Parameter Persamaan Gini Ratio

Tabel 9. Distribusi Output dan Tenaga Kerja Per Sektor Ekonomi di Jawa Barat Periode 1973-2005 Tahun Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Sektor Lainnya Output TK Output TK Output TK 1973 41.20 62.03 10.23 7.35 48.57 30.62 1974 36.14 61.00 8.88 7.35 54.98 30.66 1975 34.59 62.00 8.05 7.35 57.36 30.66 1976 32.28 60.18 8.48 9.03 59.24 30.80 1977 30.70 60.18 9.14 9.03 60.16 30.80 1978 31.44 56.85 10.39 8.52 58.17 34.63 1979 29.97 56.85 10.69 8.82 59.34 34.33 1980 26.80 49.08 9.66 10.60 63.54 40.32 1981 26.74 50.88 9.54 9.40 63.72 39.71 1982 25.21 48.86 9.32 9.70 65.47 41.44 1983 24.22 50.21 8.78 9.73 67.00 40.05 1984 23.13 49.44 9.49 9.92 67.38 40.63 1985 20.23 48.80 16.87 10.36 62.90 40.84 1986 22.46 48.18 18.11 10.06 59.43 41.77 1987 21.61 47.59 19.54 10.19 58.85 42.22 1988 23.06 47.06 19.57 10.20 57.37 42.74 1989 22.94 45.76 20.18 12.13 56.88 42.11 1990 21.62 44.56 20.45 14.20 57.93 41.24 1991 21.10 41.63 21.57 14.46 57.33 43.92 1992 19.02 35.38 27.41 17.01 53.57 47.60 1993 16.89 39.43 29.57 14.92 53.54 45.65 1994 15.96 36.08 33.05 16.02 50.99 47.90 1995 15.03 34.09 35.14 16.77 49.83 49.14 1996 13.21 33.24 36.50 16.74 50.29 50.01 1997 12.63 32.86 37.86 16.95 50.49 50.19 1998 16.05 33.24 35.67 16.01 51.72 50.75 1999 18.15 32.21 34.70 15.96 52.85 51.83 2000 15.51 30.92 35.06 17.59 51.98 51.50 2001 16.04 31.90 38.12 17.01 45.84 51.09 2002 15.39 32.40 37.69 16.30 46.92 51.30 2003 14.45 31.00 36.73 16.25 48.82 52.75 2004 13.15 29.82 40.44 17.60 46.41 52.58 2005 12.85 31.23 41.18 17.89 45.97 50.88 Sumber: BPS Jawa Barat berbagai tahun, diolah kembali Meskipun angka GR Jawa Barat relatif rendah yakni di kisaran 0.3, namun informasi dari tabel neraca sosial ekonomi mempertegas terjadinya ketimpangan. Tabel 10 menunjukkan besarnya pendapatan nominal yang siap dikonsumsi disposable income masing-masing golongan rumah tangga. Pada tahun 1999 besarnya pendapatan rumahtangga buruh tani yakni rumah tangga dimana kepala rumahtangganya bekerja atau menerima pendapatan terbesar dari hasil balas jasa bekerja di sektor pertanian ternyata hanya seperlimanya total pendapatan pengusaha pertanian yakni mereka yang melakukan usaha secara langsung dalam bidang pertanian dengan menyertakan modalnya. Tabel 10. Distribusi Pendapatan Diantara Kelompok Rumah Tangga Di Jawa Barat Tahun 1999 dan 2002 Juta rupiah No. Rumah Tangga Tahun 1999 Tahun 2002 1 Buruh Tani 3.40 4.52 2 Pengusaha Pertanian 15.67 26.81 3 Rumahtangga Bukan Pertanian Gol. Bawah di Desa 9.20 18.69 4 Rumahtangga Bukan Pertanian Penerima Pendapatan di Desa 6.66 10.15 5 Rumahtangga Bukan Pertanian Gol. Atas di Desa 19.83 31.42 6 Rumahtangga Bukan Pertanian Gol. Bawah di Kota 13.40 15.26 7 Rumahtangga Bukan Pertanian Penerima Pendapatan di Kota 11.19 18.13 8 Rumahtangga Bukan Pertanian Gol. Atas di Kota 29.98 40.25 Sumber: Tabel SAM, BPS Jawa Barat, diolah kembali Perkembangan berikutnya yakni pada tahun 2002, ternyata kesenjangan tersebut semakin lebar dimana pendapatan rumahtangga buruh tani hanya seperenam dari total pendapatan pengusaha pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa antar pelaku dalam sektor yang sama pun dapat terjadi kesenjangan karena kelompok pertama hanya mengandalkan tenaganya saja, di sisi lain kelompok pengusaha memiliki modal yang diinvestasikan dalam kegiatan pertanian. Apalagi jika dibandingkan dengan kelompok rumahtangga bukan pertanian golongan atas baik di desa maupun di kota, kesenjangan tersebut semakin lebar. Kenyataan lebih memprihatinkan bahwa proporsi rumah tangga terbesar di Jawa Barat adalah rumahtangga buruh tani yang mencapai 27.05 persen dari total rumahtangga sebanyak 10 618 171 pada tahun 1999 dan sejumlah 10 104 044 pada tahun 2002 BPS Jabar, 1999 dan 2002. Sedangkan proporsi pengusaha pertanian hanya 18.65 persen pada tahun 1999 dan 8.24 persen pada tahun 2002, dan kelompok rumahtangga bukan pertanian golongan atas baik di desa maupun di kota jumlahnya sangat kecil yakni hanya 12.11 persen. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana perbedaan produktivitas tenaga kerja antar sektor ekonomi mempengaruhi ketimpangan pendapatan. Tabel 11 menyajikan hasil estimasi persamaan Gini Ratio. Tabel 11. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Gini Ratio Variable Parameter Standard Error Prob |T| Elastisitas SR LR INTERCEP 0.311945 0.025512 0.0001 PRDA -0.00574 0.007128 0.4277 -0.07412 PRDI -0.0012 0.000844 0.1669 -0.06342 PRDJ 0.007242 0.005457 0.1956 0.16662 ProbF 0.0216 Adj R 2 = 0.2185 DW = 2.181 Untuk persamaan GR tidak dapat dihitung elastisitas jangka panjangnya karena di persamaan ini tidak terdapat variabel lag GR. Dilihat dari nilai t-hitung variabel produktivitas tenaga kerja sektor pertanian tidak signifikan mempengaruhi GR, namun tanda sesuai dugaan. Produktivitas tenaga kerja sektor jasa memiliki tanda positif dengan angka elastisitas paling tinggi diantara produktivitas tenaga kerja sektor lainnya. Kenaikan produktivitas tenaga kerja sektor jasa sebesar 1 persen akan menaikan GR sebesar 0.17 persen. Artinya, semakin produktif tenaga kerja di sektor jasa semakin timpang distribusi pendapatan di Jawa Barat. Sementara kenaikan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian dan industri pengolahan dapat memperbaiki ketimpangan pendapatan sekalipun responsifnya sangat rendah. Temuan ini sejalan dengan hasil pendugaan di persamaan-persamaan sebelumnya bahwa hanya di output sektor jasa, tenaga kerja memberikan respon paling tinggi terhadap output.

5.1.2. Parameter Persamaan Tingkat Kemiskinan

Untuk memperdalam analisa kondisi sosial ekonomi, dibuat persamaan tingkat kemiskinan yang melengkapi GR. Hasil pendugaan parameter dan tingkat signifikansi pada persamaan tingkat kemiskinan disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Tingkat Kemiskinan Variable Parameter Standard Error Prob |T| Elastisitas SR LR INTERCEP 0.86126 2.633893 0.7464 PDRB -0.000000036 0.000000018 0.0590 -0.2174 -0.8245 UN 0.563823 0.32251 0.0927 0.1426 0.5409 PP 1.867009 0.737092 0.0180 0.2308 0.8752 LKp 39.592651 123.114428 0.7504 0.0246 0.0933 LPR 0.736303 0.100395 0.0001 ProbF 0.0001 Adj R 2 = 0.9363 DW = 3.114 Berdasarkan hasil estimasi menunjukan bahwa seluruh variabel bebas memiliki pengaruh pada taraf 10 persen kecuali LKp. Keberadaan LKp ternyata tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Meskipun demikian memiliki tanda sesuai dugaan bahwa jika LK meningkat terdapat kecenderungan meningkatkan kemiskinan. Tingkat kemiskinan adalah rasio jumlah penduduk miskin terhadap total penduduk di Jawa Barat, sehingga besarannya akan sangat terkait dengan dinamika penduduk. Hasil estimasi memperlihatkan variabel pertumbuhan penduduk PP paling responsif terhadap kemiskinan, bahwa jika PP naik 0.5 persen maka kemiskinan akan naik sebesar 0.23 persen dalam jangka pendek dan 0.87 persen dalam jangka panjang. Sementara kenaikan PDRB sebesar 1 persen akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0.22 persen dalam jangka pendek dan 0.82 persen dalam jangka panjang. Dengan demikian peningkatan PDRB diharapkan terjadi dalam angka yang cukup besar agar bisa menurunkan kemiskinan secara signifikan. Peningkatan PDRB pun akan menurunkan tingkat pengangguran, dan hasil estimasi untuk variabel pengangguran memperlihatkan tanda positif bahwa jika pengangguran turun kemiskinan akan berkurang.

5.1.3. Parameter Persamaan Lahan Kritis Per Kapita

Pertumbuhan ekonomi dan kondisi sosial ekonomi yang telah dicapai Jawa Barat selama kurun waktu 34 tahun berdampak pula pada kondisi lingkungan. Perubahan fungsi lahan dari pertanian menjadi kawasan non pertanian tidak bisa dihindari, diikuti dengan meluasnya LKp. Hasil pendugaan parameter dan tingkat signifikansi pada persamaan LKp disajikan dalam Tabel 13. Diantara seluruh variabel bebas ternyata pertambangan dan penggalian memiliki tingkat signifikansi yang paling tinggi dengan tanda sesuai dugaan, bahwa jika output sektor ini naik akan meningkatkan LKp. Maraknya penggalian galian tipe C di kaki-kaki gunung, seperti di kaki Gunung Tampomas Kabupaten Sumedang tepatnya di Kecamatan Cimalaka, Paseh dan Conggeang, kaki Gunung Ciremai Kabupaten Majalengka, kaki Gunung Masigit Kabupaten Bandung, Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon, Cipamingkis Kabupaten Bogor, Warungkondang di Kabupaten Cianjur dan Cimangkok di Kabupaten Sukabumi merupakan bukti meluasnya LKp.