tinggi diantara sektor ekonomi lainnya yakni
mencapai 2.16 persen sehingga berdampak pada meningkatnya pangsa sektor ini dalam PDRB Jawa Barat sebesar 1.47 persen. Hal ini bersumber dari peningkatan
C02p ketika PDRB per kapita naik. Kenaikan output sektor industri pengolahan meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya sampai 2.38 persen. Selanjutnya
peningkatan produktivitas tenaga kerja di sektor industri pengolahan ini dapat memperbaiki ketimpangan pendapatan, tercermin pada turunnya angka GR sebesar
0.09 persen. Penurunan angka GR disumbang pula oleh meningkatnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian sebagai dampak dari naiknya output sektor pertanian
yang lebih besar dari sektor jasa. Meningkatnya PDRB sebesar 1 persen berdampak pula pada turunnya tingkat kemiskinan sebesar 0.71 persen.
Berdasarkan gambaran dampak berantai dari kenaikan PDRB terhadap output sektor ekonomi melalui peningkatan PDRB per kapita dan indikator kualitas
lingkungan sudah nampak bahwa peningkatan PDRB sebesar 1 persen memperburuk kualitas lingkungan kecuali lahan kritis per kapita. Hal ini tercermin dengan naiknya
TDSp sebesar 1.54 persen dan BODp 2.24 persen. Jumlah CO dan CO2p juga
meningkat masing-masing sebesar 2.13 persen dan 2.94 persen. Namun tidak demikian untuk lahan kritis, ternyata LKp turun sebesar 0.83 persen. Penurunan ini
tidak lepas karena pengaruh dari turunnya variabel kemisinan dan GR. Penurunan angka kemiskinan dan GR ini dapat mengeliminir kenaikan output sektor
pertambangan dan penggalian yang mencapai 0.1 persen. Sebenarnya dalam persamaan indikator kualitas lingkungan lainnya juga terdapat variabel kemiskinan
dan GR, namun karena kuatnya pengaruh peningkatan PDRB per kapita sehingga tetap menambah jumlah CO, CO2p, TDSp dan BODp.
Namun jika kemiskinan dan ketimpangan pendapatan Gini Ratio dianggap eksogen, ternyata dampak dari pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen tidak
berpengaruh terhadap LKP sementara kenaikan BODp dan TDSp lebih besar lagi. Hal ini terbukti dari hasil simulasi ketika variabel kemiskinan dianggap eksogen
seperti yang bisa dilihat pada Tabel 25. Artinya, pertumbuhan ekonomi saja belum bisa diandalkan untuk mengatasi lahan kritis. Ketika ekonomi tumbuh yang tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan, luas lahan kritis relatif tetap sementara jumlah BODp dan TDSp semakin besar. Padahal ketika kemiskinan bersifat endogen,
pertumbuhan ekonomi berdampak pada turunnya kemiskinan, luas lahan kritis per kapita turun dan kenaikan jumlah BODp serta TDSp lebih rendah. Jadi penurunan
jumlah penduduk miskin secara langsung dapat mengendalikan luas lahan kritis per kapita dan juga jumlah BODp dan TDSp.
Tabel 25. Simulasi Historis Dampak Kenaikan PDRB Terhadap Makroekonomi-
Lingkungan Jawa Barat Jika Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Eksogen
Variable Keterangan
Nilai Dasar
PDRB Naik 1 Nilai
∆ AGRO Sektor
Pertanian 20268702
20494268 1.1129 INDS Sektor
Industri 34354320
35054926 2.0394
JASA Sektor Jasa 41147038
41415522 0.6525
LKP Lahan Kritis
Perkapita 0.0120
0.0120 0.0000
TG Tambang dan Galian
10422803 10433088
0.0987 KN Kontruksi
5554335 5570509
0.2912 TDSP
Total Dissolved Solid percapita 0.0389
0.0396 1.7995
BODP Biologi oxigen demand percapita
0.006137 0.006296
2.5908 CO Carbon
Monoksida 675563
689960 2.1311
CO2P Carbon Dioksida
perkapita 0.3404
0.3504 2.9377 YT
PDRB per kapita 3.1848
3.2166 0.9985
SA Pangsa Pertanian
21.6800 21.6355
-0.2053 SI Pangsa
Industri 22.6288
22.9420 1.3841
SJ Pangsa Jasa-Jasa
37.3867 37.2336
-0.4095 PRDA Produktivitas
TK Pertanian 4.1608
4.2072 1.1152
PRDI Produktivitas TK
Industri 16.5524 16.9299
2.2806 PRDJ Produktivitas
TK Jasa-Jasa
7.3274 7.3730 0.6223
Dengan demikian kunci mengatasi lahan kritis adalah melalui perbaikan tingkat pendapatan masyarakat. Semakin rendah tingkat kemiskinan semakin
terkendali luas lahan kritis per kapita. Hasil studi empiris ini sesuai dengan fakta di lapangan yakni lokasi survey di Kecamatan Arjasari dan Rongga Kabupaten Bandung
dimana sebagian besar masyarakatnya miskin dan merupakan daerah lahan kritis terluas di Kabupaten Bandung. Karena alasan untuk mempertahankan hidup mereka
terpaksa bercocok tanam sayuran di lahan yang kemiringannya lebih dari 35 derajat dan memangkas pohon-pohon tinggi yang dianggap mengahalangi penyinaran ke
tanaman mereka. GRLK yang dicanangkan Pemerintah Propinsi Jawa Barat pada tahun 2003 melalui pola pemberdayaan masyarakat sekitar lahan kritis perlu lebih
diintensifkan agar secara perlahan pendapatan mereka meningkat dan semakin peduli
akan konservasi lahan.Kenaikan PDRB 2 persen dan 3 persen memiliki dampak linier yang semakin tinggi terhadap seluruh variabel endogen. Artinya nilai-nilai variabel
tersebut berubah apakah naik atau turun sesuai perubahannya sebesar dua kali lipat untuk kenaikan PDRB sebesar 2 persen dan tiga kali lipat untuk kenaikan PDRB
sebesar 3 persen.